/0/9809/coverbig.jpg?v=8413b1f19b1e8430aca41a7aefd3bf2d)
"Hei, kau baik-baik saja? Sharon mendongak dan bertemu mata hangat Jeremy. Tanpa sadar dia tersenyum dan menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Jeremy dengan lembut mengantar Sharon ke dalam kamar. Dia berpikir jika istrinya pasti merasa lelah dan butuh istirahat sekarang. Mereka berdua lalu duduk berdampingan di atas sofa yang menghadap ke tempat tidur king size kamar mereka. Jeremy memperhatikan bahwa Sharon lebih banyak diam dari biasanya. Gadis itu pasti memikirkan banyak hal di dalam kepalanya dan karena itu, Jeremy ingin mencoba meringankannya. Menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan perlahan, berharap cara itu dapat menenangkan dirinya. "Sharon." suara lembut itu berhasil menarik perhatian Sharon, membuat kepalanya yang tadi tertunduk sekarang sudah terangkat untuk menatapnya. "Aku tahu kau dipaksa untuk menikah denganku...tapi aku harap kau mau memberiku kesempatan, setidaknya untuk menunjukkan betapa aku benar-benar mencintaimu, Sharon." Sharon tertegun, dia dapat merasakan ketulusan di dalam setiap kata yang keluar dari mulut suaminya. "Kak Je..." Jeremy mengambil tangan Sharon lalu meremasnya pelan, memintanya untuk tetap diam dan mendengarkannya sampai selesai. "Aku tahu, biarkan aku mencintaimu. Seperti katamu...satu tahun...beri aku waktu untuk membuktikannya. Jika masih belum berhasil, maka semua keputusan akan ku serahkan kepadamu." Sharon menggigit bibirnya agar tidak mengatakan sesuatu yang akan dia sesali pada akhirnya. Melihat mata memohon itu, membuatnya berjuang. Dia ingin mengatakan YA, tapi dia juga ingin mengatakan TIDAK pada saat yang sama. "Kau tahu betapa aku mencintaimu, kan?" Jeremy bertanya, sekali lagi Sharon menekan bibinya dan hanya mengangguk sebagai jawaban. "Aku tidak akan pernah memaksamu untuk melakukan hal-hal yang tidak ingin kau lakukan, Sharon. Seperti yang aku katakan, aku tidak memintamu untuk membalas cintaku. Hanya biarkan aku menunjukkan betapa berartinya dirimu bagiku." Jeremy bergumam sambil berlutut di depan Sharon.
Kerutan yang dalam muncul di dahi pria yang lebih muda saat sinar matahari mengenai matanya yang bengkak. Dia mengendus dan terus mengendus sementara air matanya terus menetes dari matanya yang mulai memerah.
"Mama." pria kecil itu memanggil dengan suara yang bergetar.
"Je, kau itu seorang laki-laki. Berhentilah menangis dan jadilah anak yang kuat!" suara kesal meraung di dalam mobil.
Pria yang bernama Jeremy Axel Aerlangga itu mendongak dan terdiam sesaat setelah matanya tak sengaja bertemu dengan mata marah ibunya.
"M-mama..."
Lagi-lagi perkataan Jeremy terpotong ketika ibunya berkata dengan nada penuh penekanan.
"Kau tidak pernah mendengarkanku, Jeremy. Mama menyuruhmu untuk diam, bukan?!"
Jeremy dengan takut menundukkan kepalanya dan menggenggam erat tangannya yang gemetaran.
"A-aku minta maaf..." lirihnya berusaha menahan isak tangisnya yang mengancam keluar.
Mendengar hal itu, helaan napas berat pun keluar dari mulut wanita paruh baya itu.
"Hufftt..."
Suara wanita itu akhirnya melunak ketika dia melirik putranya melalui kaca spion mobilnya.
"Itu kecelakaan, Je. Jadi lupakan saja."
Dia menahan dirinya untuk tidak menangis ketika melihat Jeremy sedang memainkan jari tangannya yang masih gemetaran, sementara pria kecil itu terus mengendus dan melirik ipodnya
"Boleh aku ikut dengan Mama? Aku berjanji akan menjadi anak yang baik."
Wanita yang bernama Natalie Aerlangga itu meremas erat kemudinya ketika pertanyaan itu kembali keluar dari mulut Jeremy dan pada saat itu juga, ledakan kemarahan kembali memenuhi mobil mereka.
"Kita sudah membicarakan tentang ini, Je. Jawabannya TIDAK dan akan tetap seperti itu! Bisakah kau mendengarkan Mama sekali ini saja?!"
