/0/7938/coverbig.jpg?v=c752e4a660a82bf3880b173b9d14280f)
Aurora, wanita kantoran berumur dua puluh tahun yang tinggal di Bandung, sering merasa kesepian. Dia tidak memiliki banyak teman, tidak dekat dengan keluarga serta tidak ada orang yang memberikan kehangatan serta cinta yang dia butuhkan di sepanjang hidupnya. Untuk memenuhi kekosongan hatinya, dia mencari cinta hingga akhirnya mendapatkan kekasih pertama, Ega di usianya yang menginjak sembilan belas tahun. Naas, kekasih yang telah menjalin hubungan dengannya menjadikan dia sebagai selingkuhan. Mengetahui fakta tersebut, dia memilih untuk berpisah dengan luka yang dalam. Namun semua berubah ketika dia bertemu dengan Uriel di bandara. Bagaikan tersengat listrik, mereka memiliki koneksi secara instan. Uriel membuat Aurora percaya kembali dengan cinta tetapi semua yang terjadi antara hubungan mereka tidak seperti hubungan kekasih yang seharusnya dan mulai menggerogoti Aurora dari dalam. Apa yang dialami oleh Aurora di dalam hubungannya dengan Uriel? Mengapa hal itu bisa terjadi?
Prolog
Momen ini adalah hal yang paling ditunggu-tunggu olehku. Setelah penantian yang begitu lama, akhirnya rencana ini akan terlaksana. Aku mengepalkan tanganku. Seluruh tubuhku bergetar. Seluruh emosi yang terbenam di sekujur tubuhku menyeruak keluar. Keringat dingin mengucur di seluruh tubuhku. Ketakutan menyelimutiku bagaikan ulat yang berada di dalam kepompong.
Selama ini aku berada di zona nyamanku. Namun, aku tidak bisa begini terus menerus. Aku harus melakukannya. Aku tidak bisa menunda lebih lama lagi. Sekarang atau tidak untuk selamanya. Ragu atau berani. Mundur atau maju. Semuanya harus diputuskan sekarang.
Trak!
Aku menutup koperku. Ku elus koper kesayanganku ini. Koper ini memang istimewa. Ia berwarna biru tua dan berukuran besar. Bahkan jika orang dewasa meringkuk, mereka dapat masuk ke dalam koper ini. Setelah mengelus koper, aku beranjak. Aku berjalan ke kanan dan ke kiri sambil memikirkan beberapa hal. Aku melakukan ini selama beberapa menit. Akhirnya, setelah lelah mundar-mandir, aku pun duduk dan membuka koperku. Aku memeriksa semua barang yang ada di dalamnya.
"Pakaian dalam... ada, topi... ada, baju kaus... ada, celana jeans... ada, sepatu... ada, kacamata hitam... ada, perlengkapan mandi... ada. Kosmetik... ada. Hmm... kayaknya semuanya udah lengkap deh! Tinggal bawa tas kecil buat naruh dompet dan handphone," ucapku mantap.
Aku tersenyum setelah memeriksa seluruh isi koper. Semuanya sudah lengkap. Tidak ada yang tertinggal satu pun. Aku juga mengambil tas yang terletak tidak jauh dari tempat koper ini berada dan segera mengambilnya. Kemudian, aku menaruh dompet dan handphone di dalamnya dan meyematkan tas kecil tersebut di bahu.
"Tunggu aku, sayangku! Kita akan segera bertemu," kataku sambil menyungingkan senyum lebar.
Aku memang sudah menyiapkan perlengkapan untuk segera menemui sayangku, tetapi ada beberapa barang yang tidak boleh aku lupakan. Barang-barang ini tidak kalah pentingnya dengan perlengkapan yang ada di dalam koper maupun yang ada di tas kecil ini. Aku pun menelusuri seisi rumah untuk mencarinya. Mataku melihat seisi kamar. Namun, sejauh mata memandang, aku tidak dapat menemukannya. Kemudian, aku keluar kamar dan mengitari ruang tamu dan hasilnya juga nihil.
"Argh! Astaga! Astaga! Astaga! Sepertinya, aku lupa membelinya!"
Aku berteriak dengan nada yang tertahan. Aku tidak berani berteriak dengan keras. Bagaimanapun juga, ini adalah indekos di mana kenyamanan adalah nomor satu dan keributan yang disebabkan oleh satu orang dapat menganggu seluruh penghuni. Aku tidak mau, hanya karena satu teriakan aku terusir dari tempat ini. Membayangkannya saja sudah membuatku bergidik. Kemudian, aku menarik napas perlahan dan menenangkan diri. Kini, aku dapat berpikir dengan jernih.
"Oke, kalau di kamar gak ada dan di ruang tamu juga gak ada. Apa ada di teras ya? Hmm... coba deh, aku ke teras. Mungkin aja aku lupa masukin," pikirku.
Aku segera mengangkat kakiku dan menuju ke teras. Lagi-lagi barang-barang itu tidak ada. Aku menghela napas lagi. Mau gak mau aku harus ke toko dan membelinya. Ku buka tas kecil dan mengambil dompet yang ada di dalamnya. Aku membuka dompet dan menemukan tiga lembar uang kertas berwarna merah.
