Diana Rosseta, wanita cantik yang tumbuh penuh luka di masa lalunya. Menaruh dendam pada mantan kekasihnya yang sudah melewati satu malam dengannya. Namun yang membuatnya terkejut, pria itu menikah dengan perempuan lain yang tak lain adalah saudara tirinya sendiri.
Chapter 1
Pesta pernikahan bernuansa putih di selenggarakan di outdoor. Berhias bunga putih berkelopak lapis 5 dengan dedaunan merambat berwarna hijau yang memanjakan mata. Karpet putih panjang juga terhampar luas dari pintu selamat datang hingga ke atas pelaminan. Semua dekorasi serba putih, dimulai dari kursi tamu, kursi pelaminan, background dan lain-lain.
Sekarang pukul 8 pagi. Dimana detik-detik ritual akad akan dimulai. Kedua pengantin juga sudah duduk berhadapan dengan penghulu dengan mengenakan baju berwarna senada. Saat keduanya saling berjabat tangan dan mempelai pria mulai mengucapkan janji sucinya dengan khidmat dan serius.
Seorang dari balik pintu masuk selamat datang berjalan dengan anggun. Kakinya melangkah sesuai dengan jalur karpet putih melenggang menggunakan sepatu hak tingginya. Dia tak segan mengangkat dagunya tinggi memperjelas sosoknya yang angkuh dan berkelas sembari mencantel tas mahal hitam kesayangannya pada tangan kanannya yang menekuk sempurna.
Kedatangannya perlahan membuat orang-orang menatapnya heran. Sebab sosoknya yang menonjol dari yang lain. Serta warna pakaian yang dia kenakan full hitam dengan kacamata hitam besar. Jelas sangat kontras diantara hamparan warna putih. Dia tak menghiraukan orang lain mau berkata apa padanya.
Bahkan sebagian dari mereka mengatakan bahwa dia adalah orang iri hati yang sedang berkabung di acara bahagia di pernikahan saudarinya. Ada pula yang menyindir mengena langsung di telinganya mengatakan bahwa dia saudara yang jahat. Dan masih banyak lagi penghinaan verbal yang menusuk dan kejam yang dia terima.
Tapi bagi seorang Diana Rosseta. Hal seperti itu tidaklah masalah baginya. Karena dia tahu harus melakukan apa dan apa yang lebih penting untuk hidupnya. Hidupnya adalah untuknya. Dan sebagian hidupnya adalah untuk balas dendam.
"Itukan anaknya bu Rose, kok dia gak malu ya dateng ke sini? pakai baju begitu lagi, kaya mau ngelayat aja," sindir salah satu tamu ibu-ibu yang duduk tepat di sampingnya. Dia berbisik pada temannya tapi suaranya terlalu besar untuk dia dengar.
"Bener aneh banget, tapi sifat ibu dan anak sama saja, untung sekarang bu Rose udah tobat, eh gantian turun ke anaknya," temannya cuma manggut-manggut dengan tatapan menilai.
"Sangat disayangkan ya, masih muda, cantik tapi kelakuannya kaya cewe gak bener, katanya dia pernah tidur sama om-om loh bu, open BO gitu, kok bisa ya anaknya ibu Rose kelakuannya begitu," singgungnya lagi. Diana mengorek kupingnya yang gatal penuh dengan kata-kata kotor itu. Kenapa orang lain jadi sok tahu begitu sih tentang dirinya. Diana muak mendengarnya.
"Lah ibu kaya gak tau aja deh,"
Lalu terbesit ide di otaknya untuk melempar gelangnya ke bawah kursi. Gelang itu menggelinding ke bawah kursi yang mereka duduki.
"Upss gelangku jatuh, bu ibu tolong bantu ambilkan dong, tangan saya gak nyampe," dia melambaikan tangannya ke bawah melakukan adegan drama berpura-pura.
Ibu itu tersenyum tipis dan mengambil gelangnya. Seringai kecil terukir di bibir Diana. Kaki dengan sepatu hills nya menginjak tangan ibu tadi dengan sengaja.
"Aaaaa!" ibu itu berteriak lalu berakhir meringis. Diana terkekeh puas dengan wajah yang menyeringai menang. Pasti tadi sakit sekali karena dia menginjaknya keras. Rasa puas hati akhirnya dia dapatkan.
Ibu yang satunya menolong. Dia menarik tangan temannya lalu meniup-niup. Biar perihnya reda.
