/0/18186/coverbig.jpg?v=360f5de92eb3b0a606d9f59567c48154)
Alena pikir hidupnya akan selalu bahagia bersama Andrio, tapi ternyata semua tak semudah yang dibayangkan. Banyak lika-liku mewarnai jalan pernikahan mereka. Namun, apa pun yang terjadi Andrio tetaplah milik Alena. Alena dan Andrio tetap bersama. (Ikuti kisah romantis Alena dan Andrio yang bakal bikin baper dan haru di sepanjang cerita)
"Bagaimana keadaan pasien rawat inap hari ini, Sus? Apa sudah ada perkembangan?" Andrio bertanya pada perempuan berpakaian putih khas medis disampingnya. Kaki panjang pria itu melangkah cepat menyusuri lorong panjang menuju ruang rawat inap Mawar. Suster-suster berpakaian putih terlihat berlalu lalang di sampingnya. Sesekali dia tersenyum sopan pada suster yang menegurnya.
"Alhamdulillah, semua pasien yang Dokter Surya tangani kondisinya membaik. Bahkan di antara mereka sudah boleh pulang hari ini," jelas perawat ber-nametag Ria Purwati itu.
"Alhamdulillah kalau gitu."
Sesampainya di ruang Mawar, Andrio menyapa pasien-pasiennya dengan ramah.
"Halo, Ibu. Gimana keadaannya hari ini?" Andrio mulai memeriksa seorang ibu yang terbaring di ranjang pertama. Ibu itu menderita penyakit bronkitis akut.
"Halo, Dok. Alhamdulillah Dok sudah mendingan," jawab ibu itu sambil tersenyum.
Andrio mengangguk-angguk sambil memeriksa denyut jantung ibu itu dengan stetoskop yang menggantung di lehernya sejak tadi. "Ada keluhan, Bu?" tanyanya lagi saat dirasa denyut jantung ibu itu berdetak normal.
"Nggak, Dok."
"Kalau begitu berarti Ibu sudah benar-benar sembuh, ya. Alhamdulillah, besok Ibu sudah boleh pulang." Lalu Andrio beralih menganamnesis pasien lain di ruangan itu, sesekali berbicara dengan suster yang mengiringnya sejak tadi.
Andrio kadang masih tak menyangka akhirnya dia bisa sukses menjadi dokter setelah banyak drama yang dia lewati selama ini. Dia bahkan sempat menentang keinginan orang tuanya untuk menjadi dokter. Ya, Andrio tahu ini semua juga tak lepas dari do'a dan harapan orang tuanya selama ini.
Sudah hampir empat tahun Andrio bekerja sebagai dokter umum. Ada banyak hal yang dia inginkan. Namun sampai detik ini belum juga tercapai. Lantaran banyak juga hal yang harus dia selesaikan sebelum mencapai keinginan-keinginan itu. Salah satu keinginan Andrio adalah menjadi dokter spesialis jantung.
***
"Baik kalau begitu sekian rapat pagi ini. Silakan kembali ke ruangan masing-masing."
Alena menutup meeting hari itu dan mempersilakan karyawan-karyawannya keluar lebih dulu. Para karyawan itu pun berbondong-bondong meninggalkan ruangan sambil menenteng tablet dan laptop. Kini hanya menyisakan direktur utama PT GoodFood Sejahtera tbk itu bersama seorang sekretarisnya, Putri Anjani.
Alena tersenyum menatap perempuan berambut pendek itu yang tengah memasukkan laptopnya ke dalam tas.
"Makasih, ya, Anjani," ucap Alena yang terdengar tiba-tiba bagi Anjani hingga perempuan itu menatapnya heran.
"Terima kasih buat apa, Bu?" Sang sekretaris bertanya balik. Pasalnya dia merasa tidak melakukan hal lebih hingga membuat bosnya itu mengucapkan demikian.
"Terima kasih selama ini kamu sudah bantu saya menangani perusahaan ini. Kerja kamu luar biasa. Kalau nggak ada kamu, saya mungkin udah keteteran. Selama ini juga kamu memberitahu saya apa-apa yang saya nggak tahu," jelas Alena panjang lebar mengingat bantuan-bantuan sekretarisnya selama ini.
Anjani balas tersenyum. "Itu sudah tugas saya, Bu. Saya hanya berusaha bekerja dengan baik."
Bagi Anjani mungkin itu tak seberapa, tapi Alena sangat terbantu dengan kinerja bawahannya. Selama ini dia memperhatikan gadis muda itu sangat profesional melakukan pekerjaan. Dia bisa merasakan itu. Dan dia salut dengan gadis muda dihadapannya ini. "Iya, saya hanya ingin mengucapkan terima kasih."
