/0/14153/coverbig.jpg?v=1881b3dd5cb5b65f491727b47073ca66)
Sejak suami Esmeralda di PHK, ia terpaksa ikut suaminya pulang ke kampung halaman. Sejak kepindahannya, ia kerapkali melihat sosok Genderuwo. Setelah bertahun-tahun lamanya menanti buah hati, Esmeralda pada akhirnya hamil anak pertama. Tapi ada yang aneh dengan kehamilannya.
Tok Tok Tok
Suara ketukan pintu yang cukup keras, telah menyita perhatian Esmeralda yang sedang memasak di dapur, untuk makan malam suaminya.
Wanita yang memiliki rambut panjang dan sedikit ikal itu bergegas mematikan kompor. Ia setengah berlari menuju ke pintu depan sambil menguncir rambutnya.
Saat Esmeralda membuka pintu, ia sedikit terkejut saat melihat wanita bertubuh gemuk yang sudah sangat familiar baginya.
"Bu Hilda? Hehe, ada apa ya Bu bertamu malam-malam?" tanya wanita itu hendak memastikan. Ia tampak tersenyum kaku.
"Esme, kamu nggak lupa kan? Hari ini sudah jatuh tempo untuk bayar kontrakan," sahutnya dengan nada yang tegas.
"Maaf ya, Bu! Suami saya belum pulang. Nanti kalau sudah pulang, uangnya saya antar ke rumah ya, Bu?" ucap Esmeralda berusaha untuk negosiasi pada si empu pemilik kontrakan, tempat tinggalnya selama beberapa tahun ini.
Wanita itu tidak langsung menyahuti. Ia tampak berpikir dengan serius.
"Masa ibu nggak percaya sama saya? Saya sudah lama lho tinggal di kontrakan ibu, dan nggak pernah nunggak bayar," ucapnya lagi mencoba meyakinkan wanita yang masih berdiri di hadapannya.
"Baiklah, saya tunggu kamu ke rumah," sahut wanita itu sebelum ia beranjak dari hadapan Esmeralda yang terlihat menghela nafas lega.
Ia memperhatikan sebentar langkah Bu Hilda yang semakin menjauh dari pandangannya. Ia pun kembali menutup pintu dengan raut wajah yang tampak lesu.
Esmeralda telah kehilangan semangatnya untuk menyiapkan makan malam. Ia duduk di sofa berwarna cream yang berada di ruang tamu dengan pikiran yang gelisah.
Sesekali ia menatap jam yang tergantung di dinding. Waktu telah menunjukkan pukul tujuh malam kurang lima belas menit.
"Mas Franky ke mana sih? Tumben banget jam segini belum pulang." Esmeralda mendengus merasa kesal.
Baru saja ia hendak beranjak dari sofa, terdengar suara ketukan pintu yang nyaring.
Esmeralda cepat-cepat membuka pintu rumahnya. Dan benar saja dugaannya. Suaminya telah berdiri di depan pintu dengan raut wajah yang tampak kusut.
"Mas Franky? Kok baru pulang? Gajinya masih belum turun ya, mas? Bu Hilda barusan datang menagih uang kontrakan," ucap Esme dengan panjang dan lebar.
Lelaki bertubuh gemuk itu seolah seperti tidak menggubris keluhan istrinya. Ia berjalan masuk melewati Esme yang tampak terbengong.
Lelaki itu duduk di sofa dengan wajah yang terlihat frustasi. Kepalanya ia sandarkan pada sofa sambil menutup wajahnya dengan telapak tangan.
Esme duduk di sebelah lelaki itu, menatapnya dengan penuh kekhawatiran. Ia bisa melihat bahwa situasinya tidak baik-baik saja.
"Ada apa, mas? apa ada masalah di kantor?" tanya wanita itu dengan penasaran. Pandangan matanya masih belum beralih dari wajah suaminya.
"Aku kena PHK, dek." Ucapan singkat itu telah membuat raut wajah Esme berubah. Kedua matanya tampak membelalak dengan lebar.
