/0/8229/coverbig.jpg?v=1b6ff0cfa74e5906ee124fe7333230b1)
Arial Bima Pradipta. Siapa yang tidak mengenal sosok hening acap geming dengan sikapnya yang dingin? Sesosok bocah yang baru duduk di bangku SMA kelas sepuluh, namun sudah dikenal dengan brutalitas dan kebar-barannya hanya karena sejarahnya pernah mengalahkan seorang Aksa Wiraga -ketua dari geng Thunder- geng besar dan brutal di kotanya. Kisahnya tidak hanya tentang itu. Namun juga tentang solidaritas dari sekumpulan teman tongkrongannya yang ia anggap lebih dari sekedar teman. Mereka bisa menjadi keluarga untuk sekedarnya bernaung tatkala keluarga yang ia cintai tak lagi terlihat atensinya. Sayang, kehidupannya justru menjadi jungkir balik saat bertemu dengan perempuan bernama Agatha. Kehadiran perempuan itu pun membuat Arial kian meradang lara dengan semua luka yang harus dihadapinya. Dan siapa pula yang bisa menyangka bahwa ada rahasia besar yang tak luput dari teror mengerikan dan mengarah pada pembunuhan?
Langkahnya berhenti tepat di ujung gang yang tertuju langsung pada sebuah gudang bekas. Tanpa sadar jemarinya mengepal keras, meremas tali tas punggungnya. Lantas sepasang mata tajam dengan manik legam itu turun menatap pada beberapa lembar uang ratusan ribu yang ada di genggamannya. Ada rasa penuh dosa saat ia ingat bagaimana cara mendapatkan uang sebanyak itu hanya untuk menuruti candu yang kini berhasil membelenggunya.
Pandangannya kembali terangkat menatap lurus pada beberapa orang yang sedang berdiri dan tampak melakukan transaksi tepat sepuluh meter dari tempatnya berpijak.
"Hei, Bro!" Salah satu dari orang itu memanggilnya. Ragu-ragu langkahnya kembali terayun, menghampiri beberapa orang yang masing-masing menggenggam bungkusan kecil berisikan bubuk putih. Ya, bubuk putih yang kini sedang ia butuhkan.
Hingga langkah sepasang kakinya berhenti tepat di hadapan orang itu. Tanpa sadar tangannya yang lain semakin meremas tali ransel.
"Udah gue siapin sepuluh gram buat lo," ujar orang itu dengan pelan lalu mengangkat bungkusan kecil berisi bubuk putih itu di hadapannya.
Dia merasakan tenggorokannya mengering lalu dengan susah payah dia menelan salivanya.
Tangan orang itu bergerak terulur lalu tanpa dimintanya memasukkan bungkusan kecil itu ke dalam saku kemeja putih yang dia kenakan. "Kali ini nggak ada yang gratisan. Lo bawa duitnya, kan?" Orang itu menengadahkan tangan tepat di depan wajah.
Kepalanya mengangguk. Mengiakan pertanyaan dari seorang berpakaian seragam SMA dengan dibalut jaket denim hitam.
"Ya udah, mana?"
Untuk kesekian kali ia menelan saliva dengan susah payah. Ini salah. Ini salah. Ini nggak bener, decapnya dalam hati. Seketika ia tersadar, semua yang dilakukannya adalah kesalahan fatal. Meski di sisi lain ia amat menginginkan benda itu. Ah, sial! Candu itu kini menjadi adiksi yang menyerangnya dengan hebat lantas membelenggunya erat-erat.
Ini salah. Ini nggak bener. Ini salah.
Kata-kata itu terus memutari isi kepala. Meski mtanya menatap tangan yang masih setia menggantung di udara.
Tanpa mengatakan apapun kakinya terayun secepat mungkin, seolah ada sosok yang menariknya untuk menjauh dari orang itu. Tak lama kemudian gemuruh langkah terdengar ramai-ramai mengejarnya. Hanya satu yang melintas di dalam benak, ia hanya ingin terlepas dari semua adiksi yang telah mengikatnya.
Tanpa arah ia terus berlari dengan sebisa mungkin untuk bisa terhindar dari kejaran beberapa orang di belakangnya. Bahkan sampai tak kuasa menghindar hingga menabrak beberapa pejalan kaki saat melewati trotoar yang cukup ramai, serta mobil yang melintas pun nyaris bertabrakan saat dirinya saat menyebrangi jalan raya.
Langkahnya terus mengayun cepat. Tak peduli arah mana yang dilaluinya, hingga justru membuatnya terkepung. Tepat di hadapannya ada tembok tinggi menghadang dengan dilindungi kawat berduri di atasnya. Sementara gedebam langkah itu semakin terdengar jelas tengah menghampirinya.
"Mau lari ke mana lo, hah?" Orang tadi tanpa segan mendekatinya yang sudah terkepung.
Keringat dingin mengucur dari dahinya. Ia sudah terpojok dengan dinding besar di belakangnya.
"Mau nyari masalah sama gue, hah?" Tangan orang itu terulur mencengkram erat kerah kemeja putih yang dipakainya. Bahkan sampai mencekiknya tanpa ampun.
Sementara itu, ia hanya mampu menggeleng-gelengkan kepala dan kembali berusaha menelan salivanya meski dengan susah payah. Lehernya tercekik hingga membuatnya merasakan urat-urat nadinya melemah dengan jantung yang justru berpacu semakin cepat. Matanya menatap pasrah orang itu, seakan menyiratkan jika ingin membunuhnya sebaiknya dipercepat. Namun nahas, orang dihadapannya justru seakan menikmati bagaimana dirinya yang tersiksa kehabisan oksigen yang seharusnya mengalir ke seluruh tubuh.
Senyum puas terbit di salah satu sudut bibir orang itu sebelum semuanya berubah gelap dan tubuhnya jatuh tersungkur ke tanah tanpa sadarkan diri. Sedangkan dirinya merasakan semuanya berhenti. Detak jantungnya, sisa napasnya, denyut di nadinya, waktu yang dimilikinya. Semuanya terhenti ... seakan ikut mati. Ah, Arial yang malang.
***
Tentang luka tanpa pereda lara. Terjebak dalam zona penuh ancaman dan teror mengerikan. Tanpa kasih sayang dan hanya bayangan. Tanpa sepatah kata meski untuk bersapa. Bersama solidaritas tanpa batas, menjadikannya prioritas untuk melawan brutalitas.
(Arial Bima Pradipta)
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Novel ini berisi kompilasi beberapa cerpen dewasa terdiri dari berbagai pengalaman percintaan penuh gairah dari beberapa karakter yang memiliki latar belakang profesi yan berbeda-beda serta berbagai kejadian yang dialami oleh masing-masing tokoh utama dimana para tokoh utama tersebut memiliki pengalaman bercinta dengan pasangannya yang bisa membikin para pembaca akan terhanyut. Berbagai konflik dan perseteruan juga kan tersaji dengan seru di setiap cerpen yang dimunculkan di beberapa adegan baik yang bersumber dari tokoh protagonis maupun antagonis diharapkan mampu menghibur para pembaca sekalian. Semua cerpen dewasa yang ada pada novel kompilasi cerpen dewasa ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga menambah wawasan kehidupan percintaan diantara insan pecinta dan mungkin saja bisa diambil manfaatnya agar para pembaca bisa mengambil hikmah dari setiap kisah yan ada di dalam novel ini. Selamat membaca dan selamat menikmati!
Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."
Anne mengikuti kontrak tertentu: dia akan menikah dengan Kevin dan melahirkan anaknya pada akhir tahun. Kalau tidak, dia akan kehilangan semuanya. Namun, itu lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Menghadapi penghinaan hari demi hari, dia sudah kehabisan kesabaran. Kali ini, dia tidak mau menyerah. Pada hari kecelakaan Kevil, Anne mengorbankan dirinya untuk menyelamatkannya. Meskipun dia hidup, dia akan segera menghilang di hadapan dunia. Nasib mereka terikat sekali lagi setelah bayi mereka tumbuh. Anne mungkin telah kembali kepadanya, tetapi dia bukan lagi wanita yang sedang mengejar cinta Kevin. Sekarang, Anne siap berjuang untuk putranya.
Karena sebuah kesepakatan, dia mengandung anak orang asing. Dia kemudian menjadi istri dari seorang pria yang dijodohkan dengannya sejak mereka masih bayi. Pada awalnya, dia mengira itu hanya kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak, namun akhirnya, rasa sayang yang tak terduga tumbuh di antara mereka. Saat dia hamil 10 bulan, dia menyerahkan surat cerai dan dia akhirnya menyadari kesalahannya. Kemudian, dia berkata, “Istriku, tolong kembalilah padaku. Kamu adalah orang yang selalu aku cintai.”
Pelan tapi pasti Wiwik pun segera kupeluk dengan lembut dan ternyata hanya diam saja. "Di mana Om.. ?" Kembali dia bertanya "Di sini.." jawabku sambil terus mempererat pelukanku kepadanya. "Ahh.. Om.. nakal..!" Perlahan-lahan dia menikmati juga kehangatan pelukanku.. bahkan membalas dengan pelukan yang tak kalah erat. Peluk dan terus peluk.. kehangatan pun terus mengalir dan kuberanikan diri untuk mencium pipinya.. lalu mencium bibirnya. Dia ternyata menerima dan membalas ciumanku dengan hangat. "Oh.. Om.." desahnya pelan.