"Kamu kenapa sih? dendam sama saya? sudah baik saya ambilkan gelangnya, kamu malah berlaku kasar sama saya," ucap ibu itu tidak terima dengan wajah yang memelas. Kata-katanya terdengar ngotot. Membuat tamu-tamu di sekitar ikut menoleh. Mereka menjadi tontonan para tamu.
Lalu sang ibu, pemilik nama Rose. Menengahi perkelahian mereka. Terutama menyalahkan Diana, anaknya.
"Diana!" bentak Rose dengan keras.
"Lihat bu, kelakuan anak ibu, dia menginjak tangan saya, gak punya sopan santun sama sekali sama orang tua, padahal saya mau membantunya," teriaknya dengan keras. Berkoar merasa ditindas, diam-diam meminta belas kasihan dan pembelaan banyak orang.
'Mau cari simpati ya? mau cari masa begitu?' batin Diana menggerutu.
"Tolong bu maafkan anak saya, nanti saya yang beri dia hukumannya,"
"Saya kan gak sengaja, masa mau nyalahin saya, saya gak tau di situ ada tangan loh bu, beneran deh saya gak lihat, mungkin ibu sendiri yang sengaja dan main tuduh-tuduh saya, makanya Bu kalau punya mata tuh dipake, jangan mulut aja yang dipake ya bu," Diana berdalih membela diri. Tapi tamparan keras mendarat di pipinya seiring dengan berakhirnya prosesi akad. Di kala mereka bilang sah sampai semua tamu terkejut.
"Kurang ajar! Dasar gak punya sopan santun! kalo kamu bukan anaknya ibu Rose sudah saya tuntut," ancamnya. Tangannya menunjuk dengan sengit. Tapi Diana hanya tersenyum meledek alias menantang ibu itu. Tak meringis sedikit pun. Dia sudah cukup kenyang dengan tamparan di pipi.
"Mau tuntut saya? silahkan! atas dasar apa? penyiksaan? lucu sekali, mental lemah, diinjak seperti itu saja menangis, lebih baik ibu jaga mulut saja dulu ya, kalau tidak mau dituntut balik atas pencemaran nama baik," kini Diana balik menunjuk dan menantangnya. Sang ibu yang tadi sesangar macan. Kini beringsut mundur dengan wajah pias.
"Diana! sudah hentikan!" bentak mama Rose lagi.
"Sudah jeng, jangan berurusan sama dia, orang sinting ngapain dilawan, udah yuk jeng," ucap temannya menarik lengan si ibu yang wajahnya merah padam seperti kepiting rebus.
Sekali lagi Diana mendecih dengan sindiran sinting itu.
Semua tamu berangsur berdiri dari kursi. Saat yang lain pulang. Diana dengan sungkan melangkah menuju dua sejoli yang baru saja meresmikan statusnya sebagai suami istri. Melupakan keributan yang baru saja terjadi. Mama Rose mengekor dibelakang dengan tatapan mengintimidasi. Diana sudah bisa merasakan kemarahan mamanya itu.
"Jaga sopan santunmu Diana! kamu sudah membuat mama malu!" bentak mama Rose dari belakang.
"Hmmm, mama juga pernah gitu kan, jangan suka menceramahi," Diana menggeram, mengulik masa lalu sang mama. Dia sudah biasa mengabaikan amarah mamanya itu. Setiap kali diperingati, tetep saja berulah.
Diana membuat simpul senyum dibibirnya. Tentu itu bukan senyum asli. Tapi hanya senyum pencitraan. Langkahnya angkuh menapaki pelataran prosesi akad.
'ogah sekali aku memberi ucapan selamat padanya, kalau bukan didepan keluarga ku, sudah aku jambak dia' batin Diana menggerutu tatkala melihat wajah tampan yang dibencinya.
'Harusnya aku robohkan saja semuanya tadi' batinnya lagi. Dari awal memang berniat mau merusak acara ini. Tapi rasanya pertengkaran tadi kurang greget.
Sebenarnya dari awal Diana sudah sering kali menolak untuk menghadiri acara ini. Acara dimana Ayumna saudara tirinya menikah dengan mantan pacarnya waktu SMA dulu, namanya Dion.
Ini juga salah mama nya. Yang terus memaksa Diana untuk datang. Padahal dia sudah tahu kalau Dion adalah mantan pacar yang membuat hidupnya berubah 180 derajat lebih menderita.
"Beri salam Di!" bisik mama Rose dengan paksaan agar dia mau berjaba tangan dengan pasangan pengantin yang baru sah ini.
