/0/5016/coverbig.jpg?v=21b0a7ba6ac9ea3de009588d552d046a)
Kehidupan rumah tangga Vee dan Damar harus berakhir ketika dirinya mengetahui perselingkuhan suaminya dengan asisten rumah tangga mereka. Bercerai dengan Damar bukan berarti permasalahan telah selesai. Vee mendapatkan teror dari istri baru suaminya dan mengakibatkan dia harus kehilangan orang yang paling disayang. Vee tidak tinggal diam. Dibantu sahabatnya, dia mengungkap kejahatan istri baru mantan suaminya hingga membuat Damar yang tadinya tidak mempercayai ucapan Vee menjadi berbalik percaya. Bagaimana cara Vee mengungkap semua kejahatan mantan asisten rumah tangga yang kini telah menjadi istri Damar? Lantas, apa yang akan dilakukan oleh Damar saat mengetahui kebenarannya?
Kehidupan rumah tangga Vee dan Damar sangat bahagia meski tanpa kehadiran seorang anak diantara mereka. Mungkin, Tuhan masih belum mempercayai mereka untuk memiliki seorang anak. Atau, mungkin, Tuhan punya rencana lain dibalik itu semua.
Kebahagiaan mereka terusik ketika satu hari Damar--suami Vee--pulang membawa seorang gadis muda yang diakui oleh Damar sebagai pembantu baru rekomendasi kakak perempuannya untuk membantu pekerjaan Vee di rumah. Mereka ingin keduanya fokus untuk mendapatkan keturunan sebagai generasi penerus keluarga. Namun, sangat disayangkan. Kehadiran pembantu itu bukan membuat rumah tangga Vee tentram. Justru, kehadiran Sumi--pembantu itu telah membuat rumah tangganya hancur berantakan.
Awalnya, Damar hanya ingin bermain-main saja dengan Sumi--pembantu barunya. Akan tetapi, justru dia terjebak oleh permainannya sendiri dan berbalik menyukai Sumi. Entah apa yang dilakukan oleh pembantu itu hingga Damar tergila-gila dan menuruti apa pun keinginan perempuan muda itu.
***
"Sayang, ini Sumi--pembantu baru yang akan membantumu mengurus rumah," ucap Damar memperkenalkan seorang gadis muda yang berdiri menunduk di sampingnya.
"Kok kamu gak bilang sebelumnya kalau mau ambil pembantu, Mas?" tanya Vee melirik gadis itu dengan tatapan tidak suka.
"Bukan begitu sayang. Aku hanya kasihan melihatmu pulang kerja masih harus mengurus rumah. Kalau kamu terus begini, kapan kita bisa program punya anak," jawab Damar beralasan.
Ucapan Suaminya itu benar. Sudah melewati lima tahun mereka berumah tangga. Akan tetapi, Tuhan masih belum juga memberikan mereka keturunan. Padahal, keduanya tidak memakai pengaman atau apa pun. Vee selalu tidak nyaman setiap kali ada pertemuan keluarga dari pihak Damar--suaminya. Karena, mereka akan menanyakan kehamilan pada Vee.
Pada akhirnya, Vee pun menyetujui kehadiran pembantu muda itu di rumah kediaman mereka. Meski dia harus menepis segala prasangka buruk yang akan terjadi pada rumah tangganya pasca kehadiran Sumi--pembantu baru itu.
"Berapa usiamu, Sumi?" tanya Vee menatap Sumi tanpa berkedip.
"Dua Puluh satu tahun, bu," jawab gadis muda itu menunduk takut melihat tatapannya.
"Masih muda sekali. Di mana sebelumnya kamu bekerja?" sambung Vee masih menatap Sumi yang mulai tidak nyaman.
"Jujur, ini pertama kalinya Sumi bekerja, Bu. Karena, Bude mengajakku bekerja di kota. Selama ini, hanya tinggal di kampung bersama simbok dan bapak," jawabnya lagi.
