/0/9198/coverbig.jpg?v=5a53fb0378b4e87b71efa1c53031c560)
Gilang Chao adalah seorang seorang anak dari keluarga paling kaya di Indonesia bernama keluarga Chao yang memiliki arti berlimpah karena keluarga ini amat sangat kaya karena mereka adalah raja minyak bumi dunia. Namun, Gilang Chao tak bisa terang-terangan mengakui kalau dirinya adalah anak keluarga Chao. Ia harus menyembunyikan identitasnya terutama setelah ia menikahi Maya Lian dari keluarga Lian yang berarti cahaya yang terang. Keluarga Istrinya ini diisi oleh orang-orang terkenal juga dimana sangat mementingkan status sosial. Gilang Chao selalu direndahkan karena dirinya yang hanya orang biasa, tapi ia dipaksa menikahi Maya Lian karena keluarga Maya berhutang budi kepada Ibu Gilang, Dina Chao karena telah mendonorkan jantung kepada Maya Lian dengan syarat Maya harus menikah dulu dengan Gilang. Dina punya rencana kenapa ia sampai melakukan itu. Gilang pun tahu sebabnya karena ada cinta segitiga dimana Maya sangat diperebutkan oleh seorang konglomerat saingan keluarga Chao, yaitu Raka Feng dari keluarga Feng yang artinya abadi. Keluarga Feng ingin menjadi penguasa dengan menumbangkan kerajaan keluarga Chao, maka dari itu Gilang harus membuat Raka hancur dengan menikahi Maya yang berhutang nyawa kepada Ibu Gilang. Maya tak suka dengan GIlang begitu juga sebaliknya, namun Gilang mulai merasa ada getaran rasa yang tak biasa di hatinya. Ia pun mulai mencoba merebut hati Maya dengan sungguh-sungguh sambil juga membuat Raka hancur. Apakah Gilang akan berhasil melakukannya?
Menantu Rendahan
"Gilang, bangun! Cepat cuci baju dan piring kotor sisa semalam!" teriak Marsita Lian, Ibu mertua Gilang Chao yang sangat membenci Gilang.
Gilang masih setengah sadar karena ia tidur pulas sekali. Ia tak langsung menjawab Ibu Mertuanya itu sampai Istrinya, Maya Lian, yang tidur di sampingnya menendang tubuh Gilang sampai jatuh dari kasur. "Kalo dipanggil Mama tuh nyaut napa sih! Berisik banget pagi-pagi!"
Gilang kaget sekali ketika ia jatuh karena ditendang. Ia ingin marah, tapi tak bisa. Karena, yang menendangnya adalah Istrinya yang ia cintai.
Gilang sudah setahun menikah dengan Maya. Mereka menikah karena sebuah kondisi yang memaksa mereka, lebih tepatnya memaksa Maya.
"Iya, Mah!" Gilang akhirnya menyahuti Ibu Mertuanya.
"Bikinin sarapan juga!" teriak Marsita lagi dari luar.
Gilang akhirnya keluar dari kamar dengan mata masih mengantuk karena lelah semalam.
Bukan lelah karena hubungan suami istri dengan Maya, tapi lelah karena setiap hari Gilang selalu menjadi pembantu di rumah ini. Tak pernah sekalipun ia dianggap menantu oleh Marsita, apalagi dianggap suami oleh Maya.
Gilang menumpang hidup dengan keluarga Lian karena ia tadinya adalah keluarga miskin.
Gilang berasal dari keluarga Chao yang kini hanya sebatang kara saja. Ia tak punya keluarga lagi karena Ibunya sudah meninggal.
Bukan meninggal karena usia tua, tapi karena sebuah kesepakatan dengan Marsita.
Ibu Gilang, Dian Chao, meninggal karena mendonorkan jantungnya untuk Maya yang gagal jantung dan hampir meninggal.
Dian sudah sangat lama mendaftarkan diri di rumah sakit Hao Tao Hospital sebagai pendonor organ tubuh. Tak disangka, dari semua calon pendonor, hanya Dian saja yang cocok untuk mendonorkan jantungnya.
Gilang sempat melarang ibunya. Sejak lama ia tak setuju Ibunya mendonorkan organ tubuhnya karena Gilang tak mau kehilangan Ibunya yang merupakan keluarga satu-satunya.
Namun, untuk mengobati kerinduan Gilang padanya nanti, ia membuat satu syarat kepada Marsita. "Aku tak mau kamu membayar jantungku. Tapi, sebagai gantinya kamu harus menikahkan dulu anakmu Maya dengan Gilang."
Baik Marsita dan Maya sama-sama menolaknya, namun kondisi Maya sudah sangat kritis dan hanya Dina yang bisa menyelamatkannya.
"Baiklah, baiklah! Gilang akan menikah dengan Maya!" kata Marsita.
Gilang dan Maya pun menikah di rumah sakit dan hanya dihadiri oleh Dina dari pihak keluarga Chao dan beberapa anggota keluarga Lian yang menjenguk.