"Kok bisa, mas?"
"Perusahaan mengalami kebangkrutan dan mem-PHK karyawannya besar-besaran," sahutnya dengan lirih.
"Jadi, bagaimana dengan nasib kita, mas?"
Lelaki itu tidak langsung menjawab. Ia tampak menarik nafas panjang, dan menghembuskan secara perlahan.
Franky menatap wajah wanita yang masih duduk di sampingnya. Wanita yang telah ia nikahi selama lima tahun lebih.
"Kita pulang ke kampung mas, ya?" tanya lelaki itu meminta persetujuan dari istrinya yang terlihat mematung selama beberapa saat.
"Kenapa mas tidak mencoba mencari pekerjaan lain? Aku juga akan mencari pekerjaan untuk membantu perekonomian keluarga kita, mas. Atau aku bisa meminta temanku untuk kembali memasukkan aku ke perusahaan lama tempat aku kerja dulu," ucap Esme dengan antusias.
Franky menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Kamu lupa ya? Alasan mas dulu meminta kamu berhenti bekerja?" Lelaki itu menatap wajah Esme dengan tatapan mata yang dalam.
Esme mendadak bungkam. Ia menundukkan wajahnya dalam-dalam.
"Mas nggak mau kamu kecapean. Kita sudah sepakat kan? Kamu juga mau memiliki momongan kan?"
Esme menganggukkan kepalanya dengan lemah. Ia menarik nafas panjang, lalu menghembuskan lagi secara kasar.
"Tapi situasinya berbeda, mas. Hanya sementara saja sampai mas mendapatkan pekerjaan pengganti," ucap wanita itu masih berharap mendapatkan persetujuan dari suaminya.
Franky kembali menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Nggak. Lebih baik kita pulang ke kampung mas saja, dek. Ibu sama bapak juga sudah mendengar kabar bahwa mas di PHK. Mereka meminta mas pulang ke kampung mengurusi usaha kelontong bapak. Kan kamu juga bisa bantu-bantu ibu di kampung. Apalagi dia sudah tua, dek."
Esme terdiam. Ia tak bisa lagi berkata-kata.
***
Perjalanan yang ditempuh sangat jauh. Kampung Franky berada di dalam hutan yang jauh dari kota.
Selama perjalanan, Esme menatap jalanan melalui jendela mobil travel yang ia naiki dengan tatapan mata yang kosong.
Ini bukan kali pertama Esme datang ke kampung halaman suaminya. Tapi sudah beberapa kali saat hari raya, juga saat Ibu mertuanya sakit, ia pulang untuk membantu suaminya mengurus ibu.
Di Kampung Sukameneng, jaringan internet tidak ada. Jangankan internet, sinyal untuk menelpon dan berkirim pesan lewat SMS pun tidak bisa karena tidak berada dalam jangkauan. Jadi percuma saja memiliki handphone di tempat seperti itu.
Bahkan untuk pergi ke pasar, harus keluar lewat hutan.
Suasana di kampung itu juga sangat sepi. Terlebih lagi setelah azan magrib. Tempat itu benar-benar seperti tempat yang tidak berpenghuni.
Mobil travel yang ditumpangi oleh Franky dan Esme berhenti di Pasar Sukameneng. Untuk masuk ke Kampung Sukameneng, mereka harus naik ojek melewati hutan-hutan.
Selama perjalanan, Esme tidak banyak berbicara. Ia hampir menyesal menikah dengan lelaki yang berasal dari kampung itu.
Setibanya di rumah panggung yang terbuat dari papan kayu, keduanya langsung disambut oleh ibu dan bapak Franky. Mereka terlihat sangat bersemangat saat anak bungsu mereka telah kembali ke rumah.
"Pasti capek kan? Yuk makan dulu, ibu sudah masak banyak untuk kalian," ucap Bu Edith sambil merangkul tubuh putranya, menuntunnya untuk masuk ke dalam rumah yang tampak sederhana.
