/0/5865/coverbig.jpg?v=bc7d1d894048e5f8a0f9e449bd685ea1)
Pada awalnya Ken tergila-gila pada seorang gadis bernama Eleanore. Putri dari perdana menteri yang pendiam dan terkesan dingin. Ia bertekad menikahi gadis tersebut meski memakai cara licik. Namun ketika semua keinginannya tercapai, ada suatu masalah yang terjadi. Ken mengetahui rahasia kehidupan kelam Eleanore. Sejak saat itu sikapnya mulai berubah dan membenci gadis itu yang sudah menjadi istrinya. "Sampai aku matipun, tak pernah bisa aku memaafkan perbuatanmu." Eleanore selama ini hidup dalam sangkar emas dan dipenuhi aturan. Sejak bertemu Ken yang sering menggodanya dan membuat hari-harinya menyenangkan, ia jatuh cinta pada pria dari keponakan raja tersebut. Namun di saat ia berpikir dunianya telah berwarna, perasaan cintanya dihancurkan dan dilukai oleh pria yang sudah menjadi suaminya. Ia tak tahu penyebab kebencian Ken padanya hingga membuat pria itu berubah sedingin es. "Sebesar apapun kebencianmu padaku. Aku tetap mencintaimu hingga duniaku berakhir." Rahasia apa yang disembunyikan Eleanore dari Ken? Dapatkah Ken memaafkan dan melupakan semua hal yang telah terjadi?
["Karena kamu. Istriku meninggal."]
["Sehari saja apa kamu tak bisa duduk diam di kamar?"]
Gadis kecil bermata hansel itu hanya tertunduk diam saat sang ayah memarahinya. Penyebabnya hanya satu, ia memecahkan vas kesayangan hadiah dari raja untuk ayahnya. Bukan karena disengaja, tetapi lantainya licin sehabis dibersihkan oleh para pelayan.
["Kamu selalu saja membuatku kesal dan marah."]
Satu sosok yang sebagian orang menganggap ayah adalah seorang pahlawan dan cinta pertama putrinya, hal itu tak berlaku bagi gadis kecil tersebut.
Pria yang dipanggilnya ayah itu tak pernah sekalipun memanjakan atau menyayanginya. Hanya bentakan ataupun tatapan dingin yang selalu ditujukan padanya.
["Kalau saja kamu tak pernah ada di sini."]
Beberapa penggalan kalimat itu menjadi andalan sang ayah ketika memarahinya, ia tak tahu apapun dan tak bisa bertanya mengapa sang ayah begitu emosi kepadanya.
"Nona, kita makan yuk." Sang pengasuh yang sudah dianggapnya ibu mengajak makan. Sejak tadi pagi hingga siang ia takut berhadapan dengan sang ayah.
"Bibi, apa ayah sudah berangkat?" tanyanya sembari menyibak selimutnya dan langsung memeluk sang pengasuh. Pelukan layaknya seorang ibu itu membuat merasa nyaman.
"Tuan besar sebentar lagi akan pergi.
"Aku tunggu ayah pergi saja, ya Bi. Aku tak mau ayah marah lagi."
Dengan penuh kasih sayang Brigith membelai rambut indah nan lembut milik majikan kecilnya. Ia sudah merawatnya sejak masih bayi.
"Tapi ada kakak pertama nona. Tuan muda pertama sudah pulang dari Belanda dan bawa oleh-oleh yang nona pinta. Apa tidak mau melihatnya?"
Gadis kecil itu pun merenggangkan pelukannya dan matanya berbinar. Di antara ketiga kakaknya hanya kakak pertama yang begitu menyayanginya sedangkan yang lain cuek.
"Tapi kalau ayah masih di sana, aku tidak mau." Ia menggelengkan kepala dan menunduk lagi.
"Ya sayang dong. Bagaimana kalau oleh-olehnya diambil nona besar?" Brigith menggodanya.
"Ah bibi. Aku tidak mau oleh-olehku direbut. Ayo kita lekas ke bawah."
"Nona, pakai alas kakinya dulu." Brigith mengejarnya hingga sampai pintu lalu memasangkannya dengan pelan.
"Terima kasih bibi. Aku sayang bibi."