Vee mengerutkan keningnya. Dia tidak habis pikir, mengapa kakak iparnya memberikan pembantu yang belum ada pengalaman bekerja. Vee ingin menyuruh Damar--suaminya mencari pembantu yang berpengalaman supaya dia tidak perlu mengajarkan lagi. Akan tetapi, keputusan suaminya itu sudah bulat. Menerima Sumi bekerja di rumah mereka meski dia tidak setuju.
"Sudahlah, Vee. Masa karena persoalan dia belum berpengalaman lantas kita harus mengembalikan Sumi pada keluarganya? Kau kan bisa mengajarinya pelan-pelan bagaimana mengurus rumah tangga. Aku tidak mau tahu, Sumi akan tetap di sini meski kau tidak menyetujuinya," ucap Damar sedikit kesal padanya.
"Tapi, Mas. Sumi itu belum ..." ucapannya terhenti karena Damar langsung menyuruhnya diam.
Vee memakai alasan yang membuat dirinya tidak bisa lagi menolak keinginan suaminya itu. Vee merasa tidak berdaya jika Damar sudah menyinggung soal kehamilan yang sangat ditunggu bukan hanya oleh keluarga besarnya, melainkan juga keluarga besar suaminya. Dia hanya bisa diam ketika suaminya terlihat kesal karena ketidaksukaan melihat kehadiran Sumi.
"Ingat, Vee. Mama dan papa sudah ingin menimang cucu dari keturunanku. Jangan mempersulit aku dengan pertanyaan keluarga besar kita hanya karena persoalan keturunan. Kali ini, ikuti saja perintahku. Mengerti!" ucap Damar menahan kesal pada Vee--istrinya.
"Huft. Baiklah, Mas. Aku akan menuruti ucapanmu kali ini. Tapi, jangan salahkan aku jika satu hari kau menyesalinya. Sumi, kau bisa menempati kamar belakang. Setelah itu istirahatlah. Besok, baru kau mulai bekerja," perintah Vee pada gadis itu.
"B-baik, Bu. Terima kasih atas kebaikan hati ibu dan bapak karena telah menerimaku bekerja di sini. Sumi berjanji, akan bekerja dengan baik," ucapnya sebelum meninggalkan ruang tamu.
Vee tidak menghiraukan ucapan gadis itu. Dia lebih fokus melihat perubahan sikap suamijya yang terlihat berbeda kala menatap Sumi. Entah mengapa, hati kecilnya berpikir, rumah tangga mereka tidak akan baik-baik saja setelah kehadiran pembantu baru di rumahnya. Dia pun memberi ultimatum akan melihat hasil kerja Sumi dalam satu bulan ke depan, dan segera memecat pembantu itu jika dia tidak bisa mengikuti dengan benar arahan yang diberikan.
"Ingat, Mas. Aku akan melihat pekerjaannya dalam satu bulan ke depan. Jika dia tidak bisa mengikuti aturanku, maka, dengan sangat terpaksa, Sumi aku pecat," ucap Vee kesal.
"Iya, Istriku sayang. Kau boleh memecatnya jika dia tidak bisa bekerja dengan baik. Aku hanya minta, kau melihat hasil kerja gadis itu, dan memberinya kesempatan," jawab Damar memeluk Vee erat.
"Apa kau tidak menyadari kecemburuan bercampur rasa curiga dengan kehadiran Sumi di dalam rumah tangga kita? Terlebih, dia masih muda. Aku bisa melihat cara kamu menatap pembantu baru itu sangat berbeda, Mas."
Vee hanya bisa berkata dalam hati melihat bagaimana suaminya menatap pembantu baru itu dengan tatapan memuja. Terlebih postur tubuh Sumi yang terlihat bongsor dan pakaian yang menonjolkan lekuk tubuhnya. Akan tetapi, dia berusaha untuk sabar dan mengikuti perkataan suaminya. Karena, biar bagaimanapun juga, suaminya adalah seorang kepala rumah tangga yang perkataannya harus dituruti. Meskipun, hal itu bertentangan dengan hati nuraninya dan juga kepekaannya sebagai seorang perempuan.
