/0/10764/coverbig.jpg?v=90fa3c4cd001c47c3173b45266dfdd85)
Ketty Ashley adalah seorang aktris sekaligus model papan atas yang cemerlang. Suatu hari, Ketty mendapatkan tawaran untuk bermain film dewasa dengan seorang pria Italia-Amerika yang bernama Vincenzo Xavier di sebuah pondok kayu di pinggiran kota. Ketty langsung menunjukkan ketertarikannya pada Vincenzo saat pertama kali dia bertemu dengan pria tampan yang misterius itu. Sayangnya, Vincenzo bukanlah pria yang mudah didekati. Merasa terluka sekaligus tertantang, Ketty memutuskan untuk membuat Vincenzo jatuh cinta padanya. Segala cara dilakukannya untuk menarik perhatian pria itu agar terpesona padanya. Ketty benar-benar kesal ketika Vincenzo sama sekali tidak menanggapi rayuannya, bahkan dia nyaris putus asa. Namun, ketika pada akhirnya latar belakang Vincenzo terungkap dan hubungan mereka semakin dekat, Ketty justru tidak tahu apa yang seharusnya dia lakukan. Apakah sebaiknya dia mundur karena Vincenzo adalah pria yang berbahaya, atau malah semakin gencar menggoda pria itu?
Washington, D. C.
Pukul 14.36 siang.
"Turunkan sedikit tali bramu ke bawah. Nah, ya, begitu. Sekarang tangkupkan tanganmu di dada dan dorong ke atas. Oke, begitu. Gigit bibir bawahmu dengan sensual. Bagus. Tahan posisi itu. Siap? Tiga, dua, satu."
Lampu kilat menyala saat si fotografer menekan tombol untuk mengambil gambar.
"Oke. Sekarang buka sedikit kakimu dan tarik bahu kiri ke belakang." William Willman mengarahkan si model dari kursinya. "Kaki kiri kurang sedikit terbuka. Buka lebih lebar lagi, Sayang. Kau memiliki paha yang seksi, dunia harus tahu itu. Sedikit lagi, Ketty. Celana dalammu harus tampak bagus di kamera. Kurang sedikit lagi. Oke. Pasang ekspresi menggoda. Siap? Tiga, dua, satu."
Sekali lagi lampu kilat menyala di ruang studio itu saat Alex Mathew mengambil gambar Ketty Ashley.
"Bagaimana, Alex?" tanya William.
Alex menoleh ke arah si bos yang duduk tak jauh darinya sambil mengacungkan ibu jarinya.
"Sempurna, Bos. Seperti biasa. Seksi, sensual, dan menggoda."
William mengangguk sekilas. "Oke, Sayang. Sesi pemotretan hari ini sudah selesai." Dia memberitahu Ketty. "Kau boleh mengenakan pakaianmu sekarang."
Ketty Ashley menghela napas lega. "Uh! Akhirnya selesai juga. Bra ini terlalu kecil untukku. Aku hampir mati sesak napas. Model celana dalam ini juga jelek sekali. Norak karena terlalu banyak rendanya. Sekalipun harga celana dalam dan bra ini cuma lima dolar, aku tak sudi untuk membelinya. Lebih baik aku telanjang."
"Tapi kau tampak sangat cantik dan menggoda sekali dengan pakaian itu, Ketty," ujar Louisa menggoda teman baiknya. "Apalagi saat pose terakhirmu itu. Luar biasa menggairahkan. Bukan begitu, Bos?"
William mengangguk sambil menjilat bibir atasnya. "Yap! Benar sekali. Payudara Ketty yang besar, kencang, dan bulat itu membuatnya sangat seksi dan menggoda. Apalagi pahanya yang ... uh, menggairahkan. Setelah ini produk dalaman wanita Michelle pasti akan meledak di pasaran."
"Tidak usah memujiku berlebihan seperti itu, Bos Willi. Tak ada gunanya. Aku tetap tidak akan mau tidur denganmu, kau buka tipeku," sahut Ketty yang berjalan ke arah Louisa.
