Jatuh dari keningratan, Zen Luo menjadi budak yang rendahan yang digunakan sebagai karung tinju untuk para mantan sepupunya. Secara tidak sengaja, dia menemukan cara untuk mengasah dirinya menjadi senjata dan sebuah legenda dimulai karena itu. Dengan keyakinan yang kuat untuk tidak pernah menyerah, dia berusaha untuk membalas dendam dan mengejar impian yang besar. Pendekar dari berbagai klan bersaing untuk kekuasaan dan dunia menjadi kacau. Mengandalkan tubuh yang sebanding dengan senjata ampuh, Zen mengalahkan banyak musuh dalam perjalanannya menuju keabadian. Akankah dia berhasil pada akhirnya?
Suatu pagi di akhir musim gugur. Saat fajar menyingsing menggantikan gelapnya malam, sinar mentari di ufuk timur memberikan sedikit kehangatan di udara dingin yang menusuk.
Saat itu lampu minyak di ruang bawah tanah rumah kediaman Keluarga Luo terlihat masih menyala. Seorang pemuda bernama Zen Luo duduk tegak di depan meja, tubuhnya menutupi sebagian besar cahaya yang terpancar dari lampu minyak tersebut, diam-diam dia mengeluarkan sebuah buku yang dijilid dengan benang dan terlihat sudah cukup usang.
Zen Luo adalah seorang pemuda bertubuh kurus dan tidak dapat dibilang tampan yang baru saja berusia 17 tahun, dia memiliki temperamen yang sangat lembut, matanya begitu bersinar bahkan di bawah cahaya lampu minyak yang redup dan temaram pun, tetap saja terlihat begitu bersinar dan mempesona.
"Aku membutuhkan waktu kira-kira sebulan untuk menyelesaikan buku 'Prinsip Surgawi' ini, semua argumentasi yang tertulis di dalam buku ini memang sangat baik, tetapi empat kata yang berbunyi 'Membalas kejahatan dengan kebaikan' sungguh sangat menjijikkan." Bisik Zen sambil menatap api di lampu minyak yang seukuran kacang. Wajahnya terlihat sangat sedih, "Jika saja ayah tidak berbaik hati dan mempercayai empat kata tersebut, aku sebagai keturunan langsung dari Klan Luo pasti tidak akan berakhir seperti ini, dan ayah juga pasti masih hidup ..."
Tiba-tiba terdengar suara seseorang membuka kunci pintu ruang bawah tanah yang kemudian membuyarkan lamunannya. Ekspresi wajahnya yang sedih langsung berubah menjadi sangat serius, dia dengan segera meniup api yang ada di lampu minyaknya dan menyelimuti dirinya dengan selimut katun yang sudah usang.
Pintu ruang bawah tanah pun akhirnya terbuka, lalu terdengar suara langkah kaki yang semakin mendekatinya. Seorang petugas melangkah menuju ke arahnya dan menginjakkan kakinya di tempat tidur Zen, dia lalu berteriak kepadanya, "Apakah kamu masih tidur? Apakah kamu sedang bermimpi menjadi tuan muda dari Klan Luo? Bangun sekarang juga! Kamu harus pergi sekarang!"
Pria tersebut dulunya adalah seorang pelayan yang bekerja untuk Klan Luo, tampangnya terlihat agak keji, kutil yang tumbuh di dahinya sering membuat orang yang melihatnya merasa jijik, Zen duduk di tempat tidurnya sambil menggosok matanya, dia lalu menyingkap selimutnya, dan bangkit dari tempat tidurnya, kemudian mengenakan pakaian, kaus kaki, dan sepatunya dengan santai tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Meskipun pakaian itu sudah tua dan lusuh tapi Zen tetap menyimpannya dengan rapi, dia adalah pria yang sangat rapi dan teliti.
