/0/23092/coverbig.jpg?v=c5657af1ddc4ebb86e5024cea93da4fd)
Rendi 19 tahun,yang harus menerima kenyataan bahwa kedua orangtuanya meninggal saat liburan bersama. Rendi merasa terpuruk,hingga sang ibu memberikan pesan kepada Rendi untuk tinggal bersama Bude Sarah,di sebuah rumah yang akan menjadi saksi cinta diantara mereka. Bude yang berumur 40 thn merasa bahagia dengan adanya Rendi di sisi bude selamanya.
Aku Rendi, anak satu-satunya di keluargaku. Umurku 19 tahun, dan aku anak yang selalu bahagia memiliki kedua orang tuaku.
Aku anak yang rajin, hobiku adalah menonton film bokep, dan ketertarikanku menonton ketika aku kelas 2 SMA saat sahabatku menunjukkan film bokep pertama kalinya.
Setelah aku tidur terlelap, pagi hari aku melihat kabar bahwa kedua orang tuaku pergi untuk selamanya akibat kecelakaan pesawat saat mereka liburan bersama.
Aku sedih tak karuan, aku berteriak namun kenyataan mereka tak akan pernah kembali lagi ke dunia. Aku menemukan surat di laci lemari ibu, wasiat terakhir bahwa aku diminta untuk menemui budeku Sarah yang seorang janda untuk tinggal bersama.
Aku mencari alamat rumah bude dengan menggunakan map tanpa berkata-kata, dan bingung harus kemana lagi.
Di tengah jalan, aku menemukan seorang pemuda yang bernama Jono. Dia mengantarkanku ke alamat yang sedang ku cari.
Sesampainya aku di sebuah rumah, aku mengetuk pintu dan yang membukakan pintu seorang wanita seksi payudara besar yang aku tak tahu namanya.
Seketika hatiku tak karuan melihat wanita seperti ini, akupun memberanikan diri untuk bertanya apakah ini rumah bude Sarah.
Seketika wanita tersebut berkata iya dengan saya sendiri. Lalu aku berkata saya Rendi keponakan bude Sarah anak dari ibu Anita dan bapak Anton.
"Oh, Rendi, kamu sudah besar sekali," kata Bude Sarah, suaranya lembut namun dengan tatapan yang sedikit berbeda. "Masuklah, pasti kamu lelah."
Aku masuk ke dalam rumah yang terasa asing namun hangat. Rumah itu tidak besar, namun tertata rapi dengan perabotan yang sederhana namun elegan.
Aroma masakan yang lezat tercium dari dapur, membuat perutku yang kosong berbunyi.
"Duduklah, Bude buatkan teh hangat," kata Bude Sarah, lalu menghilang ke dapur.
Aku duduk di sofa, mengamati sekeliling ruangan. Ada foto-foto keluarga yang tidak kukenal, lukisan-lukisan abstrak yang menarik perhatianku, dan sebuah rak buku yang penuh dengan novel-novel tebal. Aku merasa seperti berada di dunia yang berbeda, dunia yang asing namun menarik.
Bude Sarah kembali dengan nampan berisi teh hangat dan beberapa potong kue. "Diminum dulu, Rendi," katanya, menyodorkan secangkir teh kepadaku.
Aku menerima teh itu, menghirup aromanya yang menenangkan. "Terima kasih, Bude," kataku.
"Bagaimana perjalananmu?" tanya Bude Sarah, duduk di sampingku.
"Lumayan lancar, Bude. Tadi ada teman yang membantu menunjukkan jalan," jawabku.
"Syukurlah. Kamu pasti sangat sedih kehilangan orang tuamu," kata Bude Sarah, suaranya penuh empati.
Aku mengangguk, tidak bisa berkata apa-apa. Air mata tiba-tiba menggenang di pelupuk mataku.
Bude Sarah memelukku, menepuk-nepuk punggungku dengan lembut. "Menangislah, Rendi. Jangan ditahan," katanya.
Aku menangis, meluapkan semua kesedihan dan rasa kehilangan yang selama ini kupendam. Bude Sarah memelukku erat, memberikan kehangatan dan kenyamanan yang sangat kubutuhkan.
Setelah beberapa saat, aku merasa lebih tenang. Aku melepaskan pelukan Bude Sarah, mengusap air mata di pipiku.
"Terima kasih, Bude," kataku, suaraku serak.
"Sama-sama, Rendi. Sekarang kamu tinggal di sini bersama Bude. Kita akan saling menjaga," kata Bude Sarah, tersenyum lembut.
Aku mengangguk, merasa sedikit lega. Aku tahu, hidupku tidak akan sama lagi. Tapi setidaknya, aku tidak sendirian.
Malam itu, setelah makan malam yang sederhana namun lezat, aku masuk ke kamar yang sudah disiapkan untukku. Kamar itu kecil namun nyaman, dengan tempat tidur yang empuk dan selimut yang hangat.
Aku berbaring di tempat tidur, menatap langit-langit kamar.
Pikiran tentang orang tuaku kembali menghantuiku.