Pria berusia empat puluh lima tahun bertubuh gemuk, pendek, dan bergelambir itu tertawa terbahak-bahak. Dia berdiri dari kursinya lalu menepuk pinggul Ketty Ashley dengan sayang. "Aku akan berusaha lebih keras lagi, Sayang. Aku akan membuat kau mau tidur denganku suatu hari nanti."
Ketty menyahut, "Kalau begitu teruslah bermimpi, dan jangan lupa berdoa Tuhan mendatangkan keajaiban." Dia membuat gerakan tangan meremehkan.
William mencubit pipi Ketty sambil tertawa. "Dasar kau, angsa liar. Besok pagi kita ada jadwal pemotretan di kolam renang. Ketty, kau harus bercukur. Model monokini yang akan kau pakai itu cukup terbuka di bagian bawah. Kau juga Louisa. Bulu kakimu sudah harus dicukur."
"Baik, Bos," sahut Louisa dan Ketty bersamaan.
"Jam tujuh lebih tiga puluh lima pagi. Jangan terlambat. Aku akan memotong bayaranmu kalau kalian berdua terlambat tiga puluh detik saja." Setelah mengatakan itu William pun pergi.
"Ayo ke ruang ganti. Ada yang ingin aku bicarakan," kata Louisa sambil menarik lengan kanan Ketty.
"Kau ingin bicara apa?" tanya Ketty begitu mereka tiba di ruang ganti.
"Aku ingin mengajakmu pergi sore ini," sahut Louisa Wilson. "Ayahku baru saja membeli pondok di pinggiran kota. Perjalanannya sekitar tiga setengah jam sampai ke sana. Aku yakin kau pasti menyukai pondok baru ayahku. Tempatnya sepi, sejuk, dan nyaman sekali. Dan, uh, aku akan mengenalkanmu dengan anak dari teman bisnis ayahku yang ingin membuat film pendek di pondok ayahku. Aku akan mengusulkan kau supaya jadi pemeran utama wanita. Bagaimana menurutmu?"
Ketty melepas bra yang memang sedikit kekecilan untuknya dan melemparkannya ke boks baju kotor. "Kau ini bagaimana, Louisa. Besok pagi kita ada pemotretan. Kau dengar sendiri, kan, apa yang dikatakan Bos Willi tadi? Dia akan memotong bayaran kita kalau kita datang terlambat," kata Ketty sambil mengeluarkan bra dari dalam tas pribadinya dan mengenakannya.
"Ayolah, Ketty. Hanya tiga setengah jam perjalanan. Kita kembali pagi-pagi buta dan langsung pergi ke rumah Willi, oke?"
Ketty sudah selesai mengenakan blus yang sedikit transparan dan sekarang dia sedang melepaskan celana dalamnya sambil memunggungi Louisa sehingga tidak dapat melihat wajah teman baiknya yang memohon.
"Aku tidak mau menodai karierku sebagai model profesional." Ketty melempar celana dalamnya ke boks baju kotor lalu mengenakan celana dalamnya sendiri. "Kita bisa pergi ke pondok ayahmu akhir pekan nanti saat jadwal pemotretan kita kosong."
"Tapi kita akan tertinggal melihat pembuatan film pendeknya." Louisa memprotes.
Ketty menoleh dengan tajam. "Film pendek?"
"Ya. Sebenarnya lebih tepat disebut video dewasa pendek daripada film pendek. Karena durasinya paling tiga puluh lima menit. Ayahku tidak mengizinkan aku beradu akting dengan Vincenzo, karena itu aku berencana menjadikan kau pemeran wanitanya. Tapi, kalau kau tidak mau, terpaksa aku menghubungi temanku yang lainnya untuk menjadi pemeran wanitanya," kata Louisa menjelaskan.
Ketty memiringkan sedikit kepalanya. "Hem, sepertinya itu menarik."