"Sama-sama, Bu. Saya duluan ya, Bu," pamit Anjani yang sudah selesai mengemaskan peralatannya.
"Hmm ...," gumaman Alena menginterupsi gerak Anjani yang hendak berdiri. Melihat itu, sang sekretaris menatapnya penuh tanya. "Sebenarnya saya mau ajak kamu makan di luar, tapi sepertinya kamu buru-buru. Ya udah nggak pa-pa." Alena tersenyum.
Wajah Anjani langsung terlihat tidak nyaman. "Maaf, Bu, tapi saya banyak kerjaan. Kapan-kapan saja, ya, Bu," tolaknya secara halus.
Alena mengangguk. "Iya."
"Kalau begitu saya permisi, Bu."
"Silakan."
Wanita bertubuh semampai itu pun berdiri dan keluar ruangan sambil membawa tas kerjanya.
Alena masih memperhatikan punggung wanita itu sampai dia menghilang di balik pintu.
Entah kenapa dia selalu merasa kagum melihat sekretarisnya itu. Usia Anjani masih 23 tahun, masih sangat muda. Namun, dia sudah menjabat sebagai sekretaris di perusahaan besar. Kinerjanya juga bagus. Meski begitu, dia tetap rendah hati. Dan gadis itu belum memiliki suami atau calon suami.
Alena jadi teringat akan dirinya dulu, sebelum dia menikah. Dirinya baru menjabat sebagai CEO di usia 25 tahunan. Dan sebelum itu dia bekerja semrawutan. Dulu, Alena sedih dengan nasibnya yang tak seberuntung remaja seumurnya. Dia bahkan nyaris menyerah dengan keadaan dan nekat bunuh diri.
Namun, memang benar, rencana Tuhan selalu lebih baik dari yang diperkirakan. Siapa sangka, dirinya yang dulu pernah jadi tukang cilok keliling, juga Cleaning Service, kini menjabat posisi sekarang.
Seandainya dulu dia bunuh diri mungkin dia takkan merasakan nikmat ini. Meski telah bertahun-tahun, kadang Alena masih tak percaya dengan yang dia miliki sekarang. Semuanya terasa seperti mimpi. Semua ini juga berkat bantuan orang-orang paling berjasa dalam hidupnya, Mbah Nani dan mendiang Bu Ratih. Dia tak akan lupakan mereka.
Alena menghela napas dan memutar kursi putarnya sedikit. Tatapannya langsung tertuju pada bingkai foto dirinya yang mengenakan seragam sekolah dan mendiang ibunya, Leyla--yang terletak di atas meja.
Di foto itu terlihat dia sedang merangkul bahu ibunya sambil tersenyum. Dia ingat foto itu di ambil ketika dia lulus SMA. Foto itu sengaja dia pajang di sini agar dia selalu ingat dengan mendiang ibunya. Karena tiap kali dia mengingat ibunya, dia ingat pula dengan penderitaan ibunya dan seberapa sulit hidupnya dulu. Dan itu menjadi penawar kala dia merasa sangat lelah dengan pekerjaannya. Membandingkan drastisnya kehidupannya yang dulu dengan sekarang membuatnya jadi lebih bersyukur.
***
Alena buru-buru pulang ke rumah. Perempuan itu menyetir mobil dengan kecepatan cukup kencang. Dia ingin sampai lebih awal hari ini sebelum suaminya pulang. Agar dapat menyiapkan makanan untuk suaminya itu mengingat akhir-akhir ini suaminya selalu memesan makanan di aplikasi GoFood karena dia selalu pulang telat dan tak sempat memasak.
Di rumah, dia dan suami jarang bertemu dari pagi sampai sore hari begini--kecuali hari libur. Karena masing-masing sibuk dengan pekerjaannya. Pagi-pagi sekali--paling telat jam tujuh lewat--Alena sudah berangkat ke kantor, dan pulang sore bahkan malam hari. Sedangkan Andrio mulai jam delapan pagi sampai sore juga bekerja di rumah sakit. Jika suaminya itu mendapat giliran jaga malam--dari sore hingga jam sepuluh malam--maka di jam segini mereka tidak ada waktu sama sekali untuk bertemu di rumah. Meskipun begitu keduanya selalu berusaha menyempatkan diri agar mereka punya waktu buat bersama. Seperti sore ini, Alena mengusahakan pulang cepat agar bisa memasakkan suami dan memiliki banyak waktu bersama.