Setelah mereka menikah, barulah Dina menjalankan operasi donor jantungnya kepada Maya dan berhasil.
Itu sudah setahun yang lalu, sekarang mereka sudah hidup serumah dan GIlang tak pernah dianggap berjasa karena yang mereka hormati hanyalah Dina Chao.
"Cepetan Gilang! Maya mau berangkat kerja!" kata Marsita.
"Iya Mah!" kata Gilang berusaha keras menahan kesalnya karena disuruh-suruh terus.
Gilang selesai masak dan ia melihat Maya sudah keluar dari kamar dengan pakaian kerja yang rapih dengan rok span selutut lebih dikit, dan kemeja putih yang tampak ketat terutama dibagian dada.
Gilang yang tadinya kesal karena diperintah terus, langsung reda marahnya begitu melihat Maya.
Maya menyadari kalau ia sedang dilihati oleh Gilang. "Buruan napa bawa makanannya ke meja! Aku terlambat nih gara-gara sarapannya lama!"
Lain sekali efek yang GIlang rasakan. Ia tak marah sama sekali begitu Maya yang menyuruhnya.
Marsita dan Maya makan bersama. Sementara Gilang hanya bisa makan makanan sisa dari masakannya di belakang sambil mencuci piring dan penggorengan bekas masak.
"Kamu kapan mau ceraikan si Gilang?" tanya Marsita.
Suara mereka mengobrol terdengar dari dapur tempat GIlang mencuci piring. Ia mengecilkan keran airnya agar bisa mendengar lebih jelas.
"Mama nanya itu mulu deh!" kata Maya kesal karena Ibunya bertanya hal yang sama terus setiap beberapa waktu sekali.
"Ya iyalah! Kamu udah setahun sama dia dan kamu ga bahagia, Mama tahu itu."
"Ga segampang itu tahu, Mah! Mama ga inget apa Ibunya Gilang udah ngelakuin apa?"
Gilang jadi teringat dengan IBunya yang sudah tak ada lagi. Ia ingin marah dengan kondisinya sekarang, tapi tidak bisa. Itu sama saja tidak mensyukuri hidup.
Tiba-tiba, ponsel Gilang bergetar tak bersuara karena disilent. Gilang melihat sebuah nomor yang tak ia kenal menelfonnya. Ia pun mengangkatnya dan berbicara dengan suara pelan agar tidak ketahuan sedang menelfon.
"Halo?"
"Selamat pagi, Sultan Gilang."
Suara siapa ini? GIlang tak mengenalnya, terlebih lagi ia seumur hidup tak pernah dipanggil Sultan oleh seseorang, malah ia sekarang jadi kacung!
"Maafkan saya baru menghubungi anda setelah 25 tahun lamanya."
"Tunggu, tunggu, kamu siapa?" GIlang jadi penasaran.
"Saya adalah Fiko, asisten pribadi Nyonya Dina Chao."
Fiko? Gilang tak pernah mendengar nama itu. Sejak kapan Ibunya punya asisten pribadi sedangkan sejak kecil GIlang sudah hidup miskin?
"Anda mungkin tidak mengenal saya karena Almarhum Nyonya Dina menyimpan rapat semua rahasia keluarga Chao dari anda."
"Rahasia keluarga Chao? Bukannya selama ini saya hidup sebatang kara bersama Ibu saya saja?"
"Tidak, Sultan. Anda memiliki keluarga yang sangat powerfull di dunia. Keluarga Chao, khususnya Almarhum Nyonya Dina adalah raja minyak saat ini. Ia menginvestasikan semua uangnya untuk bisnis minyak yang kini setelah 25 tahun lamanya akhirnya ia berhasil mencapai puncak kekayaan yang sulit sekali ditandingi. Surat wasiat dari Nyonya Dina menuliskan secara sah menyerahkan semua bisnis dan saham minyak itu kepada anda, Sultan Gilang."
Gilang nyaris tak bisa berdiri lagi setelah mendengar itu. Kakinya sangat lemas.
Selama 25 tahun ini ia hidup sangat susah. Ibunya selalu berhutang kepada tetangga, pemilik warung, tukang sayaur, siapa saja hanya demi menghidupinya. Tapi, ternyata selama ini Ibunya menginvestasikan semua uang yang ia punya untuk saham minyak dan setelah selama ini, ia sekarang resmi menjadi raja minyak karena kepemilikan saham dan kepemilikan ladang minyak bumi terbesar di dunia!
"Sultan Gilang kalau ada waktu kita harus bertemu dan aku akan menjelaskan semuanya kenapa ini bisa terjadi," kata Fiko.
Sementara itu, "Gilang! Lama banget sih cuci piring doang. Cepet cuci mobil sama motor!"
"Iya, Mah!... Fiko, nanti aku hubungi lagi. Terima kasih ya," kata Gilang kemudian mematikan telfonnya.
Ia sangat senang sekali mendengarnya. Gilang nyaris menangis ketika tahu bahwa dia ternyata adalah orang kaya!