Seketika Jeremy tersentak di kursinya dan kembali meredam rengekannya. Dia mencoba untuk tetap diam, menekan bibirnya yang gemetar saat dia mengedipkan matanya beberapa kali untuk mencegah dirinya menangis.
Menangis hanya akan membuat segalanya menjadi lebih buruk. Dengan tangannya yang gemetar, Jeremy meremas pahanya sambil melihat mobil-mobil di sekitar mereka mencoba mengalihkan perhatiannya.
Suasana di dalam mobil tiba-tiba menjadi sunyi dan sepi. Tidak ada lagi bentakan dari Natalie ataupun rengekan kecil dari Jeremy hingga mereka tiba di tempat tujuan mereka.
"Kita sudah sampai, Je. Turunlah."
Jeremy dengan sedih menelan ludah dan turun dari mobilnya. Dengan bingung melihat bangunan besar yang ada di depannya sebelum berbalik untuk menghadap ibunya.
"Mama?"
"Kau akan tinggal bersama Bibimu untuk sementara waktu. Mama ingin kau berprilaku baik selama Mama tidak ada, mengerti?"
Jeremy memejamkan matanya dan mencoba menahan tangisnya yang sudah di ujung tanduk sambil menggelengkan kepalanya.
"Dengar..." Natalie berjongkok untuk mensejajarkan tingginya dengan Jeremy.
"Mama mencintaimu, tapi Mama harus pergi sebentar. Mama janji akan segera kembali."
Jeremy yang tidak terima kembali menggelengkan kepalanya. Air matanya bahkan tidak terbendung lagi ketika membayangkan jika dia harus tinggal bersama bibinya dan berpisah dengan ibunya.
"Mama...hiks...aku...minta maaf...hiks...aku janji..aku...ak..."
"Cukup. Sudah Mama bilang itu kecelakaan! Sekarang, ayo pergi!"
Natalie dengan terpaksa harus menyeret pria kecil yang sedang menangis itu untuk masuk ke dalam bangunan besar yang ada di depannya. Langkahnya tiba-tiba terhenti ketika melihat seorang wanita berjalan mendekati mereka.
"Sofia!" panggilnya.
"Oh kalian sudah datang?"
"Kenapa kau menangis, sayang?" tanya wanita itu melirik ke arah Jeremy yang terus menangis di samping ibunya.
Jeremy hanya menggelengkan kepalanya, air mata terus keluar dari matanya yang sudah merah dan bengkak.
Tak tega melihatnya, wanita itu segera berlutut dan dengan lembut mengangkat wajah Jeremy untuk menghadapnya.
"Kau tahu Bibi tidak suka melihatmu menangis, kan?
Bibir Jeremy mulai bergetar saat dia menahan diri untuk tidak menangis lagi, tapi semuanya hanya sia-sia.
"Hiks...B-bi...bi...huwaaa..." suaranya pecah dan tubuhnya bergetar dengan hebat.
"Oh bayiku yang malang. Kemarilah."
Jeremy di tarik ke dalam pelukan yang erat, menyebabkan pria kecil itu mengeluarkan air mata yang jauh lebih banyak saat dia meratap dengan keras dan memeluk wanita itu erat-erat.
Natalie berusaha keras untuk tidak menangis saat melihat putranya yang masih sangat rapuh. Mencoba menguatkan diri, dia lalu berjalan menuju mereka dan membujuk putranya.
"Sofia, terima kasih banyak. Aku berhutang padamu." Natalie bergumam sambil membelai punggung Jeremy.
Sofia perlahan berdiri dan membawa Jeremy ke dalam gendongannya lalu menghadap ke arah Natalie.
"Apa kau yakin tentang ini?" Sofia kembali bertanya dan ingin memastikan keputusan sahabatnya.
Natalie dengan sedih menganggukkan kepalanya dan kembali menatap putra kecilnya yang masih menangis tersedu-sedu di bahu sahabatnya.
"Bajingan itu terus menyalahkannya. Aku tidak bisa meninggalkannya di sana." dia menggunakan bibirnya menunjuk ke arah Jeremy sebelum melanjutkan.
"Dia sangat sibuk dengan pekerjaannya dan dia terus menyalahkan putranya yang masih berusia enam tahun." Natalie bergumam pelan karena tidak ingin Jeremy mendengarnya.
"Itu kecelakaan, Natalie." Sofia beralasan, merasa peduli dan mengerti dengan situasinya.
"Aku tahu." jawab Natalie dan tersenyum saat matanya melihat seseorang yang dia kenal berjalan ke arah mereka.
"Hai, Natalie!" sapa Ardy, suami dari Sofia.
"Hai..." keduanya saling menyapa.
