Winda menemukan bukti-bukti, dan merasa bahwa suaminya telah berselingkuh dengan Ibu kandungnya sendiri. Saat Winda berniat untuk mengungkap perselingkuhan itu, ternyata malah dirinya sendiri yang menjadi malas atas perbuatannya. Tapi, sebuah pengakuan besar dari suaminya berhasil menepis semua kecurigaan itu. Lalu, dengan siapakah ternyata suaminya berselingkuh? Sanggupkah Winda menerima kenyataan itu dan memaafkan kesalahan suaminya? Kepada siapa akhirnya Winda akan melabuhkan hatinya?
"Dari mana saja kamu, Mas?" tanyaku saat melihat Mas Heru muncul dari balik pintu kamar.
"Aku lembur, Sayang!" jawabnya sambil tersenyum manis. Seperti biasa, jawaban yang ia berikan selalu saja lembur.
Hal ini sudah berlangsung sejak tiga bulan belakangan ini. Biasanya aku selalu saja percaya dengan semua kata-kata suamiku itu. Tapi, entah mengapa tadi aku merasa ingin tau kebenarannya. Aku menelpon Siska, sekretaris Mas Heru di Kantor. Dan Siska mengatakan bahwa Mas Heru sudah pulang bahkan sejak jam lima sore. Lalu, kemana dia pergi sampai larut malam begini baru pulang? Sudah jam sebelas malam saat ia memasuki kamar.
"Apa benar kamu lembur, Mas?" aku yang sudah dipenuhi rasa curiga, tak dapat lagi menahan hati untuk mengintrogasinya.
"Lho, kok kamu nanya-nya gitu sih, Sayang?" sahutnya, kemudian menghampiriku yang duduk di tepi ranjang tempat kami memadu cinta selama tiga tahun ini.
Mas Heru membelai rambutku dengan lembut, kemudian mengecup ujung kepalaku. Hal rutin yang selalu ia lakukan jika pulang kerja selama menjadi suamiku.
"Suaminya pulang, kok ga disalim sih?" tegurnya masih dengan nada lembut.
"Aku tadi telpon Siska, katanya kamu udah pulang dari jam lima sore!" sungutku tanpa menghiraukan tegurannya.
"Sis-Siska? Ngapain kamu nelpon-nelpon bawahan Mas? Kamu udah mulai curigaan sama suami sendiri? Kamu udah nggak percaya lagi ya sama Mas?" bentak Mas Heru padaku.
Aku terdiam cukup lama. Hanya karena aku menelpon Siska, Mas Heru segitu marahnya dan tega membentakku. Padahal, sejak kami menikah ia tak pernah sama sekali bicara dengan nada tinggi padaku. Meski, sampai saat ini kami belum diberikan buah hati yang selalu kami rindukan. Tapi, sikap Mas Heru sama sekali tidak berubah. Caranya berbicara padaku, memanjakanku dan memenuhi semua kebutuhan jamani dan rohaniku. Tifak sebelum tiga bulan belakangan ini.
Aku merasa, Mas Heru mulai jenuh denganku. Ia sering pulang larut malam, saat kutanya selalu jawabannya lembur. Padahal, dia adalah seorang Manager di Perusahaan tempatnya bekerja. Awalnya aku selalu percaya, tapi hati nuraniku sebagai seorang istri juga tak bisa di bohongi. Aku curiga dan takut jika Mas Heru bermain serong di belakangku.
Tanpa terasa, mataku basah. Hatiku terlalu lemah meski hanya dibentak sedikit saja, apalagi oleh orang yang aku sayangi. Saat melihat air mataku jaruh berderai, Mas Heru memelukku.
"Sayang, maafkan Mas. Mas ga bermaksud..."
"Sudah lah, Mas. Kamu berubah sekarang. Jika memang kamu bosan padaku, lebih baik terus terang. Aku ikhlas jika kamu ingin mendapatkan wanita lain, karena aku sadar belum mampu memberikanmu keturunan!" jeritku memotong pembicaraan Mas Heru, dan mendorong tubuhnya agar menjauh dariku.
