/0/22117/coverbig.jpg?v=25ee710579a03ee84a9cb06a5ebbea30)
Dua tahun menikah dengan Arya, Aulia tak pernah benar-benar merasa dicintai. Bukan karena Arya pria yang buruk, melainkan karena hatinya selalu terikat pada sosok lain-Dinda, mantan istrinya yang dulu ia nikahi selama lima tahun. Meski telah bercerai, bayang-bayang Dinda masih menjadi bagian besar dalam hidup Arya. Aulia lelah. Bagaimana bisa ia terus memperjuangkan seseorang yang bahkan tak pernah meletakkannya sebagai prioritas? Hingga akhirnya, pernikahan mereka runtuh. Kini, setelah bercerai, Arya justru kembali mendekati Aulia, bersumpah bahwa ia ingin memperbaiki segalanya. Tapi apakah hati Aulia masih bisa menerima Arya? Atau ini hanya salah satu permainan abu-abu Arya yang lainnya?
Aulia duduk di sudut kafe kecil yang hangat, dengan sebuah cangkir kopi yang hampir dingin di hadapannya. Waktu terasa lambat, seolah setiap detik berlalu dengan berat. Matanya kosong, menatap permukaan kopi yang berwarna hitam pekat, namun tidak mampu mengusir kekosongan di dalam dirinya. Hatinya sudah terlalu lama terkoyak, seperti selembar kertas yang dipaksa disobek berulang kali, dan kini tinggal serpihan-serpihan yang sulit untuk disatukan lagi.
Dua bulan sudah berlalu sejak perceraian itu. Dua bulan yang memberikan Aulia sedikit ruang untuk bernafas, meski setiap malam ia masih terjaga, terjaga dari mimpi buruk yang terus menghantuinya. Mimpi yang sama: Arya, suaminya yang dulu, dan Dinda, mantan istri yang selalu menjadi bayangan tak terjangkau, berdiri berdampingan. Saling memandang, saling berbicara, saling tersenyum, sementara Aulia merasa seperti orang asing yang berdiri di sudut, tak pernah benar-benar ada di dunia mereka. Dan meskipun ia sudah bercerai, bayangan itu tidak pernah pergi.
"Aulia?"
Suara itu, lembut namun penuh tekanan, mengusik lamunannya. Aulia terkejut, tubuhnya langsung menegang. Ia tak perlu menoleh untuk tahu siapa yang baru saja memanggilnya. Hanya satu nama yang dapat membuatnya merasa cemas dan marah sekaligus: Arya.
Dengan hati yang berdegup kencang, Aulia mengangkat wajahnya perlahan. Di hadapannya berdiri Arya, mengenakan kemeja biru yang tampak pas di tubuhnya yang masih tegap. Namun kali ini, ada yang berbeda. Matanya lebih lelah, lebih gelap, dan ada kerut di dahinya yang menunjukkan betapa banyaknya pikiran yang mengganggu benaknya. Tak ada senyum di wajahnya, hanya ekspresi serius yang entah bagaimana membuat Aulia merasa semakin tidak nyaman.
"Arya," ucap Aulia, berusaha menahan getaran yang mulai menjalar di suaranya. Ia merasakan ada rasa sakit yang terpendam, namun ia tak ingin menunjukkannya. "Apa yang kau lakukan di sini?"
Arya menarik kursi di depannya tanpa meminta izin, duduk dengan sikap yang mencoba terlihat tenang. Namun Aulia tahu, ada sesuatu yang berbeda. Pria itu terlihat lebih rapuh, lebih memerlukan.
"Aulia, aku ingin bicara," kata Arya, nadanya rendah, hampir seperti permohonan.
Aulia mengalihkan pandangannya ke luar jendela, mencoba untuk menenangkan hatinya. "Untuk apa? Kita sudah tidak ada apa-apa lagi, Arya. Semua sudah selesai." Suaranya terdengar datar, meski hatinya berteriak sebaliknya. Bagaimana mungkin ia bisa berpura-pura tidak merasa apa-apa setelah dua tahun menikah dengan pria ini, setelah dua tahun merasa seperti bayangan dalam hidupnya?
"Aku tahu aku salah," kata Arya, suaranya terasa begitu dalam dan penuh penyesalan. "Aku tahu aku... aku telah mengabaikanmu, Aulia. Dan aku sangat menyesal."
Aulia menahan napas. Kata-kata itu terdengar familiar. Seperti mantra yang sudah terlalu sering ia dengar, tapi tak pernah benar-benar ia rasakan. Setiap kata itu terucap, namun tak pernah menyembuhkan luka yang semakin dalam. Ia hanya bisa memandang Arya dengan tatapan kosong. "Kau menyesal?" ucapnya pelan. "Kau menyesal karena kita berakhir? Atau karena kau kehilangan seseorang yang selalu ada untukmu, sementara yang kau inginkan sebenarnya adalah Dinda?"
Arya menundukkan kepala. "Aulia... aku tahu aku sudah membuat kesalahan besar. Aku terlalu lama terjebak di masa lalu. Aku belum siap melepas Dinda, dan aku menyakitimu, aku tahu itu."
