"Aku hanya membelikan ahmad tempat pensil, Mas!" Nisa berusaha menjelaskan alasannya. "Alah ... memangnya nggak bisa apa pakai kantong plastik?" tanya Arman tajam. "Ingat Nisa! Jika ada uang lebih dari belanja, lebih baik kamu tabung! Agar saat kamu perlu sesuatu bisa kamu gunakan, nggak semata mata mengemis pada suami, paham!" "Iya Mas!" Nisa hanya menarik napas pelan. Lagi-lagi Nisa harus menahan kesal dengan segala perintah dan aturan yang diberikan. "Oh ya Nisa, jika nanti Ibu atau Bella datang, jangan lupa kamu layani dengan baik?" ujar Arman. "Aku nggak mau mereka ngadu tentang kamu, yang tak menghormati Ibuku!" ucap Arman lagi tanpa beban. "Ya Mas, tapi selama ini aku itu, sudah berusaha untuk selalu menghormati Ibumu, dan menuruti setiap perkataannya, lho! Aku juga selalu berlaku baik pada Adikmu kok!" jawab Nisa. "Kalau suami ngomong itu didengar Nisa bukan dibantah! Buktikan dong, jika kamu itu istri yang baik di mata keluargaku." Arman pun lantas berlalu begitu saja dengan raut wajah masam. "Iya Mas," jawab Nisa dengan suara lembut. "Bunda..Ahmad lapar!" Seorang anak laki laki berusia enam tahun berjalan menghampiri Nisa. "Ma'afin Bunda ya sayang, Bunda sampai lupa anak tampan Bunda belum makan siang! Ikut Bunda ke dapur yuk!" Nisa pun berjalan ke dapur sambil menggiring putranya. Saat sampai di dapur, kata yang tak pantas kembali terdengar keluar dari mulut suaminya. "Anak kecil itu nggak perlu makan makanan yang enak-enak, masa' sebagai Ibu, kamu nggak paham! Di usia mereka, hanya perlu gizi dan protein untuk pertumbuhannya, jadi biasakan saja anakmu itu makan sama tahu atau tempe." Setelah berkata, Arman pun berlalu masuk ke kamar. "Ya Allah! Ampuni hamba jika terlalu sering mengeluh dan mengadu! Hamba mohon, lunakkanlah hati suami hamba, dan buatlah ia menerima anak hamba, seperti janjinya saat ingin menikahi hamba dulu!" hanya do'a yang terucap dalam hati Nisa sambil menyiapkan nasi putranya. Ikuti kisahnya, dan mohon dukungannya dengan komentar yang membangun 🙏
"Kamu jangan terlalu menuruti kemauan anakmu itu, Nisa! Apa kamu nggak tau, jaman sekarang mencari uang itu susah!" ujar Arman.
"Aku hanya membelikan ahmad tempat pensil,
kok Mas!" Nisa berusaha menjelaskan alasannya.
"Alah ... memangnya nggak bisa apa pakai kantong plastik?" tanya Arman tajam.
"Ingat Nisa! Jika ada uang lebih dari belanja, lebih baik kamu tabung! Agar saat kamu perlu sesuatu bisa kamu gunakan, nggak semata mata mengemis pada suami, paham!"
"Iya Mas!" Nisa hanya menarik napas pelan.
Lagi-lagi Nisa harus menahan kesal dengan segala perintah dan aturan yang diberikan.
"Oh ya Nisa, jika nanti Ibu atau Bella datang, jangan lupa kamu layani dengan baik?" ujar Arman.
"Aku nggak mau mereka ngadu tentang kamu, yang tak menghormati Ibuku!" ucap Arman lagi tanpa beban.
"Belajarlah untuk menjadi istri yang baik di mata Ibu! Kamu bisa 'kan?" Arman sedikit melunakkan suaranya.