Brigith tersenyum, ia menyayangi nona kecilnya seperti anak kandung sendiri. Ia menjaga dan melindunginya dari amukan tuan besarnya jika gadis kecil itu melakukan kesalahan.
Kaki kecilnya melangkah cepat menuruni anak tangga. Ia ingin sekali menemui kakak pertamanya yang sudah pergi tugas selama sebulan.
Namun langkahnya terhenti tepat di pintu ruang makan, gadis kecil berusia sembilan tahun itu mendengar ayahnya sedang memarahi sang kakak dengan bentakan.
["Jangan lagi memarahi Leanore, Yah. Dia masih kecil."]
["Kenapa ayah begitu membencinya."]
["Tentu saja ayah membencinya. Karena lahirnya dia membawa kesialan. Ibumu meninggal penyebabnya adalah anak itu."]
["Ayah salah. Ibu meninggal bukan karena Leanore tapi penyakitnya. Jangan lagi menyalahkannya."]
["Bagi ayah. Anak itu selamanya membawa kesialan!"]
Eleanore terdiam mematung, ia tak jadi membuka pintu ruang makan dan melangkah pergi. Tak ada tangis ataupun isakan, gadis kecil itu hanya menatap hampa setiap ruangan yang dilewatinya.
****
"Hai Rose, apa kabarmu?"
Satu tempat kesenangannya tentu saja taman bunga milik ibunya. Di sana ia bisa bicara dengan berbagai macam tanaman.
Kesedihan, kegembiraan juga kemarahannya ia ungkapkan di sini. Seorang diri saja tanpa ada yang menemaninya kecuali para pengawal di sekelilingnya.
"Memangnya tanaman di sini dapat bicara denganmu?"
Suara dari arah belakang membuat Leanore kecil menoleh, ia melihat anak laki-laki yang usianya jauh lebih tua sedang memandang dirinya dengan keheranan.
"Mereka tak bisa berbicara tapi aku bisa merasakan jika mereka mendengarnya," sahut Leanore kecil seraya ia membelai lembut bunga mawar putih.
"Ada-ada saja. Mereka itu bukan seperti kita yang manusia," ejek anak laki-laki tersebut tak memercayai ucapannya.
"Terserah kamu mau percaya atau tidak. Tapi itu yang kurasakan. Mereka itu juga ciptaan-Nya."
Leanore kecil merasa jengkel dan memberengut atas ucapan anak laki-laki yang tak ia kenal dan datang secara mendadak.
"Kamu marah?"
"Aku tidak marah hanya saja jengkel karena kamu tak percaya!" Leanore kecil memanyunkan bibirnya dengan bersidekap.
"Kamu lucu, Nona Kecil. Kamu tingga l di kastil ini?"
"Iya ini rumahku. Memangnya kenapa?" Leanore kesal karena anak laki-laki di sampingnya terus bertanya dan tak mau pergi.
"Apa tinggal di sini tidak menakutkan? Aku saja yang tinggal di sini walau hanya bertamu membuatku ngeri," ujarnya bergidik seakan merasakan ketakutan.
"Memang kamu benar, di sini memang menakutkan. Namun, kastil ini adalah tempat tinggalku."
Mata lentik Leanore menyapu seluruh halaman kastil juga bangunan megah berdinding tebal dan tak mudah dirobohkan. Ucapan anak laki-laki itu benar adanya, jika di siang hari tempat tinggalnya terasa indah. Namun saat malam hari tampak seperti kastil berhantu, ia kadang takut jika berjalan sendiri.
"Apa kamu tidak bosan di sini terus? Pergilah keluar. Kemarin hingga hari ini saat aku datang, kamu berada di sini."
"Aku senang di sini daripada di luar."
Leanore tersenyum kecut, bagaimana bisa ia bermain di luar layaknya masyarakat biasa? Yang ada sang ayah segera memanggil pengawal lalu membawanya pulang dengan paksa.
"Mana mungkin kamu tidak merasa bosan dengan aturan di sini?" tanyanya seraya menggoda.