"Oke sesuai permintaan mama," Diana berbicara lantang. Para sanak keluarga yang ada di situ menoleh padanya dengan tatapan bingung. Sedangkan mama Rose merutuki tingkah anaknya ini.
"Selamat menempuh hidup baru ya Ayumna dan siapa ini namanya?" Diana berpura-pura tidak tahu sambil berjabat tangan. Sekaligus menjadikan Dion bahan ejekannya.
"Dion mba namanya," jawab Ayumna sumringah. Wajah polos nya tidak pantas untuk Dion yang bajingan.
"Owh Dion ya? nama yang familiar sekali," Diana memeluk Ayumna lalu memeluk Dion juga. Tubuh Dion pun menggelenyar. Ayumna terlihat cemburu saat keduanya saling berpelukan.
"Selamat ya atas pernikahan kamu Dion, eh kenapa?" Diana melepas pelukannya namun ditatapnya Dion lekat-lekat. Pria itu kikuk dihadapannya. Diana tak puas menyeringai jahat pada pria ini.
"Tak apa, terimakasih atas ucapan selamatnya," nadanya gugup.
Diana pun tersenyum sangat manis sampai akhirnya dia berbalik dengan ekspresi jijik. Melenggang dari sana menjauh dari keramaian.
Selama tiga tahun yang sulit, Emilia berusaha untuk menjadi istri Brandon yang sempurna, tetapi kasih sayang pria itu tetap jauh. Ketika Brandon menuntut perceraian untuk wanita lain, Emilia menghilang, dan kemudian muncul kembali sebagai fantasi tertinggi pria itu. Menepis mantannya dengan seringai, dia menantang, "Tertarik dengan kolaborasi? Siapa kamu, sih?" Pria tidak ada gunanya, Emilia lebih menyukai kebebasan. Saat Brandon mengejarnya tanpa henti, dia menemukan banyak identitas rahasia Emilia: peretas top, koki, dokter, pemahat batu giok, pembalap bawah tanah ... Setiap wahyu meningkatkan kebingungan Brandon. Mengapa keahlian Emilia tampak tak terbatas? Pesan Emilia jelas: dia unggul dalam segala hal. Biarkan pengejaran berlanjut!
Bagi publik, dia adalah sekretaris eksekutif CEO. Di balik pintu tertutup, dia adalah istri yang tidak pernah diakui secara resmi. Jenessa sangat gembira ketika mengetahui bahwa dia hamil. Tapi kegembiraan itu digantikan dengan ketakutan ketika suaminya, Ryan, menghujani kasih sayangnya pada cinta pertamanya. Dengan berat hati, dia memilih untuk melepaskan pria itu dan pergi. Ketika mereka bertemu lagi, perhatian Ryan tertangkap oleh perut Jenessa yang menonjol. "Anak siapa yang kamu kandung?!" tuntutnya. Tapi dia hanya mencemooh. "Ini bukan urusanmu, mantan suamiku tersayang!"
Seto lalu merebahkan tubuh Anissa, melumat habis puting payudara istrinya yang kian mengeras dan memberikan gigitan-gigitan kecil. Perlahan, jilatannya berangsur turun ke puser, perut hingga ke kelubang kenikmatan Anissa yang berambut super lebat. Malam itu, disebuah daerah yang terletak dipinggir kota. sepasang suami istri sedang asyik melakukan kebiasaan paginya. Dikala pasangan lain sedang seru-serunya beristirahat dan terbuai mimpi, pasangan ini malah sengaja memotong waktu tidurnya, hanya untuk melampiaskan nafsu birahinya dipagi hari. Mungkin karena sudah terbiasa, mereka sama sekali tak menghiraukan dinginnya udara malam itu. tujuan mereka hanya satu, ingin saling melampiaskan nafsu birahi mereka secepat mungkin, sebanyak mungkin, dan senikmat mungkin.
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.
Awalnya pernikahan itu baik-baik saja. Semua menjadi hangat, luka akibat masa lalu Ainayya Hikari Salvina sedikit demi sedikit mulai sembuh. Tapi pernikahan hangat itu tiba-tiba diterpa gelombang. Menghancurkan sebuah kepercayaan dan membuatnya meninggalkan rumah yang sudah mengajarkan arti sebuah keluarga harmonis. Lalu mampukah Albara Demian Dominic sang pelaku kehancuran tersebut memperbaiki rumah tangga yang sudah membuatnya sembuh dari kejadian di masa lalu? Bisakah Albara mengobati luka yang dia berikan pada istrinya? Mari kita lihat bagaimana perjalanan Albara dalam mengejar cinta istrinya kembali.