/0/15087/coverbig.jpg?v=47d7fdfcf429004b5c89c77424a493d5)
Hannah yang berprofesi sebagai perancang gaun pengantin dipaksa Sebastian menjadi pengantin pengganti demi menjaga harga diri pria itu. Keadaan semakin rumit saat kekasih Sebastian kembali muncul dengan sebuah misi dan Hannah menemukan dirinya bertarung melawan wanita itu demi menyelamatkan Sebastian. Yang tidak diduga Hannah adalah misi ini mungkin akan melibatkan perasaannya dan saat semua rahasia akhirnya terbongkar Hannah mungkin telah menghancurkan apa yang paling penting dalam hidupnya.
"Apa ini semacam lelucon, Kit?" Sebastian menatap sekretarisnya dengan sorot mata mengancam. Jika ini lelucon maka Kit harus bersiap menerima kemarahannya dan saat ia marah tidak ada satu pun hal baik yang akan terjadi.
Kit mengangguk. "Saya baru mengkonfirmasinya, Sir."
Sebastian memejamkan mata bukan untuk meredam emosinya seperti yang biasa ia lakukan. Bukan. Ia memejamkan mata dengan harapan kalau yang ia dengar mungkin hanya mimpi buruk. Para pengantin biasa merasakannya bukan?
"Kenapa?" tanyanya bingung, lebih kepada dirinya sendiri.
Kit mengangguk, tidak mengatakan apa pun.
"Periksa semua gedung. Setiap sudut. Temukan dia, Kit! Sialan! Wanita itu mungkin terjatuh atau bisa saja dia sakit!" geramnya dengan rahang mengeras.
"Kami sudah memeriksanya, Sir. Memeriksa setiap sudut. Memerintahkan setiap pengawal untuk mencari di apartemen dan kami menemukan ini." Tangan Kit yang gemetar memberikan secarik kertas pada Sebastian.
Sebastian mengernyit namun menerimanya. Ia membuka lipatan kertas yang rasanya seperti surat kematian dan ketika ia membaca kalimat yang tertulis di sana Sebastian merasakan gelombang kemarahan menusuk-nusuk kulitnya.
"Kapan kalian menemukan ini?" tanyanya datar, nyaris terkesan kasar.
"Kami menemukannya pagi ini. Ketika para pengawal datang untuk menjemputnya, Sir."
Kenapa sekarang? Jika wanita itu ingin menghilang kenapa dia memutuskan untuk melaukannya hari ini? Hari yang seharusnya menjadi saksi atas kebahagiaan mereka?
"Apa yang harus kami lakukan sekarang, Sir? Apa kami perlu mengusir para tamu?"
Kedua tangan Sebastian terkepal hingga menunjukkan buku-buku tangannya yang memutih. Kemarahan memenuhi setiap sel dalam darahnya hingga rasanya menyakitkan. Tara pergi. Wanita itu meninggalkannya tepat di hari pernikahan mereka! Sekarang bagaimana ia akan menyelesiakan kekacauan ini?
Hannah tersenyum lebar mendapati para tamu yang memadati gedung tempat pernikahan akan digelar. Dekorasi gedung ini mengingatkannya akan kisah dongeng yang dulu sering ia baca sewaktu kecil. Mengingat yang akan menikah merupakan taipan yang kekayaannya membuat perutnya mual ia yakin pesta ini layak.
Hannah menyunggingkan senyumnya. Ini akan menjadi harinya juga. Ketika para tamu melihat rancangan yang dikenakan pengantin ia yakin ini akan menjadi awal dari bisnis yang ia bangun.
Ia harus memastikan kalau gaun yang ia rancang benar-benar sempurna. Hannah memasuki kamar yang menjadi tempat pengantin dirias dan langsung membeku saat melihat sosok yang ada di dalamnya. Bukan Tara Dixon yang ada di dalam melainkan Sebastian Carter sang mempelai pria.
"Siapa kau?"
Pertanyaan bernada menuduh itu membuatnya berjengit. Tatapan mata pria itu sedingin es seakan ada badai di balik tatapannya yang menusuk. Kenyataan ini mengirimkan ketakutan pada Hannah. Ia berdeham sebelum membuka suara.
"A-aku," sial! Kenapa ia harus gugup?
Kedua alis Hannah terangkat saat melihat pria yang ada di dekat Sebastian berbisik pada pria itu.
"Ah, jadi kau perancang gaun pengantin itu?"
Hannah mengangguk, meski ia kebingungan. Kenapa pria itu ada di sini dan di mana pengantin wanitanya? Hannah mengedarkan pandangan dan kebingungan saat tidak melihat siapapun ada di sini. Apa yang terjadi?
"Tinggalkan kami, Kit. Aku perlu bicara dengan perancang ini!"
Caranya mengatakan perancang berhasil mengundang kemarahan Hannah. Meski begitu ia berusaha menahannya. Hannah sedikit menepi dari pintu saat melihat pria bernama Kit berjalan kearahnya.
"Mendekat."
Tatapannya, sorot matanya yang mengandung amarah membuat Hannah ragu untuk melangkah.
Tanpa sadar ia menjilat bibirnya.
"Ke mari Hannah! Aku tidak suka menunggu!"
Bentakan itu menyadarkan Hannah. Ia berjalan mendekat dan berada dalam jarak aman Sebastian.
"Apa kau tahu ini akan terjadi?"
Hannah yang kebingungan hanya bisa mengernyit.
"Kau tahu kalau Tara menghilang?" ucap Sebastian mulai kehilangan kesabaran.
Butuh beberapa detik mencerna kalimat itu. Tara menghilang? Yang berarti ... mata Hannah membulat sempurna saat otaknya berhasil mengirimkan informasi yang ia butuhkan. Pengantinnya menghilang? Bagaimana mungkin?
"Kau tahu ini akan terjadi?"
Tuduhan itu berhasil menyulut emosinya. "Kenapa aku harus tahu? Aku perancang bukan pendamping pengantin dan sebelum kau menuduhku lebih kejam, tidak aku bukan temannya."
"Tentu saja aku tahu kau bukan temannya!"
Hannah membuka mulut untuk mengatakan sesuatu namun kemudian ia menutupnya kembali.
Sebastian menyapu pandangan pada tubuh Hannah dari kepala sampai kaki sampai membuat Hannah risih.
"Ukuran tubuhmu sama dengan Tara."
Meski tidak suka dengan nadanya Hannah meyetujui ucapan Sebastian. Tubuhnya mungil seperti Tara.
"Apa gaun itu cocok untukmu?"
Hannah menatap gaun selutut yang ia kenakan. Tidak ada yang aneh. Kenapa pria itu bertanya?
"Tentu saja cocok. Gaun ini-"
"Bukan gaun bodoh itu yang kumaksudkan. Maksudku gaun pengantin rancanganmu apa gaun itu bisa kau kenakan?"
"Kenapa?"
Keheningan pekat mengelilingi mereka. Hannah menatap ekspresi tenang Sebastian. Ia tahu ketenangan pria itu seperti bom waktu. Hanya menunggu detik berlalu sebelum benar-benar meledak. Ketegangan pria itu bahkan bisa membuat udara di sekeliling mereka membeku hingga titik terendah.
"Karena kau yang akan mengenakannya."
Hannah menatap Sebastian seperti melihat makhluk asing yang tiba-tiba mendarat di depannya.
"Kau pasti bercanda."
Satu alis Sebastian terangkat. "Menurutmu situasi saat ini cocok untuk bercanda?"
Hannah membuka mulut, menutupnya kemudian membukanya kembali. "Kalau begitu kepalamu mungkin bermasalah. Namaku Hannah bukan Tara. Aku perancang bukan pengantin."
"Seperti yang kau tahu pengantinnya menghilang dan aku tidak ingin membuat diriku terlihat menyedihkan." Sebastian mengernyit jijik seolah pemikiran menyedihkan merupakan kosa kata baru baginya. "Kau akan menjadi pengantin penggantinya."
Hannah tahu seharusnya ia tertawa. Ucapan pria itu tidak masuk akal, tapi saat melihat kabut kemarahan dan juga emosi menakutkan lainnya di mata biru itu Hannah berusaha mempertahankan kewarasannya.
"Itu tidak mungkin!"
"Kenapa tidak mungkin?"
Hannah tertawa sinis. "Karena bukan aku pengantinnya dan lebih dari segalanya aku tidak mengenalmu." Meski hal itu tidak sepenuhnya benar, Hannah menolak mengakuinya. Matanya yang membola menatap Sebastian yang terlihat luar biasa tenang dengan situasi aneh ini.
"Tunggu! Kenapa pengantinnya menghilang?" tanyanya bingung. Kenapa harus hari ini?
Sebastian menatap jam tangan platinumnya seakan tidak mendengar pertanyaan Hannah.
"Kenakan gaun rancanganmu dan keluarlah dalam 15 menit. Aku akan keluar dan menemui para tamu."
Sebastian sudah berada di ambang pintu saat mendengar teriakan panik Hannah.
"Tidak! Aku tidak mau menikah denganmu!"
Sebastian berhenti. Pria itu berbalik dan saat melihat seringainya tanpa sadar kulit Hannah meremang. Ia menelan ludah susah payah. Sebastian memiliki aura yang membuat nyali ciut hingga terasa menakutkan. Meski begitu Hannah berusaha menunjukkan keteguhannya. Pria itu sinting!
"Kau yakin?" Senyum yang tidak menyentuh mata Sebastian terukir di wajahnya yang rupawan.
Wajah yang terpahat sempurna dan membuat wanita manapun terpesona.
"Ki-kita tidak mungkin menikah," ucapnya terbata-bata.
