mani Salma di rumah sakit.Tapi ketika Fiki sampai di rumah sakit, Salma tidak berada di ruang rawatnya. "Mbak Salma sedang diperiksa oleh dokter untuk mengetahui penyebab meninggaln
aja tidak apa-apa. Salma merasa bahwa Karang Legi sudah menjadi rumah Salma! Tentu saja Salma ingin pulang ke sana!" kata Salma.Ah! Demi mendengar itu, air mata Fiki malah menetes lagi. Tapi kali ini adalah air mata kebahagiaan dan kelegaan.****Semua berawal sejak Nay diajak masuk ke dalam sebuah ruangan gelap di samping kamar bapaknya. Di sana Nay melihat seorang kakek dan nenek tua yang menantinya."Arep jajan, Ndhuk? (Mau jajan, Ndhuk?)" tanya sang nenek ramah.Nay melihat ke arah meja di depannya. Ada begitu banyak makanan di meja itu. Dengan semangat Nay mengangguk."Jupuken sing mbok pingini, Ndhuk! (Ambillah yang kamu mau, Ndhuk!)" kata sang nenek itu. Nay mengangguk. Dia mengambil wajik. Dia tersenyum."Matur nuwun, Mbah," kata Nay. Nenek tua itu mengangguk. Nay memakan wajik itu dengan suka cita. Menurut Nay, wajik itu enak sekali. Tapi belum sampai wajik yang dimakannya itu habis, tiba-tiba ada yang menarik-narik baju Nay. Nay menoleh dan terkejut ketika melihat seorang anak kecil, mungkin seumuran dengannya memandang Nay dengan penuh rasa ingin."Nyuwun, Mbak! (Minta, Mbak!)" kata anak kecil itu. Nay tidak takut dia hanya heran. Siapa anak itu? Kapan dia bisa masuk ke ruangan itu?"Kamu siapa?" tanya Nay polos."Aku Reti, aku nyuwun jajane, ya, Mbak! (Aku Reti, aku minta jajannya, ya, Mbak!)" kata anak perempuan itu lagi. Nay agak takut, dia memandang ke arah kakek dan nenek yang ada di depannya. Nay melotot tak percaya saat menyadari kakek nenek itu sudah tidak ada di depannya, padahal dia tadi hendak meminta izin untuk mengambil jajan dan memberikannya pada Reti. Nay bingung, tapi dia sama sekali tidak takut.Nay menoleh lagi ke arah Reti, dan sekali lagi Reti tidak ada di tempatnya. Anak perempuan kecil itu juga sudah menghilang.Nay semakin bingung. Dia seperti hendak menangis, ketika pintu kamar itu terbuka. Sang ibunda masuk dan tersenyum pada Nay."Sudah ketemu dengan Reti?" tanya ibundanya. Nay mengangguk."Tapi Reti hilang, padahal dia tadi ingin minta jajan, Bu!" jawab Nay.Sang ibunda tersenyum."Kamu mau memberi jajan padanya, kan?" Nay mengangguk. "Iya, Bu. Tadinya aku mau meminta izin untuk memberi jajan pada Reti, pada kakek nenek yang ada di depanku, tapi kakek nenek itu juga sudah menghilang," jawab Nay dengan nada riang.Sang ibunda tersenyum."Kamu anak baik, ya! Besok lagi kalau ada yang minta jajan atau minta mainanmu diberi saja, ya? Karena yang minta itu semua teman Nay! Mereka mau menemani Nay dan mau membantu Nay!" kata sang ibunda.Nay mengangguk dan tidak bertanya-tanya tentang hal itu lagi. Pengalaman mistis Nay berlanjut. Pada suatu malam ketika dia makan malam dengan bapaknya, tiba-tiba Nay melihat seorang wanita yang melihat mereka, wanita itu berdiri di sudut ruangan. Wanita itu memakai kebaya dan kain jarik. Rambutnya yang panjang dikepang. Wanita itu terlihat manis.Nay tersenyum pada wanita itu. Wanita itu juga tersenyum pada Nay. Nay ingin bertanya tapi tidak berani."Kamu lihat dia, Nay?" tanya bapak Nay, Pak Danurisman. Nay mengangguk."Bapak juga bisa lihat?" tanya Nay polos. Pak Danurisman mengangguk "Namanya Nyai Rantini, dia yang menjaga dapur," jawab Pak Danurisman.Nay mengangguk dan memandang ke arah Nyai Rantini. Wanita itu tersenyum pada Nay, dan kemudian dia berjalan menuju ke dapur dan sepertinya menghilang. Waktu itu Nay tidak takut, bahkan dia merasa pengalamannya melihat orang-orang aneh itu adalah suatu pengalaman yang luar biasa.Dan sejak saat itu, Nay bisa melihat banyak orang misterius yang ada di rumahnya. Tapi sayangnya kebanyakan dari mereka hanya diam saja, memandang Nay lekat. Di kamar mandi ada seorang ibu yang berdiri mematung memandang Nay. Awalnya Nay jengah, tapi akhirnya Nay tidak peduli dengan kehadiran ibu itu di kamar mandi. Di kamarnya ada Reti dan seorang lelaki tua yang selalu merokok, di halaman, di semua ruangan di rumahnya, di genteng, bahkan di saluran air pun semua ada penunggunya dan mereka semua diam seribu bahasa dan hanya memandang Nay lekat.Kecuali Reti. Reti menjadi teman Nay. Mereka selalu bermain berdua di mana-mana. Di dalam kamar Nay, di halaman, di ruang tamu, di ruang keluarga, tapi tidak pernah di luar rumah Nay. "Ayo dolan ning njobo! Pit-pitan, yo! (Ayo main di luar! Sepedaan, yuk!)" ajak Nay pada suatu hari.Reti menggelengkan kepalanya."Mboten pareng simbah! (Nggak boleh simbah!)" jawab Reti."Simbah sopo? (Simbah siapa?)" tanya Nay agak jengkel."Simbah yang nunggu di ruang sajen atas itu! Aku nggak boleh keluar rumah!" kata Reti. Nay mencebik dan akhirnya memutuskan untuk tetap bermain di dalam ru