Tanpa terasa mobil yang Alena kendarai tiba di depan rumahnya. Rumah Alena dan Andrio berada di komplek perumahan elit, bergaya minimalis modern. Dari depan, rumahnya terlihat tinggi dan megah karena berlantai tiga. Dinding dan tiang-tiang rumahnya terlihat kokoh karena dibangun dengan material batu. Dengan jendela lebar dan pintu yang terbuat dari kaca. Langit-langitnya tinggi. Dengan halaman kecil yang ditumbuhi rumput buatan. Dipagari dengan pagar besi melebihi tinggi kepala orang dewasa.
Rumah mereka tidak memiliki satpam sebagaimana rumah Bagaskara. Hingga Alena harus turun terlebih dulu untuk membuka pagar. Sebelum akhirnya kembali masuk ke mobil dan menjalankan mobilnya hingga ke dalam garasi.
Sesampainya di garasi, Alena mematikan mesin mobilnya dan turun dari sana. Dia bernapas lega kala tak menemukan tanda-tanda kepulangan Andrio seperti sepatu kerja yang terletak di tempat penyimpanan sepatu atau pintu yang terkunci dari dalam. Itu artinya dia berhasil sampai lebih dulu. Alena masuk melalui pintu yang terhubung dengan garasi menggunakan kunci yang dia bawa dalam tas.
Setelah mengganti pakaiannya dengan pakaian rumahan, wanita itu mulai mengobok-obok isi kulkas dua pintunya, memilih bahan untuk dimasak.
Namun, tiba-tiba terdengar suara bel menggema. Alena sedikit panik. "Duh, Mas Andrio udah pulang, aku belum sempat masak lagi." Dia menutup kulkas dan buru-buru keluar membukakan tamu yang dia perkirakan suaminya itu.
"Iya, Mas, sebentar!" teriaknya ketika suara bel terdengar lagi.
Namun, ketika pintu utama berbilah ganda itu dibuka, dia sedikit terkejut. Ternyata bukan Andrio yang pulang.
"Mami?"
"Iya, Alena. Ini Mami, kamu pikir siapa?" Wanita yang tak lain adalah Rista itu menatapnya heran karena reaksi Alena di luar dugaan.
Alena tersenyum kaku. "Maaf, Mi. Tadi aku kira Mas Andrio pulang. Silakan masuk, Mi." Alena masuk lebih dulu ke arah ruang tamu. Tak heran sebenarnya, karena wanita yang telah dia anggap ibunya itu memang biasa berkunjung ke rumah menjenguknya. Hanya saja dia terlalu kepikiran dengan suaminya dan tak menyangka Rista mengunjunginya hari ini.
"Andrio belum pulang?" Rista mengiringinya. Mereka duduk di sofa panjang yang ada di ruang tamu itu.
"Belum, Mi."
"Mami ke sini ngantarin makanan, nih, buat kalian." Rista meletakkan rantang besi yang sejak tadi dia jinjing ke atas meja tamu.
"Nggak usah repot-repot, Mi."
"Nggak repot, kok. Kebetulan hari ini Mami masak banyak." Rista memang sudah tahu, Alena dan Andrio jarang makan makanan rumah, mereka lebih sering beli, atau makan di luar.
Alena menyengir. "Tadi aku baru mau masak sebelum Mas Andrio pulang. Eh, Mami udah datang bawain makanan. Makasih, ya, Mi."
"Tuh, 'kan, sekarang nggak usah masak. Makan masakan Mami aja kalian. Banyak ini cukuplah buat kalian berdua."
"Iya, Mi, makasih," ucap Alena sekali lagi.
Rista mengedar pandang di ruang tamu yang luas itu. Merasakan sunyinya suasana rumah Alena yang megah. Rumah itu terlalu besar untuk mereka tinggali berdua.
"Sepi, ya. Sayang rumah sebesar ini sering dikosongin nggak ada penghuninya," gumam Rista.
Alena tak menanggapi. Tatapannya tertuju pada jemarinya yang meremasi dasternya.
"Kalau kalian udah punya anak pasti rumah ini ramai. Mana kamu nggak punya asisten rumah tangga." Meski mampu dan memiliki rumah besar, Alena tak mau menyewa asisten rumah tangga. Karena dia merasa masih mampu jika hanya mengurusi keperluan dirinya dan Andrio.
Alena lagi-lagi hanya diam.
Rista kembali menatap Alena. "Kamu sama Andrio 'kan udah tiga tahun menikah, tapi belum punya momongan juga. Kapan kalian punya anak?"
Nazwa tidak pernah menduga bahwa dalam pernikahannya yang amat bahagia, dia akan diselingkuhi oleh suaminya. Saat itu terjadi, Nazwa masih bertahan semata-mata karena Allah. Namun, ketika suaminya mengulang kesalahan yang sama, mampukah Nazwa bertahan?
Hidup miskin di masa kecil hingga di pandang sebelah mata oleh keluarganya sendiri membuat Alena yang awalnya adalah gadis pendiam dan baik hati berubah menjadi gadis yang ambisius dan kejam. Terlebih ketika dia mengetahui kalau ternyata dia memiliki ayah yang kaya raya yang tak mau bertanggungjawab terhadap kehidupannya hingga membuatnya miskin dan menderita. Alena bertekad mencari ayahnya dan menghancurkan keluarga baru ayahnya. Sementara itu, Alyssa, adik tirinya tumbuh menjadi gadis yang sombong dan manja. Karena sejak kecil terbiasa hidup dalam kemewahan dan terbiasa mendapatkan semuanya dengan mudah. Dia sungguh tak menyangka bahwa kehidupannya kelak tak semudah dan selurus yang dia bayangkan. Bagaimana akhir kisah mereka? Dapatkah Alena bertemu sang ayah dan menyelesaikan misinya? Bagaimana reaksi Alyssa ketika mengetahui kalau Alena, perempuan yang dia benci selama ini ternyata adalah kakak tirinya? Akankah mereka hidup bahagia atau sebaliknya?
Karena sebuah kesepakatan, dia mengandung anak orang asing. Dia kemudian menjadi istri dari seorang pria yang dijodohkan dengannya sejak mereka masih bayi. Pada awalnya, dia mengira itu hanya kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak, namun akhirnya, rasa sayang yang tak terduga tumbuh di antara mereka. Saat dia hamil 10 bulan, dia menyerahkan surat cerai dan dia akhirnya menyadari kesalahannya. Kemudian, dia berkata, "Istriku, tolong kembalilah padaku. Kamu adalah orang yang selalu aku cintai."
Yolanda mengetahui bahwa dia bukanlah anak kandung orang tuanya. Setelah mengetahui taktik mereka untuk memperdagangkannya sebagai pion dalam kesepakatan bisnis, dia dikirim ke tempat kelahirannya yang tandus. Di sana, dia menemukan asal usulnya yang sebenarnya, seorang keturunan keluarga kaya yang bersejarah. Keluarga aslinya menghujaninya dengan cinta dan kekaguman. Dalam menghadapi rasa iri adik perempuannya, Yolanda menaklukkan setiap kesulitan dan membalas dendam, sambil menunjukkan bakatnya. Dia segera menarik perhatian bujangan paling memenuhi syarat di kota itu. Sang pria menyudutkan Yolanda dan menjepitnya ke dinding. "Sudah waktunya untuk mengungkapkan identitas aslimu, Sayang."
Cerita bermula, ketika Adam harus mengambil keputusan tinggal untuk sementara di rumah orang tuanya, berhubung Adam baru saja di PHK dari tempat ia bekerja sebelumnya. "Dek, kalau misalnya dek Ayu mau pergi, ngga papa kok. " "Mas, bagaimanapun keadaan kamu, aku akan tetap sama mas, jadi kemanapun mas pergi, Aku akan ikut !" jawab Ayu tegas, namun dengan nada yang membuat hati kecil Adam begitu terenyuh.
Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."
ADULT HOT STORY 🔞🔞 Kumpulan cerpen un·ho·ly /ˌənˈhōlē/ adjective sinful; wicked. *** ***
Megan dipaksa menggantikan kakak tirinya untuk menikah dengan seorang pria yang tanpa uang. Mengingat bahwa suaminya hanyalah seorang pria miskin, dia pikir dia harus menjalani sisa hidupnya dengan rendah hati. Dia tidak tahu bahwa suaminya, Zayden Wilgunadi, sebenarnya adalah taipan bisnis yang paling berkuasa dan misterius di kota. Begitu dia mendengar desas-desus tentang hal ini, Meagan berlari ke apartemen sewaannya dan melemparkan diri ke dalam pelukan suaminya. "Mereka semua bilang kamu adalah Tuan Fabrizio yang berkuasa. Apakah itu benar?" Sang pria membelai rambutnya dengan lembut. "Orang-orang hanya berbicara omong kosong. Pria itu hanya memiliki penampilan yang mirip denganku." Megan menggerutu, "Tapi pria itu brengsek! Dia bahkan memanggilku istrinya! Sayang, kamu harus memberinya pelajaran!" Keesokan harinya, Tuan Fabrizio muncul di perusahaannya dengan memar-memar di wajahnya. Semua orang tercengang. Apa yang telah terjadi pada CEO mereka? Sang CEO tersenyum. "Istriku yang memerintahkannya, aku tidak punya pilihan lain selain mematuhinya."