Aku merindukan mereka, merindukan senyum dan tawa mereka. Aku merindukan pelukan hangat ibu dan nasihat bijak ayah.
Aku memejamkan mata, mencoba untuk tidur. Tapi pikiran-pikiran itu terus berputar di kepalaku. Aku mengambil ponselku, membuka aplikasi film bokep.
Aku menonton film-film itu, mencoba untuk melupakan kesedihanku.
Namun, film-film itu tidak lagi memberikan kesenangan seperti dulu.
Aku merasa kosong, hampa. Aku mematikan ponselku, meletakkannya di meja samping tempat tidur.
Aku membalikkan badan, menghadap ke dinding. Air mata kembali mengalir di pipiku. Aku menangis dalam diam, meratapi kehilanganku.
Tiba-tiba, pintu kamar terbuka. Bude Sarah berdiri di ambang pintu, menatapku dengan tatapan khawatir.
"Rendi, kamu kenapa?" tanyanya, suaranya lembut.
Aku menggeleng, tidak bisa berkata apa-apa.
Bude Sarah mendekatiku, duduk di tepi tempat tidur. "Kamu tidak bisa tidur?" tanyanya.
Aku mengangguk.
"Sini, cerita sama Bude," katanya, mengelus rambutku.
Aku menceritakan semua kesedihanku, semua rasa kehilangan yang kurasakan. Bude Sarah mendengarkan dengan penuh perhatian, sesekali mengangguk atau mengelus rambutku.
Setelah aku selesai bercerita, Bude Sarah memelukku erat. "Kamu tidak sendirian, Rendi. Bude ada di sini untukmu," katanya.
Aku membalas pelukannya, merasa sedikit lega. Aku tahu, hidupku tidak akan mudah. Tapi setidaknya, aku tidak sendirian.
Bude Sarah terus bernyanyi, suaranya yang merdu mengisi setiap sudut rumah kecil kami.
"Kamu sudah seperti anakku sendiri," ucapnya, senyumnya hangat menenangkan hatiku yang gundah.
Aku terdiam, perasaan campur aduk menguasai diriku. Bude Sarah, dengan tubuhnya yang masih terlihat bugar dan menawan di usianya yang tak lagi muda, selalu memperlakukanku dengan penuh kasih sayang.
Namun, entah mengapa, kehadirannya selalu menimbulkan gejolak aneh dalam diriku.
Malam itu, Bude Sarah yang duduk di sampingku, mengelus rambutku dengan lembut.
"Aku tak mampu mengungkapkan perasaan yang berkecamuk di dalam hati. Aku merasa nyaman berada di dekatnya, sangat nyaman hingga rasanya aku ingin terus berada dalam dekapannya.
Namun, di sisi lain, ada perasaan aneh yang membuatku tak tenang, perasaan yang membuatku sulit tidur setiap malam.
Malam semakin larut, Bude Sarah masih menemaniku, menyanyikan lagu-lagu pengantar tidur yang dulu sering dinyanyikan ibuku. Tanpa sadar, aku terlelap dalam pelukannya, kehangatan tubuhnya menenangkan jiwaku yang resah.
Pagi harinya, aku terbangun dan mendapati Bude Sarah sudah duduk di sampingku, senyumnya merekah seperti mentari pagi.
Di tangannya, tergenggam secangkir susu hangat dan sepiring kue kering. "Selamat pagi, Nak. Ini sarapan untukmu," ucapnya lembut.
Aku merasa malu dan bersalah karena telah tertidur dalam pelukannya. "Maafkan aku, Bude. Aku merepotkanmu," ujarku, menundukkan kepala.
Bude Sarah tertawa kecil, "Kamu tidak merepotkan Bude sama sekali. Kamu sudah seperti anak Bude sendiri, jadi jangan sungkan."
Aku merasa terharu dengan kebaikannya. Namun, aku juga merasa tidak enak karena terus-menerus bergantung padanya.
"Bude, hari ini aku akan mencari pekerjaan. Aku ingin membantu Bude," kataku, tekadku bulat.
Bude Sarah tersenyum bangga, "Bude percaya kamu pasti bisa mendapatkan pekerjaan yang baik. Berhati-hatilah di jalan."
Dengan semangat baru, aku melangkah keluar rumah, udara pagi yang segar menyambutku. Aku berjalan menyusuri jalanan kota, mencari lowongan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuanku.
Hari itu, aku mendatangi berbagai tempat, dari toko-toko kecil hingga restoran-restoran di pinggir jalan.
Namun, belum ada satu pun yang memberikan jawaban positif. Aku tidak menyerah, aku terus mencari, berharap ada pekerjaan yang bisa aku dapatkan.
Saat sore menjelang, aku tiba di sebuah kafe kecil yang terlihat ramai.
Aku masuk dan bertanya kepada pelayan yang sedang sibuk melayani pelanggan.
"Maaf, apakah di sini sedang membutuhkan karyawan?" tanyaku.