"Winda, apa yang kamu bicarakan?"
"Jujur saja lah, Mas. Kamu sudah ada perempuan lain kan?
"Cukup, Winda. Hentikan! Sepertinya ada seseorang yang sudah mempengaruhi jalan pikiranmu itu." jawab Mas Heru lalu meninggalkanku sendirian di kamar.
Aku menatap suami yang kukenal baik itu berlalu. Aku berusaha menahan tangisku. Saat aku ingin berbaring, kutatap tas hitam yang biasa dipakai Mas Heru pergi bekerja. Rasa penasaranku pun kembali meningkat tajam. Dengan cepat aku berjalan ke arah pintu, dan menguncinya dari dalam.
Kembali aku bergegas duduk di sisi kasur. Membuka dengan tak sabar tas Mas Heru. Mengeluarkan semua dokumen-dokumen yang ada di dalamnya. Setelah mengecek satu persatu, tidak ada hal yang aneh. Aku kembali menyusun dan memasukkan semua dokumen itu ke dalam tasnya.
Namun, sebelum aku meletakkan kembali tas itu, aku merogoh kantong kecil di sisi depan tas Mas Heru. Jari-jariku bersentuhan dengan kertas-kertas kecil. Aku menariknya keluar.
Deg...
Tagihan makan di Restoran, tagihan belanja, tagihan Hotel dan entah tagihan apa saja lagi yang aku genggam saat ini.
Ternyata benar dugaanku, Mas Heru telah bermain gila dengan wanita lain di belakangku.
'Lihat saja kamu, Mas. Aku pasti akan mendapatkan bukti untuk membuatmu mengakui pengkhianatanmu ini.' bisikku dalam hati.
Aku kembali memasukkan semua kertas itu pada tempatnya. Membuka kunci kamar dan memutuskan untuk tidur lebih awal. Sampai pukul tiga dini hari, saat aku tersentak dari tidurku karena haus, aku tak melihat Mas Heru di kamar ini.
'Apa dia tidak kembali ke kamar sejak tadi?' tanyaku dalam hati. Kemudian aku turun dari kasur. Berniat mengambil air di atas meja, tapi ternyata gelasku sudah kosong. Kemudian aku berjalan menuju dapur. Saat melintasi kamar tamu, kulihat Mas Heru di atas kasur iru dengan bertelanjang dada.
'Dengan siapa dia bervideo call jam segini? Apalagi, tanpa memakai baju seperti itu!' fikirku lagi.
Aku memutuskan untuk menghampirinya. Saat aku sampai di depan pintu kamar tamu, aku bertanya dengan nada kesal, "Siapa yang kamu telpon, Mas? Sepertinya asik sekali." sindirku tajam.
"Wi-Winda... Sejak kapan kamu berdiri di situ?" tanya Mas Heru gugup dan langsung menyembunyikan ponselnya ke balik selimut.
"Sejak kamu bermesra-mesraan sama selingkuhanmu itu di video call!" ketusku lalu pergi meninggalkan Mas Heru yang masih tampak gugup di atas kasur kamar tamu.
Aku tak ingin berlama-lama di sana, toh tak ada gunanya berdebat dengannya pagi buta begini. Setelah mengisi gelasku dengan air putih, aku kembali ke kamar. Aku memikirkan cara agar bisa membongkar rahasia Mas Heru, hingga tak terasa mataku kembali terasa berat dan aku kembali terlelap.
Aku terbangun lagi saat merasakan kecupan hangat mendarat di keningku. Ya, Mas Heru juga selalu melakukan ritual wajib itu saat pagi hari. Karena memang, dia selalu bangun lebih awal dariku.
"Selamat pagi, Sayang!" sapanya lembut, seperti biasa.
"Pagi," jawabku singkat.