Petugas tersebut memutar bola matanya, lalu mengkritiknya, dan kemudian memberi isyarat kepada yang lain dengan melambaikan tangannya, beberapa pria lalu datang menghampiri dan mengepung Zen, mereka lalu memakaikan baju pelindung kulit yang tebal dan juga memborgol tangan dan kakinya dengan paksa.
Setelah selesai, Zen lalu mengikuti para petugas tersebut berjalan keluar dari ruang bawah tanah dan pergi menuju ke Balai Seni Bela Diri Luo.
Klan Luo memiliki ratusan tambang dan juga jutaan hektar tanah yang sangat subur, mereka adalah klan yang sangat besar dan berkuasa di Kabupaten C.
Namun mereka tidak ada apa-apanya jika berada di wilayah timur karena di sana memiliki ribuan kota kabupaten dan juga keluarga kaya dan terkemuka yang tak terhitung jumlahnya.
Zen berjalan keluar dari ruang bawah tanah yang suram dengan dikawal oleh beberapa pria, ini sudah menjadi ritual hariannya, jadi dia sudah sangat terbiasa dengan hal ini. Untuk pergi ke Balai Seni Bela Diri, dia harus berjalan melewati banyak paviliun, jembatan, dan ruang galeri.
Balai seni bela diri tersebut berada di area terbuka, tempat itu adalah tempat di mana anak-anak dari Klan Luo belajar dan berlatih seni bela diri. Pintu masuknya dihiasi dengan patung singa jantan dan singa betina yang terbuat dari marmer putih, lantainya terbuat dari lempengan batu basal yang hitam dan besar. Hanya dengan berdiri di pintu masuk saja, orang-orang bisa merasakan kekuatan yang memancar dari dalam Balai seni.
Di tengah Balai Seni Bela Diri tersebut, ada puluhan anak dari Klan Luo yang terlihat sedang berlatih seni bela diri di bawah bimbingan seorang guru, mereka semua mengenakan jubah abu-abu.
mereka terus menerus melayangkan tinjunya sambil berteriak.
Anak-anak tersebut harus belajar dengan rajin dan berlatih dengan keras agar bisa memenangkan posisi tertentu dalam Klan mereka, semua anak-anak yang ada di sana terlihat hanya berusia 10 tahun ke atas.
Pada akhir musim gugur ini, meskipun angin dingin sudah mulai bertiup, mereka tetap saja berlatih dengan semangat hingga bermandikan keringat. Panas dan dingin yang kontras memenuhi seluruh balai seni yang diselimuti oleh kabut putih.
Di sisi lain Aula Seni Bela Diri berdiri lebih dari selusin pria yang berpakaian seperti Zen, mengenakan pelindung kulit dengan tangan dan kaki yang dibelenggu. Orang-orang itu terlihat sangat menyedihkan, sekujur tubuh mereka dipenuhi oleh luka dan darah.
Zen lalu dikawal masuk ke dalam Balai Seni Bela Diri, penjaga menempatkannya di antara orang-orang yang terluka tersebut.
Sebagian besar dari mereka adalah terpidana mati yang telah dibeli oleh Klan Luo dari penjara lokal dan dijadikan sebagai budak. Para budak ini dijadikan sebagai alat bagi anak-anak dari Klan Luo untuk melatih dan menguji kekuatan mereka, mereka diperbolehkan untuk menyerang para budak itu sesuka hati mereka, beberapa budak bahkan sampai terbunuh dan cacat akibat dari serangan tersebut. Seiring berjalannya waktu, jumlahnya semakin bertambah, tidak tahu sudah berapa banyak budak yang kehilangan nyawa mereka di sana.
Namun kondisi Zen sangatlah berbeda, dia tidaklah dibeli dan juga bukanlah terpidana mati, dia adalah anak tertua dari cabang tertua Klan Luo. Anggota Klan yang lain biasa memanggilnya dengan sebutan tuan muda, dulunya dia juga seorang bangsawan, para rekannya pasti akan membungkuk dan memberi hormat padanya, bahkan para tetua keluarga pun bersikap sangat sopan kepadanya.
Sampai dua tahun yang lalu semua langsung berubah, sebuah bencana tiba-tiba terjadi di Kabupaten C, ayah Zen yang merupakan kepala Klan Luo diracuni oleh saudaranya sendiri, dia langsung meninggal di tempat saat itu juga.
Tidak lama setelah itu, cabang tertua dari Klan Luo langsung diambil alih oleh tiga cabang lainnya. Mereka memfitnah dan membuat tuduhan palsu terhadap ayah Zen dengan mengatakan kalau dia adalah seorang pemberontak di dalam Klan mereka, dan karena hal itu keluarga mereka tidak bisa bertahan dan cabang tertua menjadi tidak sekuat sebelumnya.
Zen yang tadinya merupakan tuan muda dari Klan Luo, juga dicap sebagai pemberontak dan langsung dijadikan sebagai budak mereka, dia dijadikan sebagai alat untuk latihan seni bela diri dan dipukuli sesuka hati oleh anak-anak dari Klan Luo tersebut.
Zen telah menjalani hidup seperti ini selama dua tahun, dia bahkan sudah tidak tahu berapa banyak tinju dan hinaan yang dia telah dia terima selama dua tahun terakhir ini.
"Latihan tinju hari ini sudah selesai, kalian boleh memilih seorang budak untuk latihan berikutnya sekarang! Dengan memukul tubuh manusia, memungkinkan kalian untuk bisa sepenuhnya memahami keterampilan tempur yang sebenarnya, dan juga bisa mengetahui kelemahan serta struktur tubuh manusia!"
Setelah guru tersebut selesai berbicara, anak-anak yang ada di sana langsung memilih budak mereka. Seketika itu, suara para budak yang memohon ampun dan belas kasihan pun langsung terdengar di seluruh ruang balai seni, anak-anak tersebut tidak pernah memperlakukan budak-budak tersebut sebagai manusia, mereka dilatih untuk memukul tanpa ampun dan belas kasihan.
Banyak dari mereka yang mencoba untuk menemukan Zen. Bisa memukuli mantan tuan muda dengan serangan dan pukulan sebanyak mungkin memberi mereka sebuah rasa pencapaian yang sangat besar!
Dengan sikap yang tenang, Zen melindungi bagian vital tubuhnya saat dirinya dipukuli bak karung pasir, dan karena sudah dua tahun menjadi budak di sana jadi sekarang dia sudah sangat terbiasa dengan kondisi seperti itu.
Tidak lama kemudian, beberapa orang terlihat berjalan masuk ke dalam Balai Seni Bela Diri, seorang pria muda yang berpakaian rapi terlihat seperti pemimpin mereka.
"Tuan muda telah tiba!"
"Tuan muda, akhirnya Anda selesai menjalankan pelatihan. sekarang Anda terlihat lebih segar dan bersemangat, kemampuan dan kekuatanmu juga pasti telah berkembang pesat!"
"Tuan muda kita adalah orang yang cerdas, dia adalah bibit Klan Luo yang sangat berbakat. sekarang dia pasti sudah semakin kuat dan telah memasuki tingkat pemurnian tulang yang lebih tinggi."
Melihat kedatangan tuan muda tersebut, anak-anak langsung menghentikan aktivitas mereka dan mulai berkumpul di sekitarnya, beberapa dari mereka bahkan berjalan mendekatinya dan melemparkan beberapa pujian kepadanya. Jelas terlihat kalau mereka semua sangat menyanjungnya.
Zen menatap pemuda itu dengan penuh kemarahan, Pria muda yang dipanggil tuan muda oleh anak-anak ini adalah Perrin Luo, dia adalah putra tertua dari cabang kedua Klan Luo, usianya sama dengan Zen.
Perrin menggantikan posisi Zen sebagai tuan muda dari Klan Luo setelah dia diturunkan dan dijadikan sebagai budak mereka.