Pelayan itu mengangguk, "Kebetulan sekali, kami sedang mencari seorang pelayan. Silakan bicara dengan manajer di sana," ujarnya, menunjuk ke arah seorang pria paruh baya yang sedang duduk di meja kasir.
Aku menghampiri manajer itu dan menjelaskan maksud kedatanganku. Setelah berbincang-bincang sejenak, manajer itu tersenyum dan berkata, "Kamu diterima.
Mulai besok, kamu bisa bekerja di sini."
Aku merasa sangat lega dan bahagia.
Akhirnya, aku mendapatkan pekerjaan. Aku segera pulang untuk memberi tahu Bude Sarah kabar baik ini.
Sesampainya di rumah, aku melihat Bude Sarah sedang duduk di teras, menatap langit senja. "Bude, aku mendapatkan pekerjaan!" seruku, wajahku berseri-seri.
Bude Sarah tersenyum lebar, "Alhamdulillah, Bude ikut senang mendengarnya. Kamu memang anak yang hebat."
Malam itu, kami merayakan keberhasilanku dengan makan malam sederhana namun penuh kebahagiaan.
Aku merasa lega karena akhirnya bisa membantu Bude Sarah. Aku berjanji pada diriku sendiri untuk bekerja keras dan memberikan yang terbaik untuk Bude Sarah, wanita yang telah memberiku kasih sayang. seorang ibu.
ILHAM 35 TAHUN SEORANG PEKERJA KERAS,MEMILIKI PARAS MUKA YANG SUPER GANTENG,MEMBUAT SEMUA ORANG TERPIKAT KEPADANYA. DAN SAAT INI PEKERJAAN INILAH YANG MENGHARUSKAN ILHAM TINGGAL DAN BERPINDAH KE KOTA LAIN. NAMUN SIAPA SANGKA, PADA AKHIRNYA ILHAM MENEMUKAN SEORANG TETANGGA APARTEMEN YANG MEMBUATNYA JATUH CINTA.
Gadis cantik dan indah itulah Indri yang merasa kesepian di tinggal seorang ibu dan ayah yang berubah jahat seketika membuat Indri merasa kecewa. Seketika hadirlah seorang ibu dengan anak lelakinya yang hadir di kehidupan Indri dan sang ayah,membuat rindu terpukul dan sedih Rindu yang tak mengerti apa yang harus dilakukan, seketika mengubah semua Indri menjadi semangkin liar dengan kehadiran sang ibu dan Abang tirinya..
Nia 36Thn memiliki badan yang sexy,payudara besar,dan Nita anaknya 17thn gadis SMA yang memiliki payudara besar sama sama membuat pria yang tinggal di kost mereka terpesona tetapi Andi,lelaki yang selalu mendapatkan kenikmatan dari ibu dan anak setiap harinya yang selalu beruntung dari semua penghuni kost dan jatuh cinta pada mereka
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Selama tiga tahun pernikahannya dengan Reza, Kirana selalu rendah dan remeh seperti sebuah debu. Namun, yang dia dapatkan bukannya cinta dan kasih sayang, melainkan ketidakpedulian dan penghinaan yang tak berkesudahan. Lebih buruk lagi, sejak wanita yang ada dalam hati Reza tiba-tiba muncul, Reza menjadi semakin jauh. Akhirnya, Kirana tidak tahan lagi dan meminta cerai. Lagi pula, mengapa dia harus tinggal dengan pria yang dingin dan jauh seperti itu? Pria berikutnya pasti akan lebih baik. Reza menyaksikan mantan istrinya pergi dengan membawa barang bawaannya. Tiba-tiba, sebuah pemikiran muncul dalam benaknya dan dia bertaruh dengan teman-temannya. "Dia pasti akan menyesal meninggalkanku dan akan segera kembali padaku." Setelah mendengar tentang taruhan ini, Kirana mencibir, "Bermimpilah!" Beberapa hari kemudian, Reza bertemu dengan mantan istrinya di sebuah bar. Ternyata dia sedang merayakan perceraiannya. Tidak lama setelah itu, dia menyadari bahwa wanita itu sepertinya memiliki pelamar baru. Reza mulai panik. Wanita yang telah mencintainya selama tiga tahun tiba-tiba tidak peduli padanya lagi. Apa yang harus dia lakukan?
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.
Setelah menyembunyikan identitas aslinya selama tiga tahun pernikahannya dengan Kristian, Arini telah berkomitmen sepenuh hati, hanya untuk mendapati dirinya diabaikan dan didorong ke arah perceraian. Karena kecewa, dia bertekad untuk menemukan kembali jati dirinya, seorang pembuat parfum berbakat, otak di balik badan intelijen terkenal, dan pewaris jaringan peretas rahasia. Sadar akan kesalahannya, Kristian mengungkapkan penyesalannya. "Aku tahu aku telah melakukan kesalahan. Tolong, beri aku kesempatan lagi." Namun, Kevin, seorang hartawan yang pernah mengalami cacat, berdiri dari kursi rodanya, meraih tangan Arini, dan mengejek dengan nada meremehkan, "Kamu pikir dia akan menerimamu kembali? Teruslah bermimpi."
Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."