"Pagi-pagi kok udah jutek sih? Mau mandi bareng nggak?" tanya Mas Heru dengan tatapan menggoda.
"Nggak ah, kamu duluan aja. Aku masih ngantuk!" balasku lagi sambil memejamkan mata, pura-pura ingin tidur kembali.
"Ya sudah, Mas mandi duluan ya," dia mengelus kepalaku, kemudian masuk ke kamar mandi.
Saat sudah kupastikan dia sedang mandi, buru-buru aku mencari keberadaan ponselnya.
'Ketemu.' sorakku dalam hati, saat mendapati ponsel itu di sebelah tas kerjanya.
Aku membuka kode layar ponsel Mas Heru, dan mencari nama di daftar panggilan keluar. Nihil. Aku membuka aplikasi hijau miliknya. Banyak sekali pesan dari grup kantor dan keluarga yang belum dibaca Mas Heru sejak kemarin. Saat kutekan daftar panggilan.
"Mami.." lirihku tak percaya.
Ada nama Mami di daftar teratas. Kuperhatikan jamnya, jam dua malam tadi. Panggilan itu berlangsung sekitar satu jam dua puluh menit. Berarti, sampai setelah aku menghampirinya itu?
"Kenapa Mas Heru bervideo call ria dengan Mamiku di jam seperti itu? Apalagi, aku melihat Mas Heru bertelanjang dada saat melalukan video call itu. Apa Mami sudah menggoda suamiku?" ucapku dengan tangan gemetar.
Roy terjebak bujuk rayu Miranda, sahabat istrinya. Mereka melakukan hubungan terlarang di belakang Lisa, istri sah Roy. Namun, setelah sekian lama mereka bermain di belakang Lisa, Roy menyadari bahwa perasaannya pada Miranda hanya lah sebatas nafsu dan gairah semata. Cintanya tak pernah ada untuk Miranda. Lalu, apakah Lisa akan memaafkan Roy dan Miranda setelah perselingkuhan itu terbongkar? Lalu bagaimana reaksi Miranda saat menyadari bahwa dirinya tengah hamil anak Roy?
Morgan menculik dan menyekap seorang wanita bernama Vallen yang kemudian ia siksa baik secara mental mau pun fisik, dan juga menjadi budak nafsunya. Morgan melakukan semua itu karena ingin membalaskan dendamnya pada sang wanita dan ternyata sang wanita sama sekali tidak mengingat siapa Morgan. Apakah dendam bisa mengalahkan perasaan cinta yang sesungguhnya masih tersimpan di hati Morgan untuk Vallen? Saat kesalah pahaman dan sebuah insiden yang akhirnya membuat mereka saling membenci, adakah kesempatan untuk mereka kembali saling mencintai?
"Lepaskan aku, biarkan aku pergi bersama Key.Aku mohon. Jalani saja kehidupan baru mu bersamanya. Anggap saja kami tidak pernah hadir dalam hidupmu." pinta Rachel sambil terus menangis. Tapi Nathan semakin menatapnya dengan tajam, di satu sisi ia merasa tak tega melihat Rachel menangis di hadapannya..Di sisi lain ia juga membenci Rachel karena dengan mudahnya ingin pergi bersama putrinya, meninggalkan Nathan sendiri. "Aku tak akan pernah membiarkanmu kabur kemana pun bersama putriku. Kalian akan selamanya di sisiku. Bukankah kau sudah berjanji padaku saat itu?" Tanya Nathan lagi dengan penuh kemarahan. "Dimana Key? Biarkan aku menemuinya. Tolong bawa Key kesini. Aku ingin bersama putriku." Mohon Rachel lagi. "Tidak! Saat ini kau tak bisa menemui Key. Dia sedang menikmati semua hal yang belum pernah aku berikan untuknya sejak ia lahir ke dunia. Dia senang berada di sini. Bersama Papi-nya. Apakah kau ingin merusak kebahagiaan putrimu sendiri?" Nathan hanya ingin Rachel tidak meninggalkannya lagi, dia tidak benar-benar serius untuk mengurung dan memberi siksaan kepada Rachel. Bagaimana mungkin ia tega melakukan itu kepada wanita yang sangat di cintainya.
