/0/20625/coverbig.jpg?v=80dc8f5bb8543b75828ec4f7da8ee091)
Tak ada anak yang bisa memilih terlahir dari orang tua yang seperti apa, tapi keputusan untuk memiliki anak serta membahagiakannya ada di tangan setiap orang tua. Sayangnya Kasih tidak bisa merasakan kebahagiaan itu sejak lahir. Ia dianggap 'kecelakaan', seharusnya tak ada, tapi mau tak mau harus tetap dibesarkan. Setiap nama biasanya mengandung doa dan harapan terbaik, sebenarnya di balik nama Kasih, terselip harapan sang Ibu agar pria yang menikahinya secara sirih itu akhirnya bisa merasakan kasih sayang yang lebih besar dari keluarganya. Kenyataannya, kehadiran Kasih justru menciptakan jarak yang makin jauh, bahkan membuat mereka berpisah.
Sejak lahir aku tak pernah menemukan banyak pilihan untuk dijalani. Terlahir dari orang tua yang tidak menginginkan kehadiranku, termasuk diantaranya.
"Jangan tinggalin aku dan Kasih, Bang!" Jerit Ibuku waktu itu masih terngiang hingga hari ini.
Pertengkaran demi pertengkaran di rumah kecil kami saat itu bukanlah hal yang baru bagiku. Sudah tak terhitung lagi berapa kali mereka bertengkar, hingga akhirnya aku terbiasa dengannya.
"Salah sendiri kau melahirkan anak itu! Aku kan sudah bilang dari dulu, tidak mau punya anak darimu!"
"Tapi kenapa nanti sekarang kamu perginya, Bang? Kenapa justru saat Kasih sudah berumur tujuh tahun? Aku pikir kamu sudah menerimanya!"
"Aku memang sengaja menunggunya besar dulu! Setidaknya aku pernah membesarkan anak itu, biarpun terpaksa, tapi cukup sampai di sini. Aku rasa dia juga sudah cukup besar untuk mengerti keputusanku. Sekarang aku akan kembali pada keluargaku, jangan halangi aku!"
"Lalu bagaimana aku dengan Kasih tanpa kamu, Bang?"
"Jangan tanyakan padaku! Kau yang memilih jalan ini, Aku tidak merasa perlu bertanggungjawab pada anak yang tidak kuinginkan, tujuh tahun kurasa cukup untuk membesarkan anak itu, apa pendengaranmu juga sudah bermasalah? Baru juga aku bilang! lagian selama ini kita itu hanya menikah siri, jadi kau tidak akan pernah bisa menuntut!"
"Aku memang tidak akan menuntut, Bang ... pulanglah seperti biasa, aku juga bakal nunggu kamu seperti biasanya. Kamu akan pulang ke istri pertamamu itu, dan akan balik lima hari lagi ...."
"Kali ini tidak ada kata balik, jangan banyak berharap!"
"Tapi Bang, bukannya nikah siri pun tetap sah secara agama? Bagaimanapun kamu menolaknya, tetap saja Kasih ini darah dagingmu sendiri, tidak boleh kamu melepaskan kewajibanmu darinya, sebelum dia menikah nanti."
"Silahkan gunakan namaku padanya, tapi aku sudah tidak perduli lagi pada kalian berdua. Aku tak akan bisa lagi membohongi istriku. Mulai hari ini, aku bebaskan semua kewajibanmu sebagai istriku, aku talak tiga kau saat ini juga! Kita cerai!"
"Tidak! Aku tidak mau! Jangan pergi Bang ...."
Ayah tetap melangkahkan kakinya dengan tas ransel yang penuh dengan pakaiannya, meninggalkan Ibu yang histeris memanggil namanya dan berusaha menahan langkahnya, walau akhirnya gagal.
Dia yang ku panggil Ayah, ternyata tak pernah menganggap ku ada. Bahkan aku baru tahu, jika Ayah dan Ibuku hanya menikah secara siri, tentu saja waktu itu aku tak tahu artinya, sesuai kesepakatan keduanya, karena ia sudah memiliki istri dan anak di kota lain. Pantas saja, Ayah jarang di rumah.
"Ini semua gara-gara kamu! Seharusnya aku tidak melahirkan saat itu. Aku pikir dengan adanya kamu, bisa menahan Bang Jaya di sini selamanya, ternyata aku malah kehilangan dia!"