Aulia tertawa pahit. "Masa lalu? Kau pikir aku ini apa, Arya? Apa aku hanya tempatmu berlabuh sementara, sampai kau selesai dengan bayangan masa lalumu?" Pertanyaan itu seperti pisau yang tajam, melukai tanpa ampun. "Aku selalu tahu, sejak awal, bahwa aku bukan pilihan utamamu. Dinda selalu lebih penting, dan aku hanya menjadi pengalih perhatian, seseorang yang ada di sana untuk mengisi kekosongan."
"Aulia, itu tidak benar!" Arya hampir berteriak, dan Aulia melihat matanya mulai berkaca-kaca. "Aku mencintaimu! Aku hanya... aku tidak tahu bagaimana caranya untuk menghapus Dinda dari pikiranku. Aku tidak tahu bagaimana caranya untuk mencintaimu sepenuhnya saat hatiku masih terikat pada masa lalu. Tapi aku sudah melupakan semuanya. Aku ingin memperbaiki segalanya. Aku ingin kita kembali bersama."
Seketika itu, Aulia merasa seperti dunia sekitarnya berputar begitu cepat. Kata-kata itu, permohonan itu, terdengar seperti kebohongan yang sudah terlalu sering didengar, tetapi kali ini, entah kenapa, terasa sangat nyata. "Kembali bersama?" ucapnya dengan suara yang nyaris tidak terdengar. "Setelah semuanya, kau datang dengan kata-kata itu? Kau pikir aku bisa begitu saja melupakan semua rasa sakit yang kau berikan? Kau pikir aku bisa menerima semua itu begitu saja?"
Arya terdiam. Ia menggigit bibirnya, mencoba menahan tangis yang sudah semakin dekat. "Aku tidak bisa mengubah apa yang telah terjadi. Aku tahu itu. Aku hanya ingin kesempatan kedua, Aulia. Tolong beri aku kesempatan untuk membuktikan bahwa aku bisa lebih baik. Aku... aku mencintaimu."
Aulia merasa seolah-olah seluruh tubuhnya terhimpit oleh kata-kata itu. "Kau mencintaiku?" tanya Aulia, menatap Arya dengan mata yang mulai memerah. "Kau mencintaiku? Di saat aku merasa seperti bayangan dalam hidupmu? Saat kau selalu memprioritaskan Dinda? Kau baru sadar itu sekarang?"
Arya mengangguk, tetapi Aulia tidak bisa melihat lebih jauh. Ia merasa hatinya seperti teriris-iris. Ia tahu, mungkin ia tak akan pernah benar-benar bisa melepaskan Arya, meskipun ia ingin sekali. Mungkin ia akan selalu mencintainya, bahkan setelah semua yang telah terjadi. Tapi satu hal yang pasti, Aulia tidak bisa hidup dalam bayang-bayang. Ia tidak bisa mencintai seseorang yang tidak pernah benar-benar menghargainya.
"Aku tidak bisa, Arya," jawab Aulia, suara itu terdengar begitu lelah dan putus asa. "Aku sudah terlalu terluka. Aku tidak bisa kembali, dan aku tidak bisa memaafkan semua yang telah terjadi. Aku bukan pilihan kedua, dan aku tidak akan pernah bisa menjadi itu."
Arya menatapnya, matanya penuh dengan harapan yang semakin memudar. Tapi Aulia sudah membuat keputusan. Ia sudah cukup merasakan sakit itu. Kini, waktunya untuk pergi, untuk menutup bab ini dalam hidupnya.
Dengan satu tarikan napas panjang, Aulia berdiri dari kursinya, meninggalkan Arya yang masih terdiam di tempatnya. Langkahnya tegap, meski hatinya hancur. Saat pintu kafe itu tertutup di belakangnya, ia merasa sedikit lebih bebas, meski rasa sakit itu masih akan terus ada.
Namun satu hal yang pasti: ia tidak akan kembali menjadi bayangan dalam hidup seseorang yang tak pernah benar-benar melihatnya.
Amara Pratama, seorang perempuan muda berusia 24 tahun, terjebak dalam dilema hidup yang menghancurkan hati. Putranya, Aksa, yang berusia tiga tahun, membutuhkan operasi segera untuk menyelamatkan nyawanya. Di tengah keputusasaan, sebuah tawaran menghampiri dari Rendra Baskara, seorang CEO sukses namun berhati dingin. Dengan bayaran yang menjanjikan, Amara menerima pekerjaan sebagai sekretaris pribadinya, yang diam-diam menyembunyikan tugas tambahan: menjadi penghangat ranjang pria itu. Namun, tugas ini menjadi beban berat bagi Amara, terutama karena istri Rendra, Laras, adalah seorang perempuan lembut dan baik hati yang menganggapnya teman. Amara pun terseret dalam pusaran rasa bersalah yang mendalam. Saat kontrak itu berakhir, Amara berniat meninggalkan Rendra dan hidup tenang bersama putranya. Namun, segalanya menjadi rumit ketika Rendra mulai memahami bahwa Amara adalah sosok yang selama ini ia cari: cinta yang tak pernah ia sadari. Keputusan Rendra untuk meninggalkan Laras demi Amara justru membuka konflik yang lebih dalam-tentang cinta, pengkhianatan, dan pengorbanan.