Novel ini berisi kumpulan beberapa kisah dewasa terdiri dari berbagai pengalaman percintaan panas dari beberapa tokoh dan karakter yang memiliki latar belakang keluarga dan lingkungan rumah, tempat kerja, profesi yang berbeda-beda serta berbagai kejadian yang diaalami oleh masing-masing tokoh utama dimana para tokoh utama tersebut memiliki pengalaman bercinta dan bergaul dengan cara yang unik dan berbeda satu sama lainnya. Suka dan duka dari tokoh-tokoh yang ada dalam cerita ini baik yang protagonis maupun antagonis diharapkan mampu menghibur para pembaca sekalian. Semua cerita dewasa yang ada pada novel kumpulan kisah dewasa ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga menambah wawasan kehidupan percintaan diantara insan pecinta dan mungkin saja bisa diambil manfaatnya agar para pembaca bisa mengambil hikmah dari setiap kisah yan ada di dalam novel ini. Selamat membaca dan selamat menikmati!
Suasana malam itu membuat Aris terhanyut dalam kenikmatan.. ia mulai menjamah bagian tubuh perempuan lain yang saat ini menjadi selingkuhannya. Suara desah mengiringi deras hujan yang turun malam itu.. Kepergian Wilona menjadi kesempatan besar untuk Flo merebut lelaki yang selama ini ia idamkan..sudah sangat lama ia menginginkan Aris menjadi miliknya seutuhnya. Namun, semua keinginan itu adalah hasrat terlarangnya, karena pria yang menjadi idamannya saat ini bukan lain adalah iparnya sendiri..
Bagaimana jika keponakan yang dititipkan oleh kakak perempuan nya mulai mengacaukan seluruh tatanan kehidupan nya. Gadis kecil yang dia sangka polos menyimpan cinta mendalam untuk dirinya, memancing hasrat nya berkali-kali hingga pada akhirnya satu malam panas terjadi di antara mereka. Bagaimana caranya dia meminta restu kepada kakak nya sendiri untuk hubungan yang jelas di anggap tidak mungkin untuk semua orang. Namun siapa sangka satu kenyataan dimasa lalu terbuka secara perlahan soal hubungan mereka yang sesungguhnya.
Sinta butuh tiga tahun penuh untuk menyadari bahwa suaminya, Trisna, tidak punya hati. Dia adalah pria terdingin dan paling acuh tak acuh yang pernah dia temui. Pria itu tidak pernah tersenyum padanya, apalagi memperlakukannya seperti istrinya. Lebih buruk lagi, kembalinya wanita yang menjadi cinta pertamanya tidak membawa apa-apa bagi Sinta selain surat cerai. Hati Sinta hancur. Berharap bahwa masih ada kesempatan bagi mereka untuk memperbaiki pernikahan mereka, dia bertanya, "Pertanyaan cepat, Trisna. Apakah kamu masih akan menceraikanku jika aku memberitahumu bahwa aku hamil?" "Tentu saja!" jawabnya. Menyadari bahwa dia tidak bermaksud jahat padanya, Sinta memutuskan untuk melepaskannya. Dia menandatangani perjanjian perceraian sambil berbaring di tempat tidur sakitnya dengan hati yang hancur. Anehnya, itu bukan akhir bagi pasangan itu. Seolah-olah ada penghalang jatuh dari mata Trisna setelah dia menandatangani perjanjian perceraian. Pria yang dulu begitu tidak berperasaan itu merendahkan diri di samping tempat tidurnya dan memohon, "Sinta, aku membuat kesalahan besar. Tolong jangan ceraikan aku. Aku berjanji untuk berubah." Sinta tersenyum lemah, tidak tahu harus berbuat apa ....