"Hei, jagoan kecil Paman." panggilnya sambil melambaikan tangannya pada anak kecil itu, tapi tak mendapat tanggapan darinya.
"Apa yang salah, nak?"
Jeremy dengan sedih menutup bibirnya dan menggelengkan kepalanya sebagai tanggapan lalu membenamkan wajahnya yang basah ke leher Sofia.
Ardy menghela napas sebelum beralih menatap Natalie. Keadaan wanita itu benar-benar buruk, penampilannya yang jauh dari kata terurus dan tak serapi biasanya.
"Apa kau sudah sangat yakin dengan keputusanmu ini?" tanyanya.
"Dia baru enam tahun, kehilangan saudara perempuannya dan kau akan meninggalkannya juga? Itu bukanlah pilihan yang bagus, Natalie."
Natalie menundukkan kepalanya, tidak tahu harus melakukan apa. Ini bukanlah keinginannya dan dia terpaksa melakukan semua ini.
"Aku tidak punya pilihan lain, Ardy."
Ardy menghembuskan napasnya setelah mendengar jawaban wanita itu. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain menerima dan mendukungnya.
"Baiklah, jika itu keputusanmu...aku tidak bisa melakukan apapun lagi. Sebagai sahabatmu, kami akan membantumu. Aku dan istriku akan menjaga Jeremy dengan baik."
"Terima kasih, Ardy. Terima kasih banyak." Ardy mengangguk dan menatap iba pada pria kecil yang ada di dalam gendongan istrinya.
"Jeremy, ayo ikut Paman." dia bergumam manis sambil membelai pipi Jeremy yang memerah dan basah.
Jeremy hanya menganggukkan kepalanya dan pergi dengan Ardy yang sudah menggendongnya.
Saat dua orang itu pergi, Sofia kembali menghadap sahabatnya dan menghela napas dengan sedih.
"Natalie..."
"Aku tidak tahu, Sofia. Bagaimana itu terjadi? Aku tidak tahu. Ini salahku. Jika saja hari itu aku..."
Natalie tidak sanggup melanjutkan dan hanya menangis dengan putus asa saat Sofia menarik tubuhnya ke dalam pelukannya.
"Aku tahu, tidak peduli apa yang akan ku katakan itu tidak akan mengubah apapun dan juga tidak akan mengurangi rasa sakit yang kau tanggung sekarang. Tapi ingatlah...kau masih memiliki Jeremy, Natalie. Dia membutuhkanmu lebih dari sebelumnya sekarang."
"Aku tidak bisa melihatnya. Setiap kali aku melihatnya, semua itu kembali mendatangiku. Aku tahu jika dia bersamamu, dia akan baik-baik saja. Aku sangat berterima kasih kepadamu dan Ardy karena telah bersedia membantuku. Terima kasih banyak." Natalie dengan tulus bergumam sambil meremas tangan Sofia.
"Kau akan kembali menjemput Jeremy, kan?"
Menekan bibirnya, Natalie dengan sedih tersenyum lalu menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
21++ Bocil dilarang mampir Kumpululan Kisah Panas Nan Nakal, dengan berbagai Cerita yang membuat pembaca panas dingin
Kaindra, seorang pria ambisius yang menikah dengan Tanika, putri tunggal pengusaha kaya raya, menjalani kehidupan pernikahan yang dari luar terlihat sempurna. Namun, di balik semua kemewahan itu, pernikahan mereka retak tanpa terlihat-Tanika sibuk dengan gaya hidup sosialitanya, sering bepergian tanpa kabar, sementara Kaindra tenggelam dalam kesepian yang perlahan menggerogoti jiwanya. Ketika Kaindra mengetahui bahwa Tanika mungkin berselingkuh dengan pria lain, bukannya menghadapi istrinya secara langsung, dia justru memulai petualangan balas dendamnya sendiri. Hubungannya dengan Fiona, rekan kerjanya yang ternyata menyimpan rasa cinta sejak dulu, perlahan berubah menjadi sebuah hubungan rahasia yang penuh gairah dan emosi. Fiona menawarkan kehangatan yang selama ini hilang dalam hidup Kaindra, tetapi hubungan itu juga membawa komplikasi yang tak terhindarkan. Di tengah caranya mencari tahu kebenaran tentang Tanika, Kaindra mendekati Isvara, sahabat dekat istrinya, yang menyimpan rahasia dan tatapan menggoda setiap kali mereka bertemu. Isvara tampaknya tahu lebih banyak tentang kehidupan Tanika daripada yang dia akui. Kaindra semakin dalam terjerat dalam permainan manipulasi, kebohongan, dan hasrat yang ia ciptakan sendiri, di mana setiap langkahnya bisa mengancam kehancuran dirinya. Namun, saat Kaindra merasa semakin dekat dengan kebenaran, dia dihadapkan pada pertanyaan besar: apakah dia benar-benar ingin mengetahui apa yang terjadi di balik hubungan Tanika dan pria itu? Atau apakah perjalanan ini akan menghancurkan sisa-sisa hidupnya yang masih tersisa? Seberapa jauh Kaindra akan melangkah dalam permainan ini, dan apakah dia siap menghadapi kebenaran yang mungkin lebih menyakitkan dari apa yang dia bayangkan?