Louisa mengangguk dengan mantap. "Aku jamin kau akan suka. Apalagi kalau kau mau mengambil pemeran utama wanitanya. Kau akan beradu akting dengan Vincenzo Xavier. Dia anak salah satu rekan bisnis ayahku dari Italia. Aku yakin kau pasti akan menyukainya. Dia tampan, bertubuh ideal, dan ... oh, senyumnya itu, Sayang. Mematikan. Aku jamin kau akan langsung mabuk kepayang begitu melihatnya."
Ketty sudah selesai dengan rok mininya. Gadis muda berusia dua puluh satu tahun itu bergegas menghampiri teman berambut pirangnya yang duduk di satu-satunya kursi yang ada di ruangan itu dengan terburu-buru.
"Katakan, Louisa, apakah pria itu memiliki otot dan perut yang bagus?" tanya Ketty yang penasaran.
"Ya, tentu saja. Dia tinggi, berdada bidang, dan perutnya bagus sekali. Dia mirip Mike Stein Carol si model pakaian dalam pria," sahut Louisa sambil tersenyum senang karena Ketty memakan umpannya. "Ini kesempatan bagus, Sayang. Kau tak boleh menyia-nyiakannya."
"Bagaimana dengan kulitnya?"
"Kecokelatan. Tapi tidak terlalu gelap. Khas pria Italia. Kesukaanmu."
"Matanya?"
"Abu-abu muda. Tajam, dingin, dan misterius."
"Sempurna. Kita pergi dengan mobilku."
Louisa tertawa terbahak-bahak. "Dasar angsa liar. Hei, mana profesionalitas kerja yang kau banggakan itu?" goda gadis berambut pirang itu.
Ketty mengibaskan tangan dengan menampik. "Persetan dengan profesionalitas. Kau tunggu aku di luar. Aku akan bicara dengan Bos William."
"Kau akan menyetujui tawaran tidur dengannya?"
"Tidur dengan si tua itu? Hem, tidak buruk juga. Akan aku pertimbangkan nanti. Sekarang aku akan menemuinya sebelum Mrs. William datang. Aku tidak mau kalau sampai harus berurusan dengan wanita pemberang itu," kata Ketty. Dia melemparkan kunci mobilnya ke arah Louisa. "Kau yang menyetir nanti. Titipkan mobilmu ke Jhony atau ke Paul. Kita akan mengambilnya begitu pulang nanti."
"Oke. Kau urus William dan aku akan menunggu di depan kalau-kalau Mrs. William tiba-tiba datang."
"Setuju."
Ketty berjalan dengan tergesa-gesa menuju kantor atasannya. Begitu sampai di kantor bosnya, Ketty langsung mengetuk pintu. Dari arah dalam terdengar suara si atasan yang menyuruhnya masuk.
"Ketty, ada apa?" tanya pria itu saat dia melihat Ketty masuk dengan terburu-buru.
Ketty duduk di kursi tepat di hadapan atasannya meskipun atasannya tidak menyuruhnya duduk. "Bos, aku baru saja mendapat telepon dari ayahku. Kabar buruk. Ayahku mendapat kecelakaan di jalan saat dia hendak pergi menemui klien yang akan dibelanya di pengadilan," ujar Ketty dengan nada sedih. "Saat ini ayahku berada di rumah sakit di pinggiran kota. Aku harus menjenguk ayahku dan menemaninya. Tapi ...."
"Uh, kenapa kau masih di sini? Pergilah, ayahmu membutuhkanmu. Temani ayahmu, Sayang. Dia pasti sudah menunggumu datang," sahut William dengan bijaksana.
"Tapi, bagaimana dengan pemotretan besok pagi?" Ketty pura-pura bertanya dengan tidak enak.
"Lupakan pemotretan. Ayahmu lebih penting dari pemotretan itu. Kita bisa mengatur ulang jadwal pemotretannya nanti. Pergilah, temui ayahmu. Kau harus jadi anak yang berbakti. Ajak serta Louisa bersamamu. Kau tidak boleh menyetir seorang diri."
