/0/21276/coverbig.jpg?v=20241126133119)
Seorang wanita menjalani hubungan rahasia dengan pria yang ia cintai, meskipun ia tahu pria itu sudah menikah. Ketika hubungan mereka akhirnya terungkap, semuanya berubah menjadi kehancuran dan penyesalan.
Gedung megah tempat acara networking malam itu dipenuhi suara gelas berdenting dan obrolan formal. Anna, seorang wanita muda yang baru memulai kariernya di dunia periklanan, merasa sedikit gugup di tengah-tengah kerumunan para profesional yang terlihat jauh lebih berpengalaman darinya. Ia memegang gelas sampanye dengan gugup, mengedarkan pandangan mencari tempat yang nyaman untuk menyendiri.
"Sepertinya acara seperti ini bukan tempat favorit Anda," sebuah suara bariton terdengar di belakangnya. Anna berbalik dan mendapati seorang pria berusia pertengahan 30-an berdiri di sana dengan senyum ramah. Jas mahal yang ia kenakan, ditambah dengan auranya yang percaya diri, membuat pria itu tampak berbeda dari kebanyakan orang di ruangan itu.
Anna tersenyum kecil. "Anda benar. Saya tidak terlalu pandai berbasa-basi di acara seperti ini."
Pria itu tertawa pelan. "Kalau begitu, kita sama. Saya lebih suka bekerja daripada berdiri di sini berbincang tentang hal-hal yang sebenarnya tidak penting."
Anna merasa lebih rileks. "Anna. Saya baru bergabung di perusahaan periklanan kecil di Jakarta."
Pria itu mengulurkan tangan. "Arga. Saya bekerja di sektor properti. Senang bertemu dengan Anda."
Ketika Anna menyambut jabat tangannya, ia merasakan kehangatan yang aneh dari pria itu. Perbincangan mereka mengalir dengan mudah. Mereka berbicara tentang pekerjaan, kehidupan di Jakarta, dan sedikit tentang minat pribadi. Arga tampak seperti pria yang sederhana meskipun statusnya jelas berada di atas rata-rata.
Namun, di tengah percakapan, mata Anna menangkap sesuatu di tangan kiri Arga. Sebuah cincin emas berkilau.
"Jadi, Anda sudah menikah?" tanya Anna dengan nada netral, meski ada rasa gugup yang merayap.
Arga tersenyum tipis dan mengangguk. "Ya, sudah cukup lama. Tapi terkadang, pernikahan itu seperti sebuah bisnis juga-tidak selalu berjalan sesuai harapan."
Anna terdiam. Ia merasa ada sesuatu yang salah dengan arah percakapan ini, tetapi pesona Arga terlalu sulit untuk diabaikan.
Arga menatapnya, kali ini dengan intensitas yang lebih dalam. "Anna, saya tahu ini mungkin terlalu cepat, tapi... saya merasa kita punya koneksi yang unik. Anda merasakannya juga, bukan?"
Anna tersentak mendengar kata-kata itu. "Arga, Anda menikah. Saya tidak ingin terjebak dalam situasi yang rumit."
"Tidak ada yang perlu Anda khawatirkan. Saya hanya ingin mengenal Anda lebih baik, tanpa tekanan apa pun," jawab Arga dengan nada meyakinkan.
Anna mencoba tersenyum untuk mengakhiri pembicaraan, tetapi perasaannya mulai bercampur aduk. Ia tahu ini berbahaya, tetapi pesona Arga dan kata-katanya yang terasa tulus mulai menggerogoti logikanya.
Minggu berikutnya
Anna menerima pesan di ponselnya:
"Anna, saya harap Anda punya waktu untuk kopi sore ini. Tidak ada maksud lain, hanya ingin berbincang seperti teman. - Arga"
Anna menatap pesan itu cukup lama sebelum akhirnya membalas singkat:
"Baiklah, jam 3?"
Di kafe kecil di sudut Jakarta
Anna datang lebih awal, merasa gelisah. Beberapa menit kemudian, Arga tiba dengan senyum menawan seperti biasa.
"Terima kasih sudah mau datang," ucap Arga sambil duduk.
Anna memandangnya, mencoba menjaga nada suaranya tetap netral. "Jadi, apa sebenarnya yang Anda inginkan dari saya?"
Arga menghela napas panjang. "Saya tidak akan berbohong, Anna. Hidup saya tidak seindah yang terlihat. Pernikahan saya sudah lama kehilangan arah. Bertemu dengan Anda membuat saya merasa hidup kembali."
"Dan Anda pikir itu alasan yang cukup untuk memulai sesuatu yang salah?" Anna memotong, mencoba mempertahankan akalnya.
"Tidak. Tapi saya hanya ingin kejujuran. Tidak ada tekanan, Anna. Kalau Anda merasa ini salah, saya tidak akan memaksa," jawab Arga dengan nada lembut.