***
Tanpa terasa, enam bulan terlewati semenjak kehadiran Sumi dalam rumah tangga keduanya. Vee mengakui, gadis itu cepat menangkap apa yang diajarkan selama ini. Dia pun mulai menerima kehadiran gadis itu. Semanjak Sumi hadir, rumah pun terlihat sangat rapi. Dia pun tidak perlu pulang lebih awal untuk membersihkan rumah dan memasak untuk suaminya. Karena, Sumi sudah mampu melakukan semua dengan baik.
Vee merasa, ada yang berubah dalam diri suaminya. Hal itu mulai dia rasakan semenjak kehadiran Sumi--pembantu baru di rumah mereka. Berapa hari belakangan, dia selalu meminta Vee untuk berangkat terlebih dahulu ke kantor. Padahal, biasanya, mereka selalu berangkat bersama. Namun, kali ini, dengan alasan akan langsung menemui klien, suaminya menyuruhnya memakai taxi untuk pergi ke kantor.
"Tumben sekali, Mas. Biasanya, mas ke kantor dulu sebelum menemui klien. Tapi, mengapa beberapa hari ini sepertinya rutinitas itu berubah. Apa itu kebijakan baru di kantormu?" tanya Vee penasaran.
"Mas juga tidak paham, Sayang. Hanya menjalankan perintah atasan saja. Mungkin, mereka ingin lebih efisien saja. Apa kau tidak percaya dengan suamimu ini, Vee?" tanyanya yang masih terlihat bermalasan di ranjang mereka.
"Ya sudah, kalau begitu aku berangkat dulu, Mas. Aku akan bilang Sumi untuk menyiapkan sarapan untukmu," kataku sambil berlalu keluar kamar.
"Sumi ..." panggilku saat melihatnya akan ke kamar.
"Iya, bu," jawabnya lalu mendekatiku.
"Siapkan sarapan untuk bapak, dia berangkat agak siang nanti," kataku.
"Baik, bu," jawabnya terlihat gembira.
Tentu saja, Vee merasa aneh melihat tingkah laku pembantu yang baru enam bulan berada di rumah mereka. Nampak sekali perubahan wajah Sumi ketika dia mengatakan suaminya akan berangkat lebih siang darinya. Akan tetapi, Vee berusaha menepis kecurigaan dan memilih untuk berangkat karena taxi yang dia pesan sudah menunggunya. Seandainya saja Vee bisa lebih peka atas perubahan suami dan pembantu barunya itu, mungkin, perselingkuhan itu tidak akan pernah terjadi. Dan, rumah tangga mereka masih baik-baik saja.
"Kenapa perasaanku mendadak tidak enak ya, ada apa ini," kataku dalam hati.
***
Setelah mengetahui Vee--istinya sudah berangkat. Damar pun segera bangkit dari ranjang lalu keluar menuju dapur di mana saat itu Sumi--pembantunya tengah menyiapkan sarapan untuk dirinya. Tentu saja, hal itu tidak dia sia-siakan. Damar yang telah tergoda kemolekan tubuh pembantunya itu pun kembali menggodanya. Berharap, kejadian beberapa waktu lalu akan terulang kembali dan membuat dirinya merasakan kepuasan yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya dengan sang istri.
Dia telah menyukai pembantu itu saat pertama kali kakak perempuannya menyuruh dirinya membawa gadis itu untuk dijadikan pembantu di rumah kediamannya bersama Vee. Selama ini, dia berpikir, Vee adalah segalanya. Namun, semenjak kehadiran Sumi, pikiran itu berubah. Secara diam-diam, Damar selalu memperhatikan saat Sumi tengah melakukan aktifitas yang membuat sesuatu dalam dirinya ingin memiliki gadis itu.
Kesempatan itu datang ketika Vee harus kerja lembur selama beberapa hari hingga membuat Damar hanya berada di rumah itu berdua saja dengan pembantunya. Mulanya, Sumi menolak. Namun, dengan iming-iming akan menambah gaji dan membelikan apa pun yang Sumi inginkan. Akhirnya, gadis lugu itu pun luluh dan mau mengikuti kemauannya.