"Ya Mas..! Tapi selama ini, aku itu sudah berusaha untuk selalu menghormati Ibumu, dan menuruti setiap perkataannya, lho! Dan aku juga selalu berlaku baik pada adikmu, Mas!" jawab Nisa.
"Kalau suami ngomong itu didengar Nisa, bukan dibantah! Buktikan dong, jika kamu itu memang istri yang baik di mata keluargaku. Bukan cuma pajangan!" Arman pun lantas berlalu begitu saja dengan raut wajah masam.
"Iya Mas," jawab Nisa dengan suara lembut. 'Apa selama ini, aku hanya istri pajangan?' Nisa mengusap dadanya perlahan.
"Bunda..Ahmad lapar!" Seorang anak laki laki berusia enam tahun berjalan menghampiri Nisa.
Nisa yang tersadar dari lamunannya, segera bangkit, "Ma'afin Bunda ya sayang, Bunda sampai lupa anak tampan Bunda belum makan siang! Ikut Bunda ke dapur yuk!" Nisa berjalan ke dapur, sambil menggiring putranya.
Saat sampai di dapur, kata yang tak pantas kembali terdengar, keluar dari mulut suaminya.
"Anak kecil itu nggak perlu makan makanan yang enak-enak, Nisa! Masa' sebagai Ibu, kamu nggak paham! Di usia mereka, hanya perlu gizi dan protein untuk pertumbuhannya, jadi biasakan saja anakmu itu, makan sama tahu atau tempe." Setelah berkata, Arman pun berlalu masuk ke kamar.
"Ya Allah! Ampuni hamba jika terlalu sering mengeluh dan mengadu! Hamba mohon, lunakkanlah hati suami hamba, dan buatlah ia menerima anak hamba, seperti janjinya saat ingin menikahi hamba dulu!" hanya do'a yang terucap dalam hati Nisa, sambil menyiapkan nasi putranya.
"Nggak usah Bun, Ahmad bisa makan sendiri kok!"
Ahmad pun mengambil alih piring dan sendok dari tangan bundanya, yang ingin menyuapkan nasi kemulutnya dan mulai memakannya sendiri.
"Pintar...anak Bunda udah bisa makan sendiri ya?" ucap Nisa sambil mengusap kepala putranya.
Ada perasaan pilu, di saat melihat anak yang ia besarkan, kini telah tumbuh menjadi anak yang penurut dan pengertian.
"Bun, nanti jika Ahmad udah besar, Ahmad akan bekerja seperti Ayah, cari uang yang banyak untuk Bunda! Agar Bunda bisa beli apa saja yang Bunda mau!" ujar bocah enam tahun itu semangat.
"Terimakasih sayang, Bunda do'akan jika Ahmad udah besar nanti, bisa jadi orang sukses ya? Sekarang makannya dihabisin, biar cepat besar seperti Ayah!"
"Iya Bun!" Ahmad pun melanjutkan makannya dengan lahap.
Hati Nisa terasa perih, jika membayangkan pendidikan putranya nanti "Untuk sekolah dasar saja sekarang sudah perhitungan, apalagi nanti," ujar Nisa pada diri sendiri.
"Aku harus usaha mencari uang sendiri, agar bisa memiliki tabungan untuk membiayai pendidikannya nanti, tapi usaha apa?" kata hati Nisa.
"Nisa!" panggil Arman dengan pakaian rapi keluar dari kamar mereka, kebiasaan yang akhir akhir ini dilakukan Arman, keluar dan pulang larut malam.
"Ya Mas!" Nisa bergegas beranjak begitu mendengar panggilan suaminya.
"Aku mau keluar, mungkin larut malam baru pulang! Jangan keluar rumah jika nggak benar benar penting!"
"Dan ingat pesanku tadi, jika Ibu datang sambut dengan baik!" Lagi-lagi perintah yang diberikan Arman, tak ubah seperti majikan pada pembantunya.
"Iya Mas!" hanya itulah, kata yang selalu terucap dari bibir Nisa jika tak ingin berujung perdebatan.