Aku tak akan pernah melupakan kalimat itu seumur hidupku. Ibu mengucapkannya sembari mengguncang tubuh kecilku. Aku pikir ia akan memukulku, ternyata tidak, Ibu hanya menangis histeris setelahnya, Ibuku terlihat sangat kacau, dan aku memilih menjauh darinya dengan tangisan tanpa suara.
Mengurung diri di kamar kecilku adalah hal pertama yang kulakukan, perasaan hampa dan tak dicintai itu sangat buruk, bahkan untuk anak berusia tujuh tahun, aku masih mengingatnya dengan jelas. Tentu saja, tak akan mudah menghilangkan memory buruk yang terjadi sejak kecil bukan? Setidaknya itu yang aku rasakan.
Setelah Ayah pergi, Ibu semakin jarang pulang ke rumah. Ia memilih untuk menghabiskan banyak waktu di tempat kerjanya. Saat pulang ke rumah ia enggan menegurku, lebih suka mengurung diri di kamar, dan aku akhirnya terbiasa sendiri. Sampai Ibu mengantarku ke rumah Bi Yana, satu-satunya saudara kandung Ibu.
"Kamu di sini saja, ibu akan pergi mencari Ayahmu," ucap Ibu sebelum ia pergi meninggalkanku di rumah Bi Yana, dan tak pernah kembali lagi. Setelah hari itu, aku tak tahu kabar Ibu, dan apakah ia akhirnya bertemu Ayah. Tak ada gunanya juga aku tahu soal itu, tak akan merubah apa pun pada hidupku.
Akhirnya aku menjalani masa kecilku hingga besar di rumah Bibi Yana dan Paman Darto, yang hidupnya agak lebih baik dari Ibu, namun beban mereka cukup berat dengan dua orang anak yang masih kecil dan pendapatan yang pas-pasan.
Ibu mungkin sedikit membenciku karena tak bisa menahan Ayah di sisinya, tapi setidaknya ia tetap menitipkan aku di sini, bukan di tempat asing, dan tidak dengan tangan kosong.
"Aku akan ke kota Mbak, tolong titip Kasih di sini ya ... aku tidak mungkin ajak dia," kata Ibu dengan suara pelan. Aku yang masih kecil hanya mendengar saja apa yang mereka bicarakan. Lagi-lagi semua percakapan Ibu dan Bibi hari itu, masih aku ingat sampai hari ini.
"Bukannya aku menolak, tapi kamu tahu sendiri ekonomi kami seperti apa Yen, dan membiayai dua anak saja, aku dan Bang Darto kesulitan, apalagi harus nambah satu ... kamu ngerti kan, maksud Mbak?
"Aku sangat paham dengan kondisi kalian, karena itu, aku menitipkan Kasih di sini, dengan semua perhiasan yang aku miliki ini, tolong pergunakan sesuai kebutuhan Kasih, jika pun Mbak butuh silahkan, asal bisa digunakan dengan bijak." Ibu mengeluarkan sebuah kotak berwarna merah yang cukup besar dan sangat cantik.
"Ini satu-satunya barang berharga milikku, bisa kan Mbak gunakan ini untuk keperluan Kasih?"
Bibi membuka kotak itu menghadapnya cukup lama, aku melihatnya dengan jelas, senyum itu ... ya, aku rasa Bibi senang dengan isi dari kotak itu, tapi itu hanya sesaat, setelah itu wajahnya kembali datar, dan meletakkan kotak itu pelan-pelan di depan kami.
"Baiklah jika kamu memaksa. Berapa lama kamu ke kota? Aku tidak bisa jamin semua perhiasan ini akan bisa menanggung hidup Kasih sampai dewasa, kamu pasti tau itu kan?"
"Aku tidak bisa pastikan Mbak, tapi nanti aku akan tetap mengabari Mbak, dan silahkan hubungi aku jika semua sudah habis, aku akan berusaha untuk mengirimkan uang pada Mbak."
Begitulah awalnya sampai aku terjebak di tempat yang sekali lagi, tidak benar-benar menginginkanku, namun aku sudah terbiasa. Setidaknya aku punya tempat untuk tidur dan makan, tidak peduli seburuk apa makanannya, atau harus kelelahan karena bekerja. Tak ada bedanya bagiku. Tinggal bersama Ibu pun aku melakukan hal yang sama.