Yahh saat itu tangan kakek sudah berhasil menyelinap kedalam kaosku dan meremas payudaraku. Ini adalah pertama kali payudaraku di pegang dan di remas langsung oleh laki2. Kakek mulai meremas payudaraku dengan cepat dan aku mulai kegelian. “ahhhkkk kek jangannnhh ahh”. Aku hanya diam dan bingung harus berbuat apa. Kakek lalu membisikkan sesuatu di telingaku, “jangan berisik nduk, nanti adikmu bangun” kakek menjilati telingaku dan pipiku. Aku merasakan sangat geli saat telingaku di jilati dan memekku mulai basah. Aku hanya bisa mendesah sambil merasa geli. Kakek yang tau aku kegelian Karena dijilati telinganya, mulai menjilati telingaku dengan buas. Aku: “ahhkkk ampunnn kek, uddaahhhhh.” Kakek tidak memperdulikan desahanku, malah ia meremas dengan keras payudaraku dan menjilati kembali telingaku. Aku sangat kegelian dan seperti ingin pipis dan “crettt creettt” aku merasakan aku pipis dan memekku sangat basah. Aku merasa sangat lemas, dan nafasku terasa berat. Kakek yang merasakan bila aku sudah lemas langsung menurunkan celana pendekku dengan cepat. Aku pun tidak menyadarinya dan tidak bisa menahan celanaku. Aku tersadar celanaku sudah melorot hingga mata kakiku. Dan tiba2 lampu dikamarku menyala dan ternyata...
Untuk memenuhi keinginan terakhir kakeknya, Sabrina mengadakan pernikahan tergesa-gesa dengan pria yang belum pernah dia temui sebelumnya. Namun, bahkan setelah menjadi suami dan istri di atas kertas, mereka masing-masing menjalani kehidupan yang terpisah, dan tidak pernah bertemu. Setahun kemudian, Sabrina kembali ke Kota Sema, berharap akhirnya bertemu dengan suaminya yang misterius. Yang mengejutkannya, pria itu mengiriminya pesan teks, tiba-tiba meminta cerai tanpa pernah bertemu dengannya secara langsung. Sambil menggertakkan giginya, Sabrina menjawab, "Baiklah. Ayo bercerai!" Setelah itu, Sabrina membuat langkah berani dan bergabung dengan Grup Seja, di mana dia menjadi staf humas yang bekerja langsung untuk CEO perusahaan, Mario. CEO tampan dan penuh teka-teki itu sudah terikat dalam pernikahan, dan dikenal tak tergoyahkan setia pada istrinya. Tanpa sepengetahuan Sabrina, suaminya yang misterius sebenarnya adalah bosnya, dalam identitas alternatifnya! Bertekad untuk fokus pada karirnya, Sabrina sengaja menjaga jarak dari sang CEO, meskipun dia tidak bisa tidak memperhatikan upayanya yang disengaja untuk dekat dengannya. Seiring berjalannya waktu, suaminya yang sulit dipahami berubah pikiran. Pria itu tiba-tiba menolak untuk melanjutkan perceraian. Kapan identitas alternatifnya akan terungkap? Di tengah perpaduan antara penipuan dan cinta yang mendalam, takdir apa yang menanti mereka?
"Tanda tangani surat cerai dan keluar!" Leanna menikah untuk membayar utang, tetapi dia dikhianati oleh suaminya dan dikucilkan oleh mertuanya. Melihat usahanya sia-sia, dia setuju untuk bercerai dan mengklaim harta gono-gini yang menjadi haknya. Dengan banyak uang dari penyelesaian perceraian, Leanna menikmati kebebasan barunya. Gangguan terus-menerus dari simpanan mantan suaminya tidak pernah membuatnya takut. Dia mengambil kembali identitasnya sebagai peretas top, pembalap juara, profesor medis, dan desainer perhiasan terkenal. Kemudian seseorang menemukan rahasianya. Matthew tersenyum. "Maukah kamu memilikiku sebagai suamimu berikutnya?"