Beberapa waktu lalu, Zen mendengar kabar kalau Perrin pergi ke tempat terpencil untuk berlatih, dia menghilang untuk waktu yang cukup lama, dan sepertinya kemampuannya meningkat dengan pesat setelah dia melakukan pelatihan tersebut.
Perrin Luo yang sangat sensitif kemudian menolehkan kepalanya ke arah Zen dan menyadari kalau sepupunya itu sedang menatapnya dengan penuh kebencian. Dia lalu tersenyum menyeringai sambil berjalan ke arahnya dan berkata, "Zen, aku pergi berlatih dalam jangka waktu yang cukup lama, dan saat aku kembali kesini, aku tidak menyangka kalau kamu masih hidup."
"Terima kasih karena sudah begitu peduli padaku, sayang sekali aku masih hidup." Jawabnya dengan geram.
"Berani sekali kamu! kata-kata macam apa itu? Beraninya kamu berbicara seperti itu pada tuan muda!?"
"Kamu hanya seorang budak di sini, berlutut! Cepat berlutut dan minta maaf pada tuan muda atau kamu akan menyesal pernah dilahirkan di dunia ini!"
Beberapa anak dari Klan Luo lalu meneriakinya, seolah-olah dia telah melakukan suatu kesalahan yang tidak termaafkan pada mereka.
Zen melihat sekelilingnya dengan acuh tak acuh. Saat dia menjadi tuan muda, semua orang-orang yang ada di sana berperilaku seperti anjing kecil di depannya, bahkan bernapas saja mereka juga tidak berani, namun setelah dia kehilangan kekuasaannya, sikap mereka langsung berubah, semua ini terjadi begitu tiba-tiba. Sekarang, mereka semua telah menjadi anjing Perrin.
Perrin lalu mengangkat tangannya untuk memberi isyarat pada anak-anak tersebut agar berhenti berteriak. Dia pun lalu berkata pada Zen dengan senyum kemenangan, "Zen, tahukah kamu mengapa aku pergi berlatih?"
Zen tidak berbicara sepatah kata pun, Dia hanya menatap Perrin dengan ekspresi yang datar.
Suara Renata kini mendesah saat ciuman pria muda itu mendarat di lehernya, sambil tangannya kini meremas buah dadanya yang tertutup kaos oblong itu, sofa yang sudah tua di ruang tamu di rumah sederhana itu nampak sesak dan bergoyang saat dengan nakalnya tangan Eka meremas dan memilin sekujur tubuh gadis itu “Maaaas…..”
Jeslin pulang untuk mengunjungi orang tua dan dan menghadiri pernikahan kakak perempuan nya, tapi siapa sangka malam pertama yang seharusnya menjadi malam pertama kakak perempuan nya menjadi malam pertama diri nya dan Kakak iparnya, dia di rudalpaksa dan kehilangan keperawanan nya, dia dipaksa melayani gairah kakak ipar nya yang gila. Setelah malam itu hidup nya tidak baik-baik saja, dia ingin melupakan nya tapi kakak ipar nya tidak mengizinkan dia melupakan nya, semakin dia mencoba untuk lepas dari genggaman kakak ipar nya, semakin gila laki-laki tersebut menggenggam dirinya.
21++ BANYAK ADEGAN BERBAHAYA TIDAK UNTUK DITIRU! "Kamu hamil!" ucap Ayden, kekasih Delisha. "A-apa?" tanya Delisha polos. "Kamu hamil!" tegas Ayden lagi. "T-tapi." "Kita sering melakukannya, dan kita main tanpa pengaman." "J-jadi?" "Aku mau putus! Terserah mau diapakan anak itu, umurku masih 16 tahun. Aku mau bebas." Ayden meninggalkan Delisha yang mematung, tidak tahu apa yang harus ia lakukan, dan apa yang akan ia hadapi ke depan disaat usianya masih sangat belia 14 tahun.
Keseruan tiada banding. Banyak kejutan yang bisa jadi belum pernah ditemukan dalam cerita lain sebelumnya.