Oh iya, soal perhiasan itu? Aku tak pernah tahu bagaimana nasibnya, wujudnya saja aku tak pernah melihat. Semuanya diatur oleh Bibi. Jika tahun pertama tinggal dengan mereka aku merasa nyaman, terlebih di tahun yang sama aku mulai masuk sekolah, semua berjalan dengan lancar. Di tahun kedua hingga hari ini, aku mulai belajar untuk benar-benar menjalani hidup dengan kedua tangan dan kakiku sendiri.
Karina kembali ke tanah air untuk memberi kejutan pada tunangannya, Daniel, namun di hari kepulangannya, ia justru mendapati pria yang dicintainya itu bersama sahabat baiknya, Vera. Hatinya hancur, dan dalam keadaan kalut, Karina meninggalkan apartemen Daniel namun mengalami kecelakaan yang mengubah hidupnya. Di sisi lain, Adrian, pewaris perusahaan besar, terjebak dalam pernikahan tanpa cinta dengan Alicia, seorang model yang lebih mementingkan kariernya. Untuk mendapatkan warisan dari sang kakek, Adrian harus memiliki anak bersama Alicia. Karena Alicia tak ingin hamil, mereka setuju menggunakan jasa ibu pengganti. Namun, prosedur medis yang keliru menyebabkan Karina, yang sedang mengalami masa sulit, justru mengandung anak Adrian. Tanpa tahu takdir yang mempertemukan mereka, Karina dan Adrian bertemu sebagai pegawai baru dan bos. Terjebak dalam rahasia besar dan konflik hati, kehidupan mereka berubah dalam perjalanan penuh intrik, ketegangan, dan cinta yang tak terduga.
WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?
Demi bisnis yang menguntungkan dirinya sendiri Rian tega menjual kekaksihnya pada seorang tuan muda yang bernama Albert. Albert menjadikan Renata yang merupakan seorang mahasiswa pertanian sebagai budak ranjangnya setiap hari, jika Albert marah Renata harus melayani Albert yang menyakitinya. namun seiring berjalannya waktu Albert memiliki rasa pada Renata dan menjadikannya pendamping hidup meski Albert harus menentang orang tuannya dan memutuskan pertunangannya dengan seorang wanita pilihan orang tuanya.
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Selama tiga tahun pernikahannya dengan Reza, Kirana selalu rendah dan remeh seperti sebuah debu. Namun, yang dia dapatkan bukannya cinta dan kasih sayang, melainkan ketidakpedulian dan penghinaan yang tak berkesudahan. Lebih buruk lagi, sejak wanita yang ada dalam hati Reza tiba-tiba muncul, Reza menjadi semakin jauh. Akhirnya, Kirana tidak tahan lagi dan meminta cerai. Lagi pula, mengapa dia harus tinggal dengan pria yang dingin dan jauh seperti itu? Pria berikutnya pasti akan lebih baik. Reza menyaksikan mantan istrinya pergi dengan membawa barang bawaannya. Tiba-tiba, sebuah pemikiran muncul dalam benaknya dan dia bertaruh dengan teman-temannya. "Dia pasti akan menyesal meninggalkanku dan akan segera kembali padaku." Setelah mendengar tentang taruhan ini, Kirana mencibir, "Bermimpilah!" Beberapa hari kemudian, Reza bertemu dengan mantan istrinya di sebuah bar. Ternyata dia sedang merayakan perceraiannya. Tidak lama setelah itu, dia menyadari bahwa wanita itu sepertinya memiliki pelamar baru. Reza mulai panik. Wanita yang telah mencintainya selama tiga tahun tiba-tiba tidak peduli padanya lagi. Apa yang harus dia lakukan?
Istriku Lidya yang masih berusia 25 tahun rasanya memang masih pantas untuk merasakan bahagia bermain di luar sana, lagipula dia punya uang. Biarlah dia pergi tanpaku, namun pertanyaannya, dengan siapa dia berbahagia diluar sana? Makin hari kecurigaanku semakin besar, kalau dia bisa saja tak keluar bersama sahabat kantornya yang perempuan, lalu dengan siapa? Sesaat setelah Lidya membohongiku dengan ‘karangan palsunya’ tentang kegiatannya di hari ini. Aku langsung membalikan tubuh Lidya, kini tubuhku menindihnya. Antara nafsu telah dikhianati bercampur nafsu birahi akan tubuhnya yang sudah kusimpan sedari pagi.