/0/15281/coverbig.jpg?v=7efa6e7794ccbd9220ed75c6ffb5e5a8)
"Mereka bukan zombie! Mereka hanyalah penderita SES! Mereka bisa sembuh!" Wizard, Alvaro, dan Emma yang terlibat dalam satu tim untuk menuntaskan kasus Salistic Summer Virus, virus baru yang sedang melanda hampir seluruh belahan dunia, mengalami banyak rintangan dalam perjalanan penelitiannya. Penderita Summer Erithropenia Syndrome (SES) memang berperilaku layaknya zombie. Tetapi Wizard telah menemukan obatnya. Namun, sayang obat itu tak pernah sempat diproduksi secara massal. Perjalanan waktu juga telah menggiring Emma, Alvaro, dan Wizard berada dalam kisah cinta segitiga mereka. Mereka bertiga harus bisa tetap bersikap profesional. Bagaimanakah akhir dari perjalanan kisah cinta segitiga Alvaro, Emma, dan Wizard? Dan apakah virus baru itu berhasil ditumbangkan?
Inokulasi virus itu telah berhasil. Beberapa embrio ayam yang menjadi medianya, nampak makin gelap karena pengaruh penggumpalan darah yang terjadi pada embrio tersebut. Sekilas secara kasat mata, terlihat serabut halus yang menyelubungi embrio yang sudah mati itu.
Dokter pria bertubuh tinggi kurus dan berkaca mata itu tersenyum melihat apa yang didapatnya pagi itu. Delapan jam dari penanamannya pada embrio ayam itu, telah memperlihatkan hasil yang sempurna.
Namun, suara pintu berderit nyaring itu menghapuskan senyumnya seketika. Dia melihat rekan sejawatnya yang baru datang itu dengan lirikan tajam dan sinis. Sungguh, dia tidak menyukai keberadaan dokter perempuan yang selalu ingin tahu dengan apa yang dilakukannya.
Dan seperti yang sudah diduganya, dokter perempuan itu berjalan mendekatinya dan menegur dengan sapaan yang membosankan. Kalimat yang itu-itu saja tanpa ada variasi sedikit pun.
Emma Windsor.
"Morning, Sir. Terlihat serius sekali. Apa yang sedang Anda amati pagi ini, Dokter Alvaro?" Emma Windsor menyapa dokter pria bertubuh tinggi kurus itu dengan ramah.
Alvaro Anderson. Dokter pria bertubuh tinggi kurus dengan kaca mata bulat menghiasi wajah tirusnya, merupakan rekan sejawat Emma Windsor. Mereka berdua berada dalam satu bagian yang sama. Bagian Biologi Molekuler. Berkutat dengan aneka riset melalui penelitian yang seringkali mengacak-acak RNA berbagai macam mikroorganisme.
Okelah, selanjutnya kita sebut mereka berdua dengan penggalan nama kecilnya saja. Alvaro dan Emma.
"Untuk apa kamu menanyakan hal itu? Kita memiliki area pribadi masing-masing," jawab Alvaro diiringi dengusan kesal. Sedikit memutar tubuh agar Emma tak mampu melihat ekspresi wajahnya.
"Ups. Hanya sekedar bertanya, Dok. Not more." Penuh kekesalan, Emma menjawab pertanyaan ketus Alvaro.
"Sumpah! Aku tak ingin menyapamu lagi, setelah selama tiga bulan aku selalu merendahkan diriku di hadapanmu!" ujar Emma dalam hati. Dia berlalu dari samping Alvaro dengan wajah ditekuk. "Lelaki tak tahu diri!" Masih dalam hati, Emma mengumpat.
Emma baru tiga bulan bergabung bersama rekan-rekannya yang berada dalam sebuah lembaga penelitian milik Professor Rudolf. Sebuah lembaga penelitian yang bergerak dalam bidang pengembangan penelitian untuk penyakit-penyakit tropik atau mereka menyebutnya tropical disease.
"Dokter Emma, saya membaca dan mempelajari penelitian terakhirmu dari jurnal internasional. It's amazing. Kamu sangat menguasai mengenai ilmu virologi dan segala hal mengenal ribosom RNA-nya. Saya harap kamu mau bergabung bersama lembaga kami." Kala itu Professor Rudolf memanggilnya melalui surat elektronik yang resmi.
Siapa yang tidak bangga mendapat panggilan untuk bergabung di lembaga ternama dan terhormat itu? Sebuah lembaga yang diimpikan banyak kalangan dokter yang memiliki minat di bidang penelitian medis untuk bergabung dan menangguk nama besar di sana.
Tanpa berpikir panjang, Emma segera menyambut tawaran itu. Dan sejak itu dia bergabung dan menjalani hari-harinya di sini.
Emma mendapat tempat yang cukup luas di bagian Biologi Molekuler. Terbagi atas tiga ruangan, di mana masing-masing ruang memiliki privasi yang benar-benar terlindungi. Berikut peralatan canggih yang belum ada di negara lain, di belahan bumi mana pun.
Alvaro, Emma, dan Andrew. Mereka bertiga adalah pekerja riset di bagian tersebut. Andrew sebagai pemegang kendali segala keputusan. Dia adalah orang penting, nomer satu, dalam laboratorium Biologi Molekuler itu.
Sebenarnya Emma membutuhkan kehadiran Andrew cukup sering berada di ruangannya, karena sebagai karyawan baru, dia membutuhkan banyak bimbingan. Namun, Andrew terlalu sibuk dengan tugas-tugas sampingannya yang memang dipahami Emma sangat memakan waktu dan pikiran. Yaitu sebagai wakil Dokter Rudolf, wakil pemimpin lembaga ini.
Alvaro sebagai senior, sangat tidak bisa diharapkan. Mungkin sifatnya yang sangat introvert, ambisius, dan egois, membuat dia enggan berinteraksi dengan manusia lainnya. Selama ini dia sudah telanjur nyaman dengan kesendiriannya selama tiga tahun lebih dalam bagian Biologi Molekuler ini.
Ibarat seorang bayi yang merangkak tanpa ada pendampingan orang tua, itulah yang terjadi pada Emma. Selama tiga bulan bergabung, dia mempelajari semuanya sendirian saja. Itulah sebabnya dia selalu menyapa Alvaro setiap kali berada dalam ruangan ini. Bukan karena basic keramahan sikap, tapi karena dia ingin memperhatikan cara kerja dan mekanisme kerja yang harus dipatuhinya saat berada dalam laboratorium.
Namun, kali ini Emma sudah merasa letih. Dia tidak ingin lagi menyapa Alvaro. Tidak ada gunanya juga. Toh usahanya selama ini tidak membuahkan hasil. Alvaro terlalu angkuh.
"Morning, Dok!" Suara keras itu mengagetkan Emma yang tengah memperhatikan setiap kata dalam jurnal penelitian seorang profesor mengenai rantai RNA sebuah virus yang menginfeksi bakteri. Dia menoleh cepat seraya memegang dadanya.
"Eits, morning juga, Prof," jawab Emma tergeragap. Kaca mata minusnya yang telah bergerak di angka 7 mulai melorot karena hanya disangkutkan di hidungnya yang mungil. Bentuk hidung yang lain daripada yang lain, berbeda dari bentuk hidung nenek moyangnya.
Andrew tergelak. Lelaki paruh baya dengan rambut yang sudah memutih sebagian itu menghampiri Emma dan duduk begitu saja di kursi di depan meja kerja Emma.
"Ada hal penting yang harus kita selesaikan. Butuh waktu cepat. Butuh kerja keras. Dan membutuhkan dedikasi yang tinggi pada profesi." Seperti biasanya, Andrew selalu mengatakan sesuatu hal tanpa tedeng aling-aling. Langsung saja pada intinya. "Ada penyakit baru menyerang negara Salistic. Diduga disebabkan karena virus. Baru berjalan dua minggu, tapi sudah memakan korban lebih kurang 20% dari total penduduknya."
Emma mengerutkan dahi. Mengernyit begitu kuat. Kerutan-kerutan di dahinya terbentuk menjadi lima baris. "Salistic? Negara di mana itu? Saya tidak pernah mendengarnya."
"Negara baru yang terbentuk lebih kurang lima tahun yang lalu. Pecahan dari negara Nigreos. Negara kecil yang belum terpetakan dalam ordinat globe dunia. Abaikan tentang histori negrinya. Kita fokus pada penyakitnya." Andrew mengibaskan tangan. Pandangannya mengarah tajam pada Emma.
"Bagaimana patogenesa-nya, Prof?" tanya Emma. Ketegangan mulai melingkupi dirinya. Dia sangat berharap bahwa perjalanan penyakit itu tidaklah terlalu rumit, hingga tidak perlu banyak menguras pikirannya.
"Saya masih menunggu info selengkapnya mengenai patogenesa penyakitnya". Karena data yang semalam saya dapatkan masih simpang siur. Antara peneliti satu dengan lainnya di negara itu, saling berbeda pendapat. Tapi yang jelas, masa inkubasi berlangsung sangat cepat. Di bawah 24 jam. Well, kita harus bergerak cepat. Korban meningkat terus setiap menitnya." Masih dengan tatapan tajam yang mengarah ke manik mata Emma, Andrew berkata lugas.
"Isolasi secepatnya. Apakah itu sudah dilakukan?" tanya Emma. Isolasi atau karantina adalah satu-satunya jalan yang bisa ditempuh jika penyebab penyakit masih belum diketahui dengan pasti.
"Sudah. Pemerintah Salistic sudah melakukan isolasi total pada seluruh warganya mulai hari ini. Lockdown." Andrew merapikan berkas-berkas yang tadi dibawa dan diletakkan di atas pangkuannya.
"What can I do, Prof?" Emma terlihat kebingungan ketika Andrew berdiri dan hendak beranjak keluar ruangan.
"Satu jam lagi isolat virus itu akan datang. Siagakan seluruh staf untuk menerima pengiriman itu sesuai dengan SOP. Koordinasikan dengan Dokter Alvaro mengenai pengerjaan virus baru ini. Saya harus menemui Menteri Kesehatan untuk kasus ini di departemen, sekarang. Lakukan tugasmu dengan sebaik-baiknya." Tanpa menunggu jawaban dari Emma, Andrew berlalu begitu saja.
"Damn it!" Emma mengumpat.
***
Menjadi anak dari seorang permaisuri, tidak lantas menjadikan Putri Candra Utari menjadi seorang putri raja yang memiliki kehidupan nyaman. Karena Sang Ayah, Raden Eka Kencono memiliki lima orang istri selir. Masing-masingnya memiliki putra putri kecuali istri selir ketiga yang bernama Ratu Alit Ratri. Ketika Putri Candra Utari telah memasuki usia dewasa, tibalah saat pengukuhan Sang Putri untuk menjadi pewaris utama pimpinan kerajaan. Dan saat itulah, berbagai macam konflik muncul secara berentet. Namun, Putri Candra Utari telah dididik oleh ibundanya, Ratu Arum, untuk menjadi seorang wanita yang teguh pada prinsip hidup. Dan bekal ilmu kanuragan yang dimilikinya tidaklah main-main. Putri Sekar Buana, Putri Lintang Alit, dan Putri Pupus Cantika adalah para putri dari istri-istri selir. Mereka bertiga selalu mencari peluang untuk menghancurkan kedudukan Putri Candra Utari sebagai Putri Mahkota. Bahkan hingga mendekati waktu pernikahan Putri Candra Utari pun, ketiga putri dari para istri selir itu masih membuat masalah. Merasa tidak betah dengan kelakuan para saudara tirinya, Putri Candra Utari memutuskan untuk sementara waktu keluar dari istana dan menambah ilmu kanuragan ke kampung Bebrayan. Kampung yang dikenal sebagai tempat asal para pendekar. Ada sebuah perguruan yang sangat terkenal di sana bernama Perguruan Langit Ageng yang dipimpin oleh Ki Bayu Seno. Seiring perjalanan waktu, akhirnya Putri Candra Utari mendirikan sebuah kerajaan kecil di desa terpencil yang berada tidak jauh dari kampung Bebrayan. Kerajaan itu diberinya nama Kerajaan Wulan Katigo. Yang pada akhirnya,tiga tahun kemudian kerajaan kecil itu memiliki kebesaran nama sebagai kerajaan yang makmur. Tepat di tahun ketiga itulah, terbetik kabar bahwa Kerajaan Niskala, kerajaan ayahnya, telah mengalami berbagai macam pemberontakan. Kehidupan ekonomi kerajaan tersebut sudah berada di ambang kehancuran. Putri Candra Utari berniat untuk membantu kerajaan Sang Ayah, tanpa mengungkapkan jati dirinya. Sang Putri selalu mengenakan topeng dan mengaku sebagai Pangeran Layang Jembar. Hingga berulang kali kerajaan Nirpala menemui kemenangan. Namun, di tengah-tengah setiap pertempuran yang dilakukannya, selalu ada sekelompok penyusup yang mengenakan tanda tertentu dan dipimpin oleh seseorang yang juga mengenakan topeng. Tak pernah ada yang mengetahui siapa dan dari mana prajurit bertipeng itu. Mereka datang dan pergi dengan tiba-tiba. Akankah Sang Putri dapat mencegah pengambilan kekuasaan kerajaan Niskala dari tangan orang-orang yang tidak berhak? Dan bagaimana Sang Putri menunjukkan jati diri dia yang sebenarnya? Lantas siapakah sesungguhnya para prajurit bertopeng itu?
Untuk memenuhi keinginan terakhir kakeknya, Sabrina mengadakan pernikahan tergesa-gesa dengan pria yang belum pernah dia temui sebelumnya. Namun, bahkan setelah menjadi suami dan istri di atas kertas, mereka masing-masing menjalani kehidupan yang terpisah, dan tidak pernah bertemu. Setahun kemudian, Sabrina kembali ke Kota Sema, berharap akhirnya bertemu dengan suaminya yang misterius. Yang mengejutkannya, pria itu mengiriminya pesan teks, tiba-tiba meminta cerai tanpa pernah bertemu dengannya secara langsung. Sambil menggertakkan giginya, Sabrina menjawab, "Baiklah. Ayo bercerai!" Setelah itu, Sabrina membuat langkah berani dan bergabung dengan Grup Seja, di mana dia menjadi staf humas yang bekerja langsung untuk CEO perusahaan, Mario. CEO tampan dan penuh teka-teki itu sudah terikat dalam pernikahan, dan dikenal tak tergoyahkan setia pada istrinya. Tanpa sepengetahuan Sabrina, suaminya yang misterius sebenarnya adalah bosnya, dalam identitas alternatifnya! Bertekad untuk fokus pada karirnya, Sabrina sengaja menjaga jarak dari sang CEO, meskipun dia tidak bisa tidak memperhatikan upayanya yang disengaja untuk dekat dengannya. Seiring berjalannya waktu, suaminya yang sulit dipahami berubah pikiran. Pria itu tiba-tiba menolak untuk melanjutkan perceraian. Kapan identitas alternatifnya akan terungkap? Di tengah perpaduan antara penipuan dan cinta yang mendalam, takdir apa yang menanti mereka?
Untuk membayar hutang, dia menggantikan pengantin wanita dan menikahi pria itu, iblis yang ditakuti dan dihormati semua orang. Sang wanita putus asa dan kehabisan pilihan. Sang pria kejam dan tidak sabaran. Pria itu mencicipi manisnya sang wanita, dan secara bertahap tunduk pada nafsu adiktif. Sebelum dia menyadarinya, dia sudah tidak dapat melepaskan diri dari wanita tersebut. Nafsu memicu kisah mereka, tetapi bagaimana cinta bersyarat ini akan berlanjut?
Warning konten pemersatu bangsa area 21+ pilihlah bacaan dengan bijak, tanggung jawab ada pada diri masing2. Penulis hanya berusaha menyajikan bacaan yang ringan dan menghibur. šš» Hai saya Aldi 35 tahun yang saat ini bekerja sebagai arsitek dan design consultant. Sebagai persiapan masa pensiun, saya membangun sebuah bangunan kos yang juga sekaligus rumah saya di sebuah lokasi yang sangat bagus. Berisi 30 kamar yang dikhususkan untuk wanita kini semua kamar tersebut sudah penuh oleh penyewa. Saya berhubungan baik dengan semua gadis-gadis penghuni kos, bahkan sangat baik sehingga saya seringkali dengan ikhlas membantu masalah terbesar mereka. Seperti kata petuah jika kau memberi dengan ikhlas maka niscaya kau akan menerima balasannya 10 kali lipat bahkan berlipat-lipat. Mungkin itu yang saya rasakan sejak mereka semua mulai memperhatikan dan memenuhi kebutuhan hidup saya sehari-hari. Termasuk kebutuhan yang tidak bisa saya penuhi sendiri, yaitu kebutuhan di atas ranjang. Ini perjalanan saya, Aldi Reynaldi.
Dua tahun lalu, Regan mendapati dirinya dipaksa menikahi Ella untuk melindungi wanita yang dia sayangi. Dari sudut pandang Regan, Ella tercela, menggunakan rencana licik untuk memastikan pernikahan mereka. Dia mempertahankan sikap jauh dan dingin terhadap wanita itu, menyimpan kehangatannya untuk yang lain. Namun, Ella tetap berdedikasi sepenuh hati untuk Regan selama lebih dari sepuluh tahun. Saat dia menjadi lelah dan mempertimbangkan untuk melepaskan usahanya, Regan tiba-tiba merasa ketakutan. Hanya ketika nyawa Ella berada di tepi kematian, hamil anak Regan, dia menyadari, cinta dalam hidupnya selalu Ella.
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?