Semenjak saat itu, Damar ketagihan mencicipi tubuh Sumi setiap kali ada kesempatan. Seperti pagi ini. Dia sengaja beralasan pada Vee dengan mengatakan harus menemui salah satu klien penting. Beruntung, Vee percaya perkataannya dan segera berangkat tanpa bertanya apa pun lagi. Setelah memastikan istrinya itu berangkat, Damar segera keluar kamar dan berpura-pura menanyakan keberadaan Vee pada Sumi.
"Ibu sudah berangkat 'kan, Sumi?" tanya Damar menatap Sumi ganas.
"Sudah, Pak," jawab Sumi tersenyum malu.
"Harus berapa. kali aku mengingatkanmu, Sumi. Kau boleh memanggilku dengan sebutan Mas Damar jika Vee sudah berangkat. Apa kau mau aku hukum, Sumi?" ucapnya berpura-pura marah pada pembantunya itu.
Damar langsung melihat perubahan wajah Sumi yang ketakutan. Hal itu membuat dirinya gemas melihat wajah polos Sumi yang membuat dirinya merasakan gairah. Terlebih, minggu lalu, dia berhasil. merayu dan mendapatkan kepuasan dari pembantunya itu.
"M-maafkan Sumi, Pak. Eh, maksudku, Mas. Hanya saja, Sumi. belum terbiasa memanggil dengan sebutan Mas Damar. Rasanya, masih canggung," jawab Sumi terlihat malu-malu.
"Lain kali, jangan diulangi lagi, Sumi. Kau harus memanggilku Mas jika Vee tidak ada di rumah. Mengerti!" ucapnya menekankan perkataannya.
"Mengerti. Mas mau sarapan sekarang atau nanti. Biar Sumi siapkan dulu," tanya pembantu itu padanya.
"Aku tidak mau apa pun. Cukup memakanmu saja, itu sudah membuatku merasa kenyang," jawab Dana menyeringai.
"Jangan begitu, Mas. Nanti, kalau ibu tiba-tiba pulang dan melihat mas seperti ini, Sumi bisa dipecat," jawabnya memasang wajah sedih.
"Kau tidak perlu khawatir, Sumi. Dia tidak akan berani memecatmu. Aku yang akan membela dan mempertahankan di rumah ini. Sudahlah, jangan bahas Vee di saat kita sedang berdua. Aku tidak mau kau membuatku kehilangan selera," jawab Damar pada gadis itu.
"Lalu, apa selera mas sekarang?" tanya Sumi mulai berani.
"Aku ingin mengulang kejadian waktu itu, Sayang. Kau menakjubkan dan sangat memuaskan diriku. Mau kan, Sumi?" bisiknya di telinga gadis itu.
"Ah, Mas. Sumi geli ..." ucapannya yang justru membuatnya semakin berani menyentuh gadis itu.
"Aku akan menikahimu, Sumi. Asal, puaskan aku," katanya lagi.
Tanpa perlawanan, dia kembali mendapatkan keinginan dan memuaskan hasrat kelelakiannya pada Sumi. Tentu saja, dengan sedikit rayuan yang membuat gadis itu terlena dan pasrah ketika dia menarik tangannya masuk ke dalam kamar pembantu yang berada di belakang.
Sementara itu, Sumi--pembantu yang terlihat lugu di mata Damar, ternyata hanya tengah memainkan siasat untuk memuluskan rencananya menyingkirkan Vee dari kehidupan majikan laki-laki dan memiliki dia seutuhnya. Dia terus memainkan peran sebagai gadis kampungan yang nampak lugu. Tapi, dia sudah meminta bantuan simboknya yang berada di kampung mencari bantuan seorang dukun ilmu hitam untuk melancarkan rencana memiliki Damar.
"Nikmati tubuhku, Mas. Setelah itu, kau akan masuk dalam perangkap, dan aku, akan memilikimu selamanya. Menyingkirkan istri sombongmu untuk selamanya dalam hidupmu. Kau lihat saja nanti, seluruh hartamu akan menjadi milikmu. Aku akan memberimu seorang anak untuk lebih memuluskan rencana ini. Ah, tidak sabar ingin menjadi Nyonya Damar."
Firhan Ardana, pemuda 24 tahun yang sedang berjuang meniti karier, kembali ke kota masