Rengganis sangat mencintai suaminya yang bernama Hans. Di bulan ketiga usia pernikahan mereka, Rengganis sudah di nyatakan positf hamil jangan tanya bagaimana bahagianya Rengganis berbanding terbalik dengan Hans yang justru dia berubah setelah tahu Rengganis hamil, tidak lagi romantis bahkan terkesan dingin ketika berada di dekatanya. Tak jarang mereka selalu bertengkar karena sang wanita ingin di mengerti dan di manja apa lagi posisi dia sedang hamil tapi itu tidak menyurutkan sikap Hans yang dingin bahkan semenjak hamil Rengganis tidak pernah di sentuh lagi. Sebagai istri jiwanya sangat terganggu, berbagai pikiran berkecamuk di benaknya tak jarang dia selalu melamun dan mempertanyakan pada diri sendiri apa kesalahannya sehingga sang suami berubah. Apa sebenarnya yang terjadi dengan Hans? Dan apa penyebab dia berubah? Akankah ada orang ke tiga? Atau ada faktor lain? Lalu, bagaimana nasib pernikahan mereka? Akankan Rengganis akan memperjuangkan pernikahnya dengan alasan ada anak?. Yuk simak kisahnya Rengganis dan Hans.
Rumah ini adalah menjadi saksi kebahagian Rengganis dan Hans dimana mereka selalu memadu kasih dan cinta. sikap Hans yang manis dan romanits membuat Rengganis merasa paling beruntung di dunia tapi itu dulu sebelum ahirnya Rengganis hamil setelah mereka menikah tiga bulan. Perubahan Hans sangat kentara sehingga membuat Rengganis banyak melamun seperti halnya sekarang dia sedang duduk termenung sambil menyusi bayi perempuan yang baru lima empat puluh hari.
"Sekarang aku selesai nifasnya, apa dia akan menyentuhku?" Gumam Rengganis seorang diri sambil menggoyangkan kursi goyang menghadap ke jendela.
Ya itulah alasan kenapa Rengganis tidak pernah di sentuh berawal ketika mengandung alasannya takut terjadi sesuatu pada janin jika berhubungan intim padahal sudah Rengganis jelaskan tidak akan pengaruh pada janin jika permainanya masih wajar.
"Apa dia ada cewek lain?" Kembali Rengganis bergumam. Hingga ahirnya pintu kamar terbuka membuat Rengganis menoleh. Dia pun tersenyum manis menyambut kedatangan suaminya sambil bangkit dari duduknya lalu meletakan sang anak ke atas kasur karena dia sudah terlelap.
"Mas," ucapnya manja sambil bergelayut manja di lengan sang suami yang memasang wajah datar.
"Mas ganti baju dulu," ucap Hans sambil melonggarkan dasinya lalu melangkah begitu saja ke arah kamar mandi mengabaikan Rengganis yang menatap punggungnya.
"Kamu kenapa sih mas? Apa aku sudah tidak cantik lagi di matamu?" Rengganis membalikan badanya dan menatap ke cermin dimana ada pantulan dirinya.
Dia terus mengamatinya dari mulai baju yang ia pake lalu memutar tubuhnya, pinggang ia ukur menggunakan jengkalan jari sampai ahirnya ia melangkah mendekatkan wajahnya ke cermin.
"Apa aku kurang perawatan ya? Apa lagi semenjak punya anak, " gumamnya menyentuh pipi kiri kanan.
"Apa dia punya wanita lain di luaran sana?"
Cklek..
Pintu kamar mandi terbuka membuat Rengganis menoleh dan menatap sang suami yang menggunakan handuk saja dia melangkah mendekat Rengganis langsung memeluknya. Karena dia berfikir jika suami kaku maka dia yang akan mencairkannya dan akan berusaha untuk menyenangkan suami. Itulah yang Rengganis lakukan mencoba untuk menghangatkan dan mencoba untuk memulai seperti pertama kali mereka menikah walau sudah pasti ujung-ujung nya Hans masih tetap bersikap dingin dan selalu enggan di sentuh oleh Rengganis. Tapi Rengganis tetep berusaha karena dia berfikir suaminya akan berubah dan luluh walau tidak di pungkiri hati terasa sakit dan perih setiap kali Hans menolak dan bersikap dingin.
"Mas aku sudah bisa di sentuh," ucapnya.
Hans bergeming bahkan dia tidak membalas pelukan Rengganis.
Sadar sang suami diam saja membuat Rengganis mendongakan kepalanya.
"Aku capek mau istirahat dulu," ucap Hans sambil melepasakan pelukan lalu melangkah ke arah lemari untuk menggunakan baju setelah selesai dia membaringkan tubuhnya ke atas kasur membelakangi sang anak dan itu tak luput dari tatapan Rengganis yang matanya mulai berembun.
"Mas kenapa setiap aku mau romatis ada saja alasanya!" Ucap Rengganis dengan suara bergetar.
"Sudahlah Mas capek, setiap pulang kamu selalu mengeluh akan itu! Bukannya introspeksi diri bagaimana caranya suami agar betah di rumah," Hans menoleh sesaat lalu kembali membalikan badanya membelakangi anak dan istrinya.
Rengganis menarik napas berat dan panjang lalu melangkah duduk di tepian kasur.
Hampir tiap hari mereka selalu seperti ini ada saja pertengkaran yang mereka debatkan dimana Rengganis menuntut Hans agar seprti dulu sedangakan Hans sendiri masih dingin bahkan seperti menghindar.
"Sebenarnya Mas kenapa? Semenjak aku mengandung sampe sekarang Mas sangat berubah. Aku rindu Mas yang dulu," isak Rengganis pada ahirnya.
Hans hanya bergeming dia tidak menimpali ucapan Rengganis.
"Setidaknya jika aku bicara mas ngomong ngasih penjelasan ke aku kenapa seperti itu dan apa salahku! Mas selalu menyuruh aku introspeksi diri. Sikap mana yang harus di ubah sementara aku merasa selalu ada dan memberikan yang terbaik buat mu mas!" Tekan Rengganis sengaja dia gak berteriak karena takut sang anak terganggu.
"Apa mas ada wanita lain selain aku!" Lanjutnya dengan air mata yang keluar membasahi pipi dengaj cepat Rengganis menghapusnya menggunakan punggung tanganya.
Hans membalikan badanya dan menatap Rengganis yang sedang menghapus air matanya, dia beringsut lalu menyibakan selimut dan turun dari ranjang. Rengganis pikir dia akan mendekatinya dan menenangkannya namun nyatanya dia mengarah ke arah pintu.
"Mas aku belum selesai ngomong!" Teriaknya pada ahirnya membuat sang anak menggerakan tangannya dengan mata masih terpejam.
Hans yang hendak meraih gagang pintu ia urungkan dia membalikan badannya menatap sang istri.
"Apa kamu tidak cape membahas ini terus? Sedangkan mas saja bosan mendengar perkataan kamu yang selalu bilang berubah, ingin di mengerti dan di manja. Mas di luaran sana mencari nafkah buat kamu dan anak kita apa itu tidak cukup membuat hati kamu bahagia? Aku membebaskaan uang buat kamu mau di pake apa saja silahkan tapi nyatanya masih saja mengeluh dan menuntut aku," sahut Hans dengan tatapan sulit di artikan.
"Bukan itu saja mas, bukan soal materi. Aku akui kamu sangat royal tapi aku juga butuh kasih sayang. Mana Hans yang dulu selalu romantis?" Ucap Rengganis menahan dadanya yang terasa sesak.
"Hans yang dulu sudah tidak ada, inilah aku sebenarnya jadi jangan harap keromantisan akan ada," timpal Hans menyunggingan senyuman seolah dia tidak merasa bersalah sama sekali pada Rengganis.
"Apa alasannya?" Teriak Rengganis dengan derai air mata yang terus membasahi pipinya.
Hans membuka pintu itu namun sebelum keluar dia menatap Rengganis sesaat.
"Mas!" Rengganis melangkah mendekat ke arah pintu yang sudah tertutup rapat dia memukul pintu itu hingga ahirnya rubuh dia menangis tersedu bahunya berguncang hebat dengan air mata yang membanjiri pipinya bahkan sudah beranak pinak.
Tidak menyangka bahwa pernikahanya yang baru seumur jangung sudah di terpa masalah terlebih dengan kondisi Rengganis dimana dia butuh vigur seorang suami agar tidak baby blues.
Terdengar suara tangis bayi mungil di atas ranjang membuat Rengganis dengan perlahan berjalan ke sumber suara dengan perlahan dia mengambil bayinya hingga tetesan air mata itu membasahi baju sang anak.
"Cup, cup, cup, sayang aus?" Ucapnya seorang diri dengan suara bergetar hingga dia kembali memberikan ASInya. Dengan tatapan kosong Rengganis mengingat moment pernikahan mereka Hans yang terlihat bahagia kala itu dengan senyum manisnya bahkan mereka tak malu jika mengumbar keromantisanya.
Rengganis terperanjat ketika sang bayi batuk.
"Maafkan Mama sayang," ujarnya sambil menjauhkan payudara dari si kecil kemudian menutup kembali.
Rengganis menatap lamat-lamat wajah sang anak yang kembali terlelap air mata itu kembali menetes mengingat pernikahan yang baru seumuran jagung di terpa masalah yang serius belum ada titik temu apa masalah penyebabnya?
"Kamu penyemangat Mama sayang."
Sementara itu di tempat lain Hans sedang fokus ke ponselnya seperti tidak ada sesuatu antara dia dan Rengganis malah dia asik berkirm pesan dengan seseorang sesekali dia tersenyum.
***
Keesokan harinya Hans mulai siap-siap untuk berangkat kerja sementara Rengganis telah selesai menyiapkan sarapan untuk Hans.
"Minumnya Mas," kata Rengganis sambil meletakan air putih anget.
Hanas hanya mengangguk sebagai jawaban.
Hening kedua nya tidak ada lagi obrolan dimana Rengganis terlalu sibuk dengan pikiranya apa lagi merasa percuma kalau dia mengeluarkan unek-unek, yang ada malah mereka bertengkar. Apa lagi semalam habis bertengkar maka untuk pagi ini Rengganis tidak akan membahas apa-apa dia mencoba untuk mengerti dan memahami mencoba untuk menjadi istri yang baik karena dia ingin memperbaiki hubungan.
"Mas, aku-" belum selesai Rengganis bicara Hans sudah bangkit dari duduknya sambil mengelap mulutnya menggunakan tissue dan membuangnya ke atas piring kotor tanpa memperdulikan keadaan Rengganis dia melangkah meninggalkan sang istri tanpa sepatah kata pun.
Rengganis menatap punggung suaminya yang semakin menjauh dengan air mata yang menggenang.
"Apa salahku Mas? Sehingga kamu memperlakukan aku seperti ini," Gumam Rengganis dengan air mata yang terjatuh.
Ponsel Rengganis berbunyi membuat dia melangkah ke sumber suara terlihat sang Ibu menghubunginya.
"Iya Bu," sapa Rengganis menyeka sudut matanya beruntung sang Ibu tidak menghubunginya dengan video call.
"Kamu baik-baik saja Nak?" Tanya sang Ibu langsung seolah merasakan sang anak sedang tidak baik.
Rengganis pun menahan tangisnya tatakala sang ibu menanyakan kabarnya.
"Aku baik-baik saja, Bu," ucapnya dengaj air mata yang keluar dia pun membekap mulutnya agar tidak terdengar isakan.
"Syukurlah, ibu sangat bahagia mendengar kabar itu. Tapi entah kenapa hati Ibu merasa kamu tidak sedang baik-baik saja. Apa kamu sedang ada masalah dengan Hans?" Tanya sang ibu dengan raut wajah cemas.
Rengganis menarik napas dalam dan panjang sebelum menjawab pertanyaan sang ibu.
"Aku baik ko, jangan hawatir," balas Rengganis bersamaan dengan air mata yang terjatuh karena faktanya tidak seperti itu.
"Syukurlah, mungkin itu hanya perasaan Ibu yang berlebihan," ujar sang Ibu sambil menghembuskan napasnya.
Rengganis menarik napas nya berulang kali lalu keluarkan secara perlahan agar sesak di dadanya sedikt berkutang sesekali dia mendongakan kepalanya agar air matanya tidak terjatuh.
"Udah dulu ya Bu, Rena nangis. Ganis tutup dulu teleponya," ucapnya.
"Ya sudah."
Panggilan pun terputus Rengganis meletakan ponselnya dia terduduk dengan wajah di tutupi dengan kesepuluh jarinya.
"Ternyata benar ikatan batin anak dan ibu itu sangat kuat," isak Rengganis dengan bahu yang berguncang dengan posisi tangan masih menutupi wajahnya.
ADULT HOT STORY 🔞🔞 Kumpulan cerpen un·ho·ly /ˌənˈhōlē/ adjective sinful; wicked. *** ***
Istriku yang nampak lelah namun tetap menggairahkan segera meraih penisku. Mengocok- penisku pelan namun pasti. Penis itu nampak tak cukup dalam genggaman tangan Revi istriku. Sambil rebahan di ranjang ku biarkan istriku berbuat sesukanya. Ku rasakan kepala penisku hangat serasa lembab dan basah. Rupanya kulihat istriku sedang berusaha memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Namun jelas dia kesulitan karena mulut istriku terlalu mungil untuk menerima penis besarku. Tapi dapat tetap ku rasakan sensasinya. Ah.... Ma lebih dalam lagi ma... ah.... desahku menikmati blowjob istriku.
Haris dan Lidya sedang berada di ranjang tempat mereka akan menghabiskan sisa malam ini. Tubuh mereka sudah telanjang, tak berbalut apapun. Lidya berbaring pasrah dengan kedua kaki terbuka lebar. Kepala Haris berada disana, sedang dengan rakusnya menciumi dan menjilati selangkangan Lidya, yang bibir vaginanya kini sudah sangat becek. Lidah Haris terus menyapu bibir itu, dan sesekali menyentil biji kecil yang membuat Lidya menggelinjang tak karuan. “Sayaaang, aku keluar laghiiii…” Tubuh Lidya mengejang hebat, orgasme kedua yang dia dapatkan dari mulut Haris malam ini. Tubuhnya langsung melemas, tapi bibirnya tersenyum, tanda senang dan puas dengan apa yang dilakukan Haris. Harispun tersenyum, berhasil memuaskan teman tapi mesumnya itu. “Lanjut yank?”
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.
Cerita Khusus Dewasa... Banyak sekali adegan panas di konten ini. Mohon Bijak dalam Membaca. Basah, Tegang, bukan Tanggung Jawab Autor. Menceritakan seorang pria tampan, bekerja sebagai sopir, hingga akhirnya, seorang majikan dan anaknya terlibat perang diatas ranjang.
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.