Anna terdiam. Hatinya bergemuruh. Ia tahu harus pergi, tetapi di dalam dirinya, ada sesuatu yang ingin tetap tinggal.
Anna mengaduk cappuccino-nya perlahan, mencoba menghindari tatapan Arga yang terus terarah padanya. Suasana di kafe yang semula terasa nyaman mendadak penuh dengan ketegangan yang tak terucap. Ia tahu bahwa duduk di sini, di depan pria yang sudah menikah, adalah sebuah langkah menuju jalan yang salah. Namun, pesona dan kata-kata Arga membuatnya sulit melangkah pergi.
"Kenapa Anda tidak mencoba memperbaiki pernikahan Anda daripada... begini?" tanya Anna akhirnya, memecah keheningan. Nada suaranya tajam, meski ia tahu hatinya tidak sekuat itu.
Arga menatapnya sejenak sebelum menjawab, "Sudah saya coba, Anna. Percayalah, saya sudah melakukan segalanya. Tapi terkadang, ketika sesuatu sudah retak, tidak peduli seberapa keras Anda mencoba, retakan itu tetap ada."
Anna menghela napas panjang, merasa tersesat di tengah perdebatan moral dalam dirinya. "Tapi, saya tidak ingin menjadi alasan retakan itu semakin lebar, Arga. Saya tidak ingin terlibat dalam... situasi ini."
"Tidak ada yang memaksa Anda," jawab Arga dengan suara tenang, tetapi ada nada ketulusan yang membuat Anna semakin ragu. "Saya hanya ingin Anda tahu bahwa sejak bertemu dengan Anda, saya merasa hidup saya berubah. Saya tidak meminta Anda untuk memberi saya apa pun sekarang. Hanya... izinkan saya berada di sekitar Anda."
Anna tertawa kecil, pahit. "Itu terdengar seperti permintaan sederhana, tapi kita berdua tahu ini lebih rumit dari itu."
Arga tersenyum tipis. "Mungkin. Tapi terkadang, hidup memang rumit."
Setelah pertemuan itu, Anna mencoba melanjutkan hidupnya seperti biasa. Namun, pesan-pesan dari Arga terus datang. Sebagian besar hanya berupa sapaan ringan atau pertanyaan tentang kesehariannya, tetapi setiap kali Anna melihat namanya muncul di layar ponselnya, hatinya selalu bergetar.
Suatu malam, saat Anna duduk di meja makan kecil di apartemennya, ponselnya kembali bergetar. Sebuah pesan dari Arga.
"Saya tahu ini egois, tapi saya tidak bisa berhenti memikirkan Anda. Bisakah kita bertemu lagi? Hanya sebentar."
Anna menatap layar ponselnya dengan ragu. Ia tahu ia seharusnya tidak membalas, tetapi jari-jarinya bergerak seolah memiliki pikiran sendiri.
"Kapan?"
Balasannya datang dengan cepat.
"Besok malam. Ada restoran kecil di sudut Senopati. Saya akan menunggu Anda di sana."
Keesokan harinya
Anna berdiri di depan cermin, mengenakan gaun hitam sederhana yang ia pilih dengan hati-hati. Perasaannya campur aduk-antara kegembiraan dan rasa bersalah yang terus menghantuinya.
Ketika ia tiba di restoran yang dimaksud, Arga sudah menunggu di salah satu meja yang agak tersembunyi. Ia berdiri ketika melihat Anna masuk, memberikan senyum hangat yang membuat hati Anna kembali bergemuruh.
"Terima kasih sudah datang," ucap Arga ketika Anna duduk.
"Saya tidak yakin ini keputusan yang benar," jawab Anna jujur.
"Tidak ada yang benar atau salah dalam hal perasaan," balas Arga dengan tenang.
Obrolan mereka berlangsung dengan lebih santai malam itu. Mereka berbagi cerita tentang masa kecil, impian yang belum tercapai, dan hal-hal kecil yang membuat mereka tertawa. Meski rasa bersalah terus mengintip di sudut pikirannya, Anna tidak bisa menyangkal betapa nyamannya ia berada di sekitar Arga.
Namun, di tengah percakapan, Arga tiba-tiba terdiam. Ia menatap Anna dengan intensitas yang membuat gadis itu merasa gelisah.
"Ada apa?" tanya Anna, mencoba tersenyum untuk mengusir kecanggungan.
Arga menghela napas panjang. "Saya tahu ini tidak adil bagi Anda. Tapi saya tidak ingin kehilangan kesempatan untuk mengatakan ini... Saya mencintai Anda, Anna."
Kata-kata itu seperti petir yang menyambar Anna. Ia menatap Arga dengan mata terbelalak, tidak tahu harus merespons apa.
"Arga..." suaranya gemetar. "Ini salah. Anda tahu ini salah."
"Ya, saya tahu. Tapi saya tidak bisa mengabaikan apa yang saya rasakan. Anda membuat saya merasa hidup kembali, Anna. Sesuatu yang sudah lama hilang dari hidup saya."
Anna merasakan air matanya menggenang. Ia tidak tahu apakah itu karena rasa haru, rasa bersalah, atau kombinasi keduanya.
"Arga, Anda harus kembali ke istri Anda," bisiknya. "Saya tidak bisa... saya tidak bisa seperti ini."
Namun, di dalam hatinya, ia tahu ia tidak yakin apakah ia cukup kuat untuk benar-benar menjauh.
Bersambung...
Seorang pria yang percaya bahwa hubungannya tak tergoyahkan mulai merasa ada yang salah ketika kekasihnya menjadi dingin. Saat ia mencoba menyelamatkan hubungan mereka, ia mengetahui bahwa kekasihnya telah berpaling pada pria lain.
Sepasang suami istri yang saling mencintai menghadapi ujian ketika salah satu dari mereka terlibat dalam perselingkuhan emosional. Pengkhianatan ini menjadi titik balik yang menantang mereka untuk menentukan apakah hubungan itu layak dipertahankan.
Seorang wanita muda yang baru menikah menghadapi kenyataan pahit bahwa suaminya menjalin hubungan dengan rekan kerjanya. Dalam proses menghadapi pengkhianatan ini, ia menemukan kekuatan untuk membangun kembali hidupnya sendiri.
Seorang pria yang terlihat bahagia dengan pernikahannya diam-diam menjalin hubungan dengan sahabat istrinya. Ketika kebenaran terungkap, dampaknya menghancurkan kehidupan semua orang yang terlibat.
Zara adalah wanita dengan pesona luar biasa yang menyimpan hasrat membara di balik kecantikannya. Sebagai istri yang terperangkap dalam gelora gairah yang tak tertahankan, Zara terseret ke dalam pusaran hubungan terlarang yang menggoda dan penuh rahasia. Dimulai dengan Pak Haris, bos suaminya yang memikat, kemudian berlanjut ke Dr. Zein yang berkarisma. Setiap perselingkuhan menambah bara dalam kehidupan Zara yang sudah menyala dengan keinginan. Pertemuan-pertemuan memabukkan ini membawa Zara ke dalam dunia di mana batas moral menjadi kabur dan kesetiaan hanya sekadar kata tanpa makna. Ketegangan antara kehidupannya yang tersembunyi dan perasaan bersalah yang menghantuinya membuat Zara merenung tentang harga yang harus dibayar untuk memenuhi hasratnya yang tak terbendung. Akankah Zara mampu menguasai dorongan naluriahnya, atau akankah dia terus terjerat dalam jaring keinginan yang bisa menghancurkan segalanya?
Kemudian Andre membuka atasannya memperlihatkan dada-nya yang bidang, nafasku makin memburu. Kuraba dada-nya itu dari atas sampah kebawah melawati perut, dah sampailah di selangkangannya. Sambil kuraba dan remas gemas selangkangannya “Ini yang bikin tante tadi penasaran sejak di toko Albert”. “Ini menjadi milik-mu malam ini, atau bahkan seterusnya kalau tante mau” “Buka ya sayang, tante pengen lihat punya-mu” pintuku memelas. Yang ada dia membuka celananya secara perlahan untuk menggodaku. Tak sabar aku pun jongkok membantunya biar cepat. Sekarang kepalaku sejajar dengan pinggangnya, “Hehehe gak sabar banget nih tan?” ejeknya kepadaku. Tak kupedulikan itu, yang hanya ada di dalam kepalaku adalah penis-nya yang telah membuat penasaran seharian ini. *Srettttt……
Warning! Banyak adegan dewasa 21+++ Khusus untuk orang dewasa, bocil dilarang buka!
Sebuah cerita yang berkisah keluarga yang terpisah karena perceraian yang menyisakan duka buat anaknya karena tidak mengerti dengan kondisi orang tuanya. Hingga suatu saat terjadilah malam jahanam yang tidak disengaja dan tidak direncanakan. Aku tidak menyangka kalau semuanya ini bakal terjadi. Aku memang sering mengkhayalkannya. Tapi tidak pernah merencanakannya. Dan begitulah, kehidupanku jadi banyak liku - likunya. Liku - liku yang indah mau pun yang jahanam. Tapi aku harus mengakuinya, bahwa semua itu jahanam tapi indah… indah sekali.
Bagi yang belum cukup umur, DILARANG KERAS Membaca Cerita ini, karena banyak sekali adegan Dewasa. Mohon Bijak Dalam Membaca.⚠️ Menceritakan seorang anak muda, yang terjerumus kedalam lubang hitam, hingga akhirnya, pemuda tampan kecanduan seks dengan Guru dan keluarganya sendiri.