Bohong ... itulah yang dirasakan Leanore saat ini. Setiap hari ia hanya ditemani Hellen juga bibi Brigith, mereka tak bisa diajak bersantai saat bicara hanya karena sebuah aturan. Ia butuh sahabat di dunia luar sana yang tak dapat ia sentuh.
"Pasti tidak boleh kan? Makanya jangan jadi anak ayahmu," katanya dengan santai.
Leanore tak pernah menginginkan hidupnya ada di sini, memiliki seorang ayah yang bekerja sebagai perdana menteri dan sang paman yang menikahi anggota kerajaan.
"Lebih enak jadi aku. Bebas tanpa aturan," ujarnya menyombongkan diri. Leanore menghela napas mendengarnya, anak laki-laki yang sombong.
"Memangnya kamu siapa? Apa kamu anak dari salah satu pekerja di sini?" tanya Leanore curiga sebab anak itu banyak bertanya.
"Namamu dulu baru aku akan menjawabnya."
Entah kenapa anak laki-laki itu senang melihat ekspresi gadis kecil tersebut. Sejak kemarin ia penasaran dengannya karena mengoceh tak jelas di sini.
"Eleanore itu namaku. Biasanya orang-orang memanggilku Leanore atau El. Lalu nama kamu siapa?"
"Kalau kamu kenal keluarga Montgemery, aku ada di sana." Ia menoleh ke belakang lalu tersenyum.
"Lain kali kita jumpa lagi."
Pria kecil itu melambaikan tangan ke arah Leanore setelah ada yang memanggilnya. Eleanore melihat sebentar lalu kembali asyik dengan dunianya sendiri. Ia tak mengenal anak itu jadi untuk apa mengingat namanya?
=Bersambung=
Penasaran dengan kisah hidup Eleanore kecil? Apa penyebab sang ayah membencinya? Ikuti kisahnya anak gadis perdana menteri di sini.
Pernikahan itu seharusnya dilakukan demi kenyamanan, tapi Carrie melakukan kesalahan dengan jatuh cinta pada Kristopher. Ketika tiba saatnya dia sangat membutuhkannya, suaminya itu menemani wanita lain. Cukup sudah. Carrie memilih menceraikan Kristopher dan melanjutkan hidupnya. Hanya ketika dia pergi barulah Kristopher menyadari betapa pentingnya wanita itu baginya. Di hadapan para pengagum mantan istrinya yang tak terhitung jumlahnya, Kristopher menawarinya 40 miliar rupiah dan mengusulkan kesepakatan baru. "Ayo menikah lagi."
Novel Ena-Ena 21+ ini berisi kumpulan cerpen romantis terdiri dari berbagai pengalaman romantis dari berbagai latar belakang profesi yang ada seperti CEO, Janda, Duda, Mertua, Menantu, Satpam, Tentara, Dokter, Pengusaha dan lain-lain. Semua cerpen romantis yang ada pada novel ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga bisa sangat memuaskan fantasi para pembacanya. Selamat membaca dan selamat menikmati!
Setelah dua tahun menikah, Sophia akhirnya hamil. Dipenuhi harapan dan kegembiraan, dia terkejut ketika Nathan meminta cerai. Selama upaya pembunuhan yang gagal, Sophia mendapati dirinya terbaring di genangan darah, dengan putus asa menelepon Nathan untuk meminta suaminya itu menyelamatkannya dan bayinya. Namun, panggilannya tidak dijawab. Hancur oleh pengkhianatan Nathan, dia pergi ke luar negeri. Waktu berlalu, dan Sophia akan menikah untuk kedua kalinya. Nathan muncul dengan panik dan berlutut. "Beraninya kamu menikah dengan orang lain setelah melahirkan anakku?"
Warning!!! Khusus 18+++ Di bawah 18+++ alangkah baiknya jangan dicoba-coba.
Cerita ada adengan dewasa harap pengertian bagi pembaca Satria seorang pensiunan tentara yang sekarang meneruskan bisnisnya yang bergerak dalam bidang jasa pembangunan. satria yang memiliki keluarga bahagia dan di kenal sosok yang alim harus terjebak dalam birahi nafsu di puber keduanya, dan perjalan kisah yang tidak di sangka yang akan terjadi pada dia dan orang sekitarnya termasuk keluarganya
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?