mendingin. Di hadapannya, Pak Ahmad duduk dengan raut wajah serius. Sejak sore tadi, Aisyah sudah merasa ada sesuatu yang ingin
udah lama memikirkan ini. Kamu sudah cukup dewasa,
nnya. Ia tahu ke mana arah pembicaraan ini. "Ma
an Ayah sangat menghargai itu. Tapi, Ayah juga ingin kamu mempertimbangkan calon yang benar
ndaknya. "Ayah, bukankah selama ini kita selalu diajarkan bahwa rezeki ada di tangan A
ang prinsip. Ada tanggung jawab, ada kebutuhan. Ayah tidak ingin kamu men
coba menjelaskan, namun
Beberapa waktu lalu, keluarga Hadi mengajukan lamaran untukmu. Kamu tahu
hal ia sudah menolak lamaran itu dengan alasan sederhana: ia tidak merasa
ocok dengan Hadi," jawabn
n kamu mempertimbangkan lagi. Bukan karena Ayah me
udah, Pak. Jangan terlalu mendesak. Aisyah pasti tahu apa yang te
Ayah hanya berharap kamu bijak dalam memilih, Aisy
di samping putrinya. Ia menepuk bahu Ais
a... aku merasa bingung. Kenapa s
idak semua keputusan itu mudah. Tapi, ingatlah, apapu
-
ok Aisyah dan tantangan yang kini ia hadapi. Sejak pertemuannya terakhir dengan Aisyah, ia merasa semakin yakin bahwa wanit
intu, menatapnya dengan ekspresi serius. "Kamu yakin mau terus melan
ngguk. "Aku tahu, Adrian. Aku sud
a mungkin akan keberatan kalau tahu siapa kamu seben
a harta atau statusku. Aku ingin dia melihatku sebagai pria ya
ang berpikir seperti itu," sahut Adrian. "K
tahu. Dan aku siap menghada
u. Tapi, jangan lupa, ada banyak hal yang perlu kamu persia
anji akan melakukan segala cara untuk men
-
angi masjid tempat Aisyah sering mengadakan kajian. Di sana, ia melihat Pak Ahmad
Ahmad," ucap Farhan
elihat Farhan. "Waalaikumsalam. Oh, F
saya ingin berbicara dengan Bap
hnya tetap serius. "Baiklah. Mari kit
id yang sepi. Farhan merasa tangannya sediki
saya untuk mendekati Aisyah. Saya tahu ini bukan hal yang m
i jamaah di sini. Kamu terlihat seperti pria yang baik, tapi kamu tahu, mendekati Aisyah bukanlah ha
e sini. Saya ingin Bapak tahu bahwa niat saya tulus. Saya tidak ingin mem
jujur, saya ingin Aisyah menikah dengan seseorang yang mapan, seseorang yang bisa memberikan kepastian
apan, tapi saya berusaha sekuat tenaga untuk menjadi orang yang bertanggung jawab. Saya percaya bahwa rezeki ada di t
saya akui itu. Tapi, ini bukan hanya soal keberanian. Kamu h
elakukannya, Pak. Apapun yang d
. "Baiklah, Farhan. Saya akan memberikanmu kesempatan. Tapi ingat,
bahwa perjalanan ini masih panjang. Ia harus membuktikan dir
-
engan ayahnya. Ia merasa hatinya campur aduk. Di satu sisi, ia terharu dengan
han," ujar Hana melalui telepon. "Dia benar-ben
rkata, "Aku butuh waktu, Hana. Aku tida