"Cuma 300 ribu? Emang cukup, ya kalau aku kesana? Hah! Harus ambil uang di ATM."
Aku mendengus kesal. Arah ATM dan toko barang yang aku inginkan berlawanan arah. Sebenarnya, aku bisa saja langsung menuju toko tanpa harus ke ATM terlebih dahulu tapi lebih baik selalu sedia uang tunai. Biasanya setiap toko memiliki mesin EDC tapi jika terjadi error di mesin tersebut maka semua menjadi rumit dan lebih menghabiskan waktu. Setelah melakukan beberapa pertimbangan, aku menuju ATM B** dan mengambil sepuluh lembar uang kertas berwarna merah. Setelah mendapatkan seluruh uang tersebut, aku memasukan semuanya ke dalam dompet dan menaruhnya di dalam tas kecil. Kemudian, aku menuju toko serba ada yang terletak berlawanan arah.
Setelah beberapa menit berjalan, aku sampai di toko ini. Aku melihat papan nama toko ini. Aku membaca tulisan yang terpampang di atas toko itu. Toko Sejati Serba Ada. Kemudian, aku masuk ke dalam toko dan memberi kertas kepada kasir. Kasir itu membaca tulisan itu perlahan. Ada keraguan dalam tatapan matanya. Dia membuka mulutnya dan menatapku dengan tatapan penuh tanda tanya. Aku hanya terdiam dan memberikan tatapan tajam.
"Teh, serius mau beli ini? Gimana bawanya?" tanya kasir.
"Bisa diantar 'kan? Saya gak mungkin bawa ini sendirian," jawabku dengan ketus.
"Kalau ini diantar juga, gak?" tanya kasir.
Aku tidak menjawab. Sebagai respon, aku hanya tertawa kecil. Kasir tersebut masih heran melihat tingkahku dan memberi nota untuk dibayar olehku. Aku melihat nominalnya dengan saksama. Aku juga melihat melihat nama kasir itu. Namanya Dinda.
"Oke, Dinda. Saya bayar cash, ya dan buat benda kecil yang kamu pegang itu. Berikan aja ke saya," ucapku sambil tersenyum tipis.
Dinda langsung memberikan barang tersebut kepadaku. Dinda tidak memberiku plastik karena barang ini relatif kecil. Nampak bukan hanya Dinda yang menatapku dengan heran. Namun, seluruh pengunjung di sekitarku. Sayup-sayup terdengar bisikan. Saya tahu kalau mereka memandangku dengan tatapan heran dan mulai membicarakanku. Aku sebenarnya bisa saja melabrak mereka tapi aku memutuskan untuk membiarkan mereka dan pergi. Sebelum aku pergi, aku memberikan alamat indekosku serta nomor teleponku kepada Dinda.
***
Setelah beberapa lama, barang pesananku datang. Aku pun langsung memeriksa barang tersebut. Barang tersebut masih tersegel rapi. Aku segera mengambil beberapa botol minum berukuran lima ratus mili. Lalu aku membukanya, aku pun menuangkan isi barang itu ke dalam botol minum. Aku tersenyum puas melihat isi di dalam botol. Botol-botol ini di penuhi oleh cairan berwarna kuning dengan bau yang semerbak. Setelah selesai, aku membawa beberapa botol itu ke dalam kamar dan memasukannya ke dalam koper.
"Aku sudah tidak sabar akan hari esok," gumamku.
Aku terbangun dengan badan yang segar. Aku menyeret koper dan membawa tas kecil yang tersemat di bahuku. Aku juga sudah memegang tiket pesawat dan sudah memesan Go-Car. Perjalanan menggunakan Go-Car menuju bandara tidak terlalu lama. Mungkin karena ini adalah hari H jadi semua terasa menyenangkan. Setelah turun dari mobil, aku melajukan kaki ke bagian check-in dan menunggu pesawat yang akan aku naiki. Aku sedikit khawatir ketika petugas sedang menimbang berat koperku dan mempertanyakan isinya. Untung saja, mereka tidak macam-macam.
Ting-Tong!
Kepada seluruh penumpang makskapai Singa Laut dengan penerbangan JJ 2341 silakan menuju ke gate 1F. Sekali lagi kami beritahukan seluruh penumpang Singa Laut dengan penerbangan JJ 2341 silakan menuju ke gate 1F.
Aku memegang KTP serta tiket pesawat di tanganku dan menuju gate. Antrian untuk maskapai ini cukup mengular. Maklum saja, selain karena harga maskapai Singa Laut yang terjangkau tetapi maskapai ini adalah satu-satunya maskapai yang melayani rute ke kota yang akan ku tuju. Aku berjalan mencari bangku sesuai dengan yang tertera pada tiket pesawat. Aku pun mendapatkan kursi dekat jendela. Selain karena aku bersandar, tetapi karena aku bisa melihat awan yang indah.
