an matanya. Rasa sakit mencengkeram sikunya, dan Bu Niar sangat terkejut ketika melihat tulang sikunya terlihat keluar dari tangannya. Dia menjerit, tetapi kemudian berhenti. Dengan penasaran dia
ada tulang yang mencuat dari betisnya. Oh! Bu Niar merasa bertambah mual lagi ketika melihat
Bahkan dia bisa menyentuh tulang-tulang yang bertonjolan di beberapa bagian tubuhnya. Bu Niar dilanda
a bahkan belum memantrai Lintang Purnamasari. B
Bisa jadi itu adalah orang-orang yang akan menolongnya, tetapi dugaan Bu Niar keliru. Dari balik semak-semak muncul seorang wanita cantik yang memakai
lihat menyeramkan dan matanya seakan begitu dalam, membuat Bu Niar bergidik, apalagi ketika me
ta itu dengan senyum merekah. Bu Niar menela
u tak berkedip. Aura wanita
ngar pertanyaannya. Seharusnya dia menjawab pertanyaan
erbaiki posisi selendangnya dan kem
ekerjaanku dihentikan secara tiba-tiba. Mbah dukun bilang kepadaku untuk mengambil tumbal wanita bernama Im
yang sebenarnya. Yaitu kamu. Kamu sudah tahu peraturannya, kan? Kalau tumbalnya gagal, maka orang yang menumbalkan itu yang akan jadi tumbal. Coba lihat itu!" seru Sri Widodari sambil menunjuk ke arah onggokan tubuh manu
isteris. Sri Widod
an?" tanya Sri Widodar
Niar dengan sedih. Sri Widod
bentar lagi mati dan aku punya penawar
r menj
Bu Niar sangsi. Sri
ran mac
tidak akan mati, tetapi dengan satu syarat, kamu
mandang penuh antisipasi kepada Sri Widodari d
dengan senyuman penuh makna. Mendengar kata mati,
tumbalnya aku akan memberimu kekuatan penyembuhan. Kamu akan bisa menyembuhkan luka dan penyakit dengan
hancur itu, kepalanya pecah, kaki dan tangannya membengkok ke arah yang salah, dengan tulang yang mencuat ke sana ke mari, tetapi kemudian Bu Niar melihat pintu gerbang di atas retakan tengkoraknya, dan tiba-tiba saja dia memahaminya. Deng
tiba-tiba saja semua terlihat jelas. Sangat jelas, seperti ada yan
Sri Widodari t
rcaya padaku?" ta
dah utuh seperti semula, bahkan nosa darah pada baj
u dan aku akan menjadikanmu dukun yang sakti man
bangkit dengan leluasa dan merasa gembira karena tubuhnya terasa lebih ringan d
membantu Bu Niar. Sri Widodari tersenyum, di tengah keributan itu dia meraih satu pemuda, yang dengan mudah dibawanya ke balik pepohonan. D
i ada noda darahnya
u o
lahan meninggalkan kerumunan itu. Bu Niar tidak tahu ada sepasang