"Seharusnya ibu nggak perlu repot-repot begitu, Esme kan bisa masak untuk bapak sama ibu," sahut Franky merasa sungkan.
"Nggak apa-apa. Ayo duduk sini!" Wanita itu menempatkan Franky di kursi makan yang telah terhidang cukup banyak makanan.
Esme duduk di sebelah Franky dengan perasaan canggung.
"Kamu terlihat sangat kurus sekarang, nak!" ucap wanita itu lagi sambil menuangkan nasi ke piring Franky. "Makan yang banyak ya?"
"Iya, Bu." Lelaki itu hanya menganggukkan kepalanya dengan perlahan. Ia merasa sikap ibunya sedikit berlebihan.
"Bagaimana istrimu? Apakah dia sudah hamil?" Pertanyaan yang tiba-tiba diajukan oleh wanita itu membuat keduanya tercengang. Baik Franky, maupun Esme, keduanya saling menatap satu sama lain.
"Kalian sudah menikah lebih dari lima tahun lho! Kenapa belum bisa memberikan ibu cucu?"
Esme terdiam membisu. Baru saja ia datang ke kampung itu, ia telah dibuat tidak nyaman dengan ibu mertuanya.
Selera makan Esme mendadak hilang. Ia segera beranjak dari kursi makan.
"Kamu mau ke mana, dek?" tegur Franky saat melihat istrinya meninggalkan ruangan.
"Mau ambil barang yang tertinggal di depan mas," sahut Esme berbohong.
Esme duduk di tangga depan rumah. Ia menopang dagu sambil melihat-lihat ke sekelilingnya yang mulai terlihat gelap.
Tiba-tiba saja Esme menangkap sekelebat bayangan yang lewat kebun kosong yang berada di seberang rumah mertuanya.
Pandangan Esme terpusat menatap sebuah pohon beringin paling besar yang baru pertama kali ia lihat. Seketika bulu kuduknya berdiri.
***
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Setelah diusir dari rumahnya, Helen mengetahui bahwa dia bukanlah putri kandung keluarganya. Rumor mengatakan bahwa keluarga kandungnya yang miskin lebih menyukai anak laki-laki dan mereka berencana mengambil keuntungan dari kepulangannya. Tanpa diduga, ayah kandungnya adalah seorang miliarder, yang melambungkannya menjadi kaya raya dan menjadikannya anggota keluarga yang paling disayangi. Sementara mereka mengantisipasi kejatuhannya, Helen diam-diam memegang paten desain bernilai miliaran. Dipuji karena kecemerlangannya, dia diundang menjadi mentor di kelompok astronomi nasional, menarik minat para pelamar kaya, menarik perhatian sosok misterius, dan naik ke status legendaris.
Warning!!! Khusus 18+++ Di bawah 18+++ alangkah baiknya jangan dicoba-coba.
Cerita ini hanya fiksi belaka. Karanga author Semata. Dan yang paling penting, BUKAN UNTUK ANAK2. HANYA UNTUK DEWASA. Cinta memang tak pandang tempat. Itulah yang sedang Clara rasakan. Ia jatuh cinta dengan ayah tirinya sendiri bernama Mark. Mark adalah bule yang ibunya kenal saat ibunya sedang dinas ke Amerika. Dan sekarang, ia justru ingin merebut Mark dari ibunya. Gila? Tentu saja. Anak mana yang mau merebut suami ibunya sendiri. Tapi itulah yang sekarang ia lakukan. Seperti gayung bersambut, Niat Clara yang ingin mendekati Mark diterima baik oleh pria tersebut, apalagi Clara juga bisa memuaskan urusan ranjang Mark. Akankah Clara berhasil menjadikan Mark kekasihnya? Atau lebih dari itu?
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?
Blurb : Adult 21+ Orang bilang cinta itu indah tetapi akankah tetap indah kalau merasakan cinta terhadap milik orang lain. Milik seseorang yang kita sayangi