Sekarang Ketty pura-pura terharu. Dia bangkit berdiri lalu menghampiri atasannya dan memeluknya dengan sayang. "Kau benar-benar pria yang sangat baik sekali. Aku berhutang padamu. Terima kasih banyak untuk pengertiannya."
Ketty mencium dahi pria yang setengah botak itu. Setelah itu dia pergi keluar ruangan dan begitu menutup pintu, Ketty langsung mengelap bibirnya. Dia baru beberapa langkah dari pintu kantor atasannya saat dia melihat Mrs. William di kejauhan. Karena tidak ingin mendapat masalah Ketty pun mengambil jalan memutar dan keluar studio lewat pintu belakang.
"Ketty!" Louisa berseru dan berlari menghampirinya dengan panik bercampur lega.
"Oh, ya, Tuhan ... aku meneleponmu berkali-kali. Tapi, ponselmu mati. Katakan, apa kau berpapasan dengan Mrs. William yang pencemburu itu?"
"Huh! Untung saja aku melihat wanita pemberang itu sebelum dia sampai ke kantor Bos. Jadi aku sempat memutar dan keluar lewat pintu belakang," kata Ketty.
"Syukurlah. Aku benar-benar panik tadi. Omong-omong bagaimana, apa yang bos katakan?"
"Tenang, semuanya sudah beres. Pemotretan besok pagi dibatalkan. Kita bisa tinggal dan bersenang-senang," sahut Ketty sambil tersenyum bangga.
"Hebat. Kau memang selalu bisa diandalkan, Ketty," kata Louisa sambil menepuk bahu sahabatnya dan tertawa senang. "Jadi, bagaimana, apa kau mau mengambil peran wanita itu?"
"Apa kau sudah gila? Tentu saja aku akan mengambilnya. Kau tahu, kan, kalau tidak ada yang bisa menahanku dari pria berkulit kecokelatan berperut bagus dan berdada bidang. Uh, aku sudah tidak sabar untuk beradu akting dengannya."
Louisa tertawa. "Aku jamin Vincenzo tidak akan mengecewakanmu, Sobat."
Kehidupan rumah tangga Bella Ayunda baik-baik saja selama kurang lebih lima tahun ini. Namun semua berubah ketika Arkana, suaminya berada diambang kebangkrutan. Belum lagi tiba-tiba mertuanya mempermasalahkan dirinya yang tidak kunjung hamil. Semua menuduhnya mandul. Di saat terdesak, tanpa sengaja Bella Ayunda bertemu dengan mantan pacarnya sewaktu kuliah, Dilan Mahardika, cinta pertamanya. Dilan menawarkan suatu kesepakatan yang sangat menguntungkan untuk Bella, asal wanita itu mau kembali bersamanya. Maukah Bella menerima penawaran yang sangat menguntungkan itu?
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?
Menikahi single mom yang memiliki satu anak perempuan, membuat Steiner Limson harus bisa menyayangi dan mencintai bukan hanya wanita yang dia nikahi melainkan anak tirinya juga. Tetapi pernikahan itu rupanya tidak berjalan mulus, membuat Steiner justru jatuh cinta terhadap anak tirinya.
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Setelah dua tahun menikah, Sophia akhirnya hamil. Dipenuhi harapan dan kegembiraan, dia terkejut ketika Nathan meminta cerai. Selama upaya pembunuhan yang gagal, Sophia mendapati dirinya terbaring di genangan darah, dengan putus asa menelepon Nathan untuk meminta suaminya itu menyelamatkannya dan bayinya. Namun, panggilannya tidak dijawab. Hancur oleh pengkhianatan Nathan, dia pergi ke luar negeri. Waktu berlalu, dan Sophia akan menikah untuk kedua kalinya. Nathan muncul dengan panik dan berlutut. "Beraninya kamu menikah dengan orang lain setelah melahirkan anakku?"
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.