Setelah dua jam mengudara, aku pun sampai di Bandara kota ini, kota Pangkal Pinang. Aku segera menuju hotel dan check in. Kemudian, aku menaruh koper di dalam kamar dan bergegas membersihkan diri serta menganti pakaian. Setelah selesai, aku mencari barang yang terpenting untuk sayangku. Aku pun mengangkat barang itu tinggi-tinggi.
"Aku sudah tidak sabar menunggu malam tiba."
Aku melihat barang itu dengan saksama. Ia adalah botol yang sebelumnya aku isi di indekos sebelumnya. Aku membawa lima botol di dalam koper dan mengeluarkan kelima-limanya. Aku juga mengeluarkan benda berbentuk kotak yang berwarna coklat tua. Di bagian depan, terdapat gambar burung cantik dengan bulu yang berwarna biru, putih dan kuning sedangkan bagian belakangnya, tertulis nama produk Holux. Selagi menunggu waktu, aku memainkan kotak tersebut. Aku mengeluarkan satu batang dan mengesekkannya ke kotak tersebut.
Akhirnya malam datang, aku bersenandung ria. Aku memasukan kelima botol cairan tersebut dan kotak yang berwarna coklat tua ke dalam kantong plastik berukuran sedang. Kemudian, aku melangkahkan kakiku keluar menuju suatu tempat. Tidak berapa lama, aku sampai di suatu bangunan berbentuk rumah dengan ukuran yang cukup sederhana. Aku segera bersiap-siap dengan mengeluarkan botol yang ada di dalam keresek. Aku menumpahkan seluruh cairan ke sekitar rumah itu. Mulai dari botol pertama hingga botol terakhir.
Bau menyengat menyeruak. Tidak lupa, aku mengeluarkan kotak berwarna coklat yang sebelumnya sudah saya taruh di dalam keresek. Kotak ini adalah korek api. Aku pun mengeluarkan batang korek dan mulai menggeseknya ke pingir kotak korek.
Trek-trek!
Api berhasil berhasil menyala dan aku menjatuhkan api tersebut ke tanah. Senyum puas tersungging di bibirku.
Bima tak menyangka, jika seorang gadis yang dia tolong seminggu yang lalu akan menjadi ibu susu anaknya. Dia adalah Jenny, seorang gadis cantik berusia 18 tahun yang masih berstatus pelajar SMA. Namun, entah alasan apa, diumurnya yang masih terbilang muda gadis itu sudah mengandung. Apa mungkin karena salah pergaulan? Atau justru memang dia sudah menikah? Semakin lama dilihat, Jenny semakin mempesona. Hingga membuat seorang Bima Pradipta yang masih berstatus suami orang menyukainya. Dan suatu ketika, sebuah insiden kesalahan pahaman membuat keduanya terpaksa menikah dan menjadikan Jenny istri kedua Bima. Akankah pernikahan mereka abadi? Lalu, bagaimana dengan Soraya istri pertama Bima? Akankah dia terima dengan pernikahan kedua Bima? Atau justru dialah yang terlengserkan? “Setelah kita menikah, aku akan menceraikan Raya, Jen!” Bima~ “Kalau begitu Bapak jahat namanya, masa Bu Raya diceraikan? Aku dan dia sama-sama perempuan, aku nggak mau menyakitinya!” Jenny~
Rumornya, Laskar menikah dengan wanita tidak menarik yang tidak memiliki latar belakang apa pun. Selama tiga tahun mereka bersama, dia tetap bersikap dingin dan menjauhi Bella, yang bertahan dalam diam. Cintanya pada Laskar memaksanya untuk mengorbankan harga diri dan mimpinya. Ketika cinta sejati Laskar muncul kembali, Bella menyadari bahwa pernikahan mereka sejak awal hanyalah tipuan, sebuah taktik untuk menyelamatkan nyawa wanita lain. Dia menandatangani surat perjanjian perceraian dan pergi. Tiga tahun kemudian, Bella kembali sebagai ahli bedah dan maestro piano. Merasa menyesal, Laskar mengejarnya di tengah hujan dan memeluknya dengan erat. "Kamu milikku, Bella."
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."
Sayup-sayup terdengar suara bu ustadzah, aku terkaget bu ustazah langsung membuka gamisnya terlihat beha dan cd hitam yang ia kenakan.. Aku benar-benar terpana seorang ustazah membuka gamisnya dihadapanku, aku tak bisa berkata-kata, kemudian beliau membuka kaitan behanya lepas lah gundukan gunung kemabr yang kira-kira ku taksir berukuran 36B nan indah.. Meski sudah menyusui anak tetap saja kencang dan tidak kendur gunung kemabar ustazah. Ketika ustadzah ingin membuka celana dalam yg ia gunakan….. Hari smakin hari aku semakin mengagumi sosok ustadzah ika.. Entah apa yang merasuki jiwaku, ustadzah ika semakin terlihat cantik dan menarik. Sering aku berhayal membayangkan tubuh molek dibalik gamis panjang hijab syar'i nan lebar ustadzah ika. Terkadang itu slalu mengganggu tidur malamku. Disaat aku tertidur…..