"Ibu, terima kasih!" kata Gilang kepada Ibunya yang sudah tak ada lagi.
Semua ini sudah disiapkan oleh Dina, termasuk dengan menikahkan Gilang dengan Maya, anak Marsita Lian dari keluarga Lian.
Sebuah konflik keluarga yang sangat pelik menanti Gilang di depan sana. Dina tak sanggup menanggungnya sendiri, jadi ia menyerahkan tugas ini kepada Gilang.
Untuk sementara, Gilang masih bisa menikmati status barunya yang tak pernah terbayangkan olehnya.
Sultan Gilang, sang raja minyak baru!
Firhan Ardana, pemuda 24 tahun yang sedang berjuang meniti karier, kembali ke kota masa kecilnya untuk memulai babak baru sebagai anak magang. Tapi langkahnya tertahan ketika sebuah undangan reuni SMP memaksa dia bertemu kembali dengan masa lalu yang pernah membuatnya merasa kecil. Di tengah acara reuni yang tampak biasa, Firhan tak menyangka akan terjebak dalam pusaran hasrat yang membara. Ada Puspita, cinta monyet yang kini terlihat lebih memesona dengan aura misteriusnya. Lalu Meilani, sahabat Puspita yang selalu bicara blak-blakan, tapi diam-diam menyimpan daya tarik yang tak bisa diabaikan. Dan Azaliya, primadona sekolah yang kini hadir dengan pesona luar biasa, membawa aroma bahaya dan godaan tak terbantahkan. Semakin jauh Firhan melangkah, semakin sulit baginya membedakan antara cinta sejati dan nafsu yang liar. Gairah meluap dalam setiap pertemuan. Batas-batas moral perlahan kabur, membuat Firhan bertanya-tanya: apakah ia mengendalikan situasi ini, atau justru dikendalikan oleh api di dalam dirinya? "Hasrat Liar Darah Muda" bukan sekadar cerita cinta biasa. Ini adalah kisah tentang keinginan, kesalahan, dan keputusan yang membakar, di mana setiap sentuhan dan tatapan menyimpan rahasia yang siap meledak kapan saja. Apa jadinya ketika darah muda tak lagi mengenal batas?
Shella memiliki masalah serius ketika keluarganya mencoba memaksanya untuk menikah dengan pria tua yang mengerikan. Dalam kemarahan, dia menyewa gigolo untuk berakting sebagai suaminya. Dia kira gigolo itu membutuhkan uang dan melakukan ini untuk mencari nafkah. Sedikit yang dia tahu bahwa pria tersebut tidak seperti itu. Suatu hari, dia melepas topengnya dan mengungkapkan dirinya sebagai salah satu orang terkaya di dunia. Ini menandai awal dari cinta mereka. Pria itu menghujaninya dengan semua yang dia inginkan. Mereka bahagia. Namun, keadaan tak terduga segera menjadi ancaman bagi cinta mereka. Akankah Shella dan suaminya berhasil melewati badai? Cari tahu!
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Setelah dua tahun menikah, Sophia akhirnya hamil. Dipenuhi harapan dan kegembiraan, dia terkejut ketika Nathan meminta cerai. Selama upaya pembunuhan yang gagal, Sophia mendapati dirinya terbaring di genangan darah, dengan putus asa menelepon Nathan untuk meminta suaminya itu menyelamatkannya dan bayinya. Namun, panggilannya tidak dijawab. Hancur oleh pengkhianatan Nathan, dia pergi ke luar negeri. Waktu berlalu, dan Sophia akan menikah untuk kedua kalinya. Nathan muncul dengan panik dan berlutut. "Beraninya kamu menikah dengan orang lain setelah melahirkan anakku?"
Karena sebuah kesepakatan, dia mengandung anak orang asing. Dia kemudian menjadi istri dari seorang pria yang dijodohkan dengannya sejak mereka masih bayi. Pada awalnya, dia mengira itu hanya kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak, namun akhirnya, rasa sayang yang tak terduga tumbuh di antara mereka. Saat dia hamil 10 bulan, dia menyerahkan surat cerai dan dia akhirnya menyadari kesalahannya. Kemudian, dia berkata, "Istriku, tolong kembalilah padaku. Kamu adalah orang yang selalu aku cintai."
Rumornya, Laskar menikah dengan wanita tidak menarik yang tidak memiliki latar belakang apa pun. Selama tiga tahun mereka bersama, dia tetap bersikap dingin dan menjauhi Bella, yang bertahan dalam diam. Cintanya pada Laskar memaksanya untuk mengorbankan harga diri dan mimpinya. Ketika cinta sejati Laskar muncul kembali, Bella menyadari bahwa pernikahan mereka sejak awal hanyalah tipuan, sebuah taktik untuk menyelamatkan nyawa wanita lain. Dia menandatangani surat perjanjian perceraian dan pergi. Tiga tahun kemudian, Bella kembali sebagai ahli bedah dan maestro piano. Merasa menyesal, Laskar mengejarnya di tengah hujan dan memeluknya dengan erat. "Kamu milikku, Bella."