Dylan Cassanova, pria berusia 27 tahun yang dikenal sebagai seorang miliarder tampan, kaya raya, dan berkuasa. Semua orang tahu siapa dia, atau lebih tepatnya apa dia-seorang pemikat wanita. Hidupnya diwarnai oleh pesta, ketenaran, dan wanita-wanita yang datang dan pergi begitu saja. Tidak ada yang bisa bertahan lama di sisinya, kecuali mereka yang tertarik pada kemewahan, dan bukan pada dirinya. Tidak ada yang pernah merasa cukup untuk meluluhkan hatinya, dan tak ada yang pernah sukses mencuri hatinya dari kemewahan dan ambisi yang menjadi hidupnya. Namun, ada satu nama yang selalu muncul dalam pembicaraan orang-orang-Serena Tanaya. Seorang wanita biasa yang tidak tertarik pada harta atau kekuasaan, tetapi lebih pada nilai-nilai dan perasaan yang terkubur dalam diri Dylan. Keberadaan Serena telah membantah segala rumor yang berkembang tentang Dylan. Apakah dia benar-benar bisa meruntuhkan tembok hati pria itu?
Yuvina, pewaris sah yang telah lama terlupakan, kembali ke keluarganya, mencurahkan isi hatinya untuk memenangkan hati mereka. Namun, dia harus melepaskan identitasnya, prestasi akademisnya, dan karya kreatifnya kepada saudara perempuan angkatnya. Sebagai imbalan atas pengorbanannya, dia tidak menemukan kehangatan, hanya pengabaian yang lebih dalam. Dengan tegas, Yuvina bersumpah akan memutus semua ikatan emosional. Berubah, dia sekarang berdiri sebagai ahli seni bela diri, mahir dalam delapan bahasa, seorang ahli medis yang terhormat, dan seorang desainer terkenal. Dengan tekad yang baru ditemukan, dia menyatakan, "Mulai hari ini dan seterusnya, tidak ada seorang pun di keluarga ini yang boleh menyinggungku."
Novel ini berisi kompilasi beberapa cerpen dewasa terdiri dari berbagai pengalaman percintaan penuh gairah dari beberapa karakter yang memiliki latar belakang profesi yan berbeda-beda serta berbagai kejadian yang dialami oleh masing-masing tokoh utama dimana para tokoh utama tersebut memiliki pengalaman bercinta dengan pasangannya yang bisa membikin para pembaca akan terhanyut. Berbagai konflik dan perseteruan juga kan tersaji dengan seru di setiap cerpen yang dimunculkan di beberapa adegan baik yang bersumber dari tokoh protagonis maupun antagonis diharapkan mampu menghibur para pembaca sekalian. Semua cerpen dewasa yang ada pada novel kompilasi cerpen dewasa ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga menambah wawasan kehidupan percintaan diantara insan pecinta dan mungkin saja bisa diambil manfaatnya agar para pembaca bisa mengambil hikmah dari setiap kisah yan ada di dalam novel ini. Selamat membaca dan selamat menikmati!
Setelah tiga tahun menikah yang penuh rahasia, Elsa tidak pernah bertemu dengan suaminya yang penuh teka-teki sampai dia diberikan surat cerai dan mengetahui suaminya mengejar orang lain secara berlebihan. Dia tersentak kembali ke dunia nyata dan bercerai. Setelah itu, Elsa mengungkap berbagai kepribadiannya: seorang dokter terhormat, agen rahasia legendaris, peretas ulung, desainer terkenal, pengemudi mobil balap yang mahir, dan ilmuwan terkemuka. Ketika bakatnya yang beragam diketahui, mantan suaminya diliputi penyesalan. Dengan putus asa, dia memohon, "Elsa, beri aku kesempatan lagi! Semua harta bendaku, bahkan nyawaku, adalah milikmu."
21+ Bijaklah dalam membaca! Mengandung bayak Konten Dewasa. Nama ku Laras, Aku seorang Anak Yatim Piatu dan sudah putus sekolah, tinggal sendiri di rumah reyot peninggalan alm Ibu dan Ayah ku. Aku tinggal di sebuah dusun terpencil, yang berada si sekitar perkebunan Sawit. Terpaksa Aku harus menjadi Buruh harian di Kebun Sawit Milik Juragan Johan, demi kelangsungan hidup ku. Singkat perkenalan, Juragan Johan ini lah Ayah ku dan Ayah dari Anak ku, dan juga jadi mertua ku Ikuti kisahnya biar ga bingung. Bagaimana semua itu bisa terjadi
Menikahi single mom yang memiliki satu anak perempuan, membuat Steiner Limson harus bisa menyayangi dan mencintai bukan hanya wanita yang dia nikahi melainkan anak tirinya juga. Tetapi pernikahan itu rupanya tidak berjalan mulus, membuat Steiner justru jatuh cinta terhadap anak tirinya.
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.