"Kalau begitu sebagai investor utamamu aku akan menghentikan semua aliran danaku dan bukan hanya itu pinjaman dengan jaminan rumahmu juga akan digadaikan jika dalam 2 hari dana itu tidak dikembalikan. Bagaimana?"
Empat tahun! Kau memisahkanku dari putraku selama 4 tahun!" "Kau tidak menginginkannya." "Dan dari mana kesimpulan lancang itu berasal? Aku akan melawanmu di pengadilan dan memastikan bahkan hakim sekalipun tidak akan bisa memihakmu meski kau ibunya!"
Kumpulan cerita seru yang akan membuat siapapun terbibur dan ikut terhanyut sekaligus merenung tanpa harus repot-repot memikirkan konfliks yang terlalu jelimet. Cerita ini murni untuk hiburan, teman istrirahat dan pengantar lelah disela-sela kesibukan berkativitas sehari-hari. Jadi cerita ini sangat cocok dengan para dewasa yang memang ingin refrehsing dan bersenang-senang terhindar dari stres dan gangguan mental lainnya, kecuali ketagihan membacanya.
||Mafia Love Story|| Dewasa|| BDSM Story Angela adalah gadis yang tidak diinginkan oleh semua orang. Buangan. Buruk rupa. Hancur. Tidak layak untuk mendapatkan kasih sayang dan cinta. Ataupun harapan akan kebahagiaan. Hidupnya tidak pernah menjadi miliknya. Hingga suatu hari, ia dipaksa untuk menggantikan kakak tirinya menikahi seorang pria. Pria yang tidak pernah dikenalnya. Pria yang tidak pernah di temui atau dilihatnya. Pria yang dikenal kejam, buas, possesif... Ketua mafia LaRocca. Dimitri LaRocca.
Hanya ada satu pria di hati Regina, dan itu adalah Malvin. Pada tahun kedua pernikahannya dengannya, dia hamil. Kegembiraan Regina tidak mengenal batas. Akan tetapi sebelum dia bisa menyampaikan berita itu pada suaminya, pria itu menyodorinya surat cerai karena ingin menikahi cinta pertamanya. Setelah kecelakaan, Regina terbaring di genangan darahnya sendiri dan memanggil Malvin untuk meminta bantuan. Sayangnya, dia pergi dengan cinta pertamanya di pelukannya. Regina lolos dari kematian dengan tipis. Setelah itu, dia memutuskan untuk mengembalikan hidupnya ke jalurnya. Namanya ada di mana-mana bertahun-tahun kemudian. Malvin menjadi sangat tidak nyaman. Untuk beberapa alasan, dia mulai merindukannya. Hatinya sakit ketika dia melihatnya tersenyum dengan pria lain. Dia melabrak pernikahannya dan berlutut saat Regina berada di altar. Dengan mata merah, dia bertanya, "Aku kira kamu mengatakan cintamu untukku tak terpatahkan? Kenapa kamu menikah dengan orang lain? Kembalilah padaku!"
"Meskipun merupakan gadis yatim piatu biasa, Diana berhasil menikahi pria paling berkuasa di kota. Pria itu sempurna dalam segala aspek, tetapi ada satu hal - dia tidak mencintainya. Suatu hari setelah tiga tahun menikah, dia menemukan bahwa dia hamil, tetapi hari itu juga hari suaminya memberinya perjanjian perceraian. Suaminya tampaknya jatuh cinta dengan wanita lain, dan berpikir bahwa istrinya juga jatuh cinta dengan pria lain. Tepat ketika dia mengira hubungan mereka akan segera berakhir, tiba-tiba, suaminya tampaknya tidak menginginkannya pergi. Dia sudah hampir menyerah, tetapi pria itu kembali dan menyatakan cintanya padanya. Apa yang harus dilakukan Diana, yang sedang hamil, dalam jalinan antara cinta dan benci ini? Apa yang terbaik untuknya?"
Tinggal di sebuah kampung pedesaan di daerah Cianjur, JawaBarat. Membuat dia masih polos karena jarang bergaul dengan teman sebayanya, dari sebelum menikah sampai sekarang sudah menikah mempunyai seorang suami pun Sita masih tidak suka bergaul dan bersosialisasi dengan teman atau ibu-ibu di kampungnya. Sita keluar rumah hanya sebatas belanja, ataupun mengikuti kajian di Madrasah dekat rumahnya setiap hari Jum'at dan Minggu. Dia menikahpun hasil dari perjodohan kedua orangtuanya. Akibat kepolosannya itu, suaminya Danu sering mengeluhkan sikap istrinya itu yang pasif ketika berhubungan badan dengannya. Namun Sita tidak tahu harus bagaimana karena memang dia sangat amat teramat polos, mengenai pergaulan anak muda zaman sekarang saja dia tidak tahu menahu, apalagi tentang masalah sex yang di kehidupannya tidak pernah diajarkan sex education. Mungkin itu juga penyebab Sita dan Danu belum dikaruniai seorang anak, karena tidak menikmati sex.