Nisa menemani anaknya kembali, setelah selesai, Ahmad berjalan mengambil buku ke kamarnya dan duduk kembali di tempat semula.
Nisa melanjutkan kembali kegiatannya membersihkan rumah yang berkali lipat lebih besar dari rumah orang tuanya waktu di desa.
Lelah setelah membersihkan rumah dan juga menyelesaikan urusan dapur, Nisa istirahat di kursi sejenak sambil menikmati segelas teh.
"Huhh...! Capeknya!" Terdengar hembusan kasar napas Nisa, sambil memikirkan masa depan rumahtangganya.
Suara bel yang terdengar menyadarkan Nisa dari lamunannya, ia pun beranjak dari duduknya dan membukakan pintu.
Tampak dua orang wanita dua generasi yang tiada lain adalah ibu mertua dan adik iparnya.
"Buka pintu aja kok lama!" Tanpa mengucap salam,
Kedua wanita itu pun langsung memasuki rumah tersebut.
"Biasa Ma, palingan juga lagi tiduran dan menikmati pasilitas mewah di rumah ini!" komentar Bella.
Bella berlalu bersama ibunya menuju ruang keluarga, sambil sesekali tertawa ngakak.
"Ibu sama Bella mau minum apa?" Walau sering direndahkan namun sebagai tuan rumah, Nisa tetap berusaha ramah.
"Aku minuman dingin aja, ingat jangan pakai es! Aku nggak mau jika nanti perut aku jadi gendut!" ucap Bella sambil memainkan kuku lancipnya.
Mendengar request dari adik iparnya, Nisa menarik napas dalam.
"Apa! Kamu nggak mau aku perintah ya?" Mendengar hembusan napas yang mengandung keberatan, Bella langsung tak terima! Dan berkata kasar tanpa merasa bersalah.
"Udahlah Bell, namanya juga orang kampung dan nggak berpendidikan! Mana tau sopan santun cara melayani tamu!" kata bu Susy terdengar menghina dan merendahkan.
"Kamu siapkan makan, aku dan anakku lapar! Dan ingat! Masak itu, harus masakan kota jangan masakan kampung!" titah bu Susy.
"Cuci bersih bahan masakannya ya? Jangan terlalu pedas, dan jangan terlalu banyak minyak, semuanya harus higienis! Awas aja kalau aku sampai sakit perut!" lanjutnya sambil melambaikan tangan mengusir.
"Iya Bu." Nisa pun beranjak ke dapur meninggalkan tamunya.
"Ibu kenapa sih larang aku ngerjain dia!" protes Bella.
"Sudahlah, kamu tenang saja, ibu punya rencana baru buat ngerjain dia!" jawab Bu Susy tersenyum smirk.
Kisah dua anak yang sebelumnya saling menyayangi, karena dasar hubungan tali kekeluargaan. Mereka akhirnya dijodohkan, namun salah satu dari mereka mengingkari hubungan itu, karena ingin menjalin kisah asmaranya sendiri. Haruskah mereka saling menjauh, dan mencari kebahagiaannya masing-masing. sementara kekeluargaan di antara mereka, tetaplah terjalin, walau telah banyak keretakan. Pencarian cinta sejati terus berlanjut, walau segala ujian harus terjadi, tapi tekad mengingatkan mereka, bahwa kebahagiaan itu ada. Tapi takdir berkata lain, di saat cinta diketemukan di antara mereka, musibah terjadi. Duka dan airmata tak mampu menyurutkan keinginan. Di saat semua hampir terjalin, musibah terjadi. Apa yang akan terjadi.....? Simak kisahnya.. Kisah yang diangkat dari kisah nyata, tapi sudah direvisi oleh penulis, demi menjaga privasi narasumber dan kode etik. Kisah ini dibuat, hanya untuk mengenang para pemeran dalam cerita ini...Semoga diberi ketabahan... Aamiin.
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Zara adalah wanita dengan pesona luar biasa yang menyimpan hasrat membara di balik kecantikannya. Sebagai istri yang terperangkap dalam gelora gairah yang tak tertahankan, Zara terseret ke dalam pusaran hubungan terlarang yang menggoda dan penuh rahasia. Dimulai dengan Pak Haris, bos suaminya yang memikat, kemudian berlanjut ke Dr. Zein yang berkarisma. Setiap perselingkuhan menambah bara dalam kehidupan Zara yang sudah menyala dengan keinginan. Pertemuan-pertemuan memabukkan ini membawa Zara ke dalam dunia di mana batas moral menjadi kabur dan kesetiaan hanya sekadar kata tanpa makna. Ketegangan antara kehidupannya yang tersembunyi dan perasaan bersalah yang menghantuinya membuat Zara merenung tentang harga yang harus dibayar untuk memenuhi hasratnya yang tak terbendung. Akankah Zara mampu menguasai dorongan naluriahnya, atau akankah dia terus terjerat dalam jaring keinginan yang bisa menghancurkan segalanya?
Marsha terkejut saat mengetahui bahwa dia bukanlah anak kandung orang tuanya. Karena rencana putri asli, dia diusir dan menjadi bahan tertawaan. Dikira terlahir dari keluarga petani, Marsha terkejut saat mengetahui bahwa ayah kandungnya adalah orang terkaya di kota, dan saudara laki-lakinya adalah tokoh terkenal di bidangnya masing-masing. Mereka menghujaninya dengan cinta, hanya untuk mengetahui bahwa Marsha memiliki bisnis yang berkembang pesat. “Berhentilah menggangguku!” kata mantan pacarnya. “Hatiku hanya milik Jenni.” “Beraninya kamu berpikir bahwa wanitaku memiliki perasaan padamu?” kata seorang tokoh besar misterius.
Seto lalu merebahkan tubuh Anissa, melumat habis puting payudara istrinya yang kian mengeras dan memberikan gigitan-gigitan kecil. Perlahan, jilatannya berangsur turun ke puser, perut hingga ke kelubang kenikmatan Anissa yang berambut super lebat. Malam itu, disebuah daerah yang terletak dipinggir kota. sepasang suami istri sedang asyik melakukan kebiasaan paginya. Dikala pasangan lain sedang seru-serunya beristirahat dan terbuai mimpi, pasangan ini malah sengaja memotong waktu tidurnya, hanya untuk melampiaskan nafsu birahinya dipagi hari. Mungkin karena sudah terbiasa, mereka sama sekali tak menghiraukan dinginnya udara malam itu. tujuan mereka hanya satu, ingin saling melampiaskan nafsu birahi mereka secepat mungkin, sebanyak mungkin, dan senikmat mungkin.
Setelah menyembunyikan identitas aslinya selama tiga tahun pernikahannya dengan Kristian, Arini telah berkomitmen sepenuh hati, hanya untuk mendapati dirinya diabaikan dan didorong ke arah perceraian. Karena kecewa, dia bertekad untuk menemukan kembali jati dirinya, seorang pembuat parfum berbakat, otak di balik badan intelijen terkenal, dan pewaris jaringan peretas rahasia. Sadar akan kesalahannya, Kristian mengungkapkan penyesalannya. "Aku tahu aku telah melakukan kesalahan. Tolong, beri aku kesempatan lagi." Namun, Kevin, seorang hartawan yang pernah mengalami cacat, berdiri dari kursi rodanya, meraih tangan Arini, dan mengejek dengan nada meremehkan, "Kamu pikir dia akan menerimamu kembali? Teruslah bermimpi."
Warning !! Cerita Dewasa 21+.. Akan banyak hal tak terduga yang membuatmu hanyut dalam suasana di dalam cerita cerita ini. Bersiaplah untuk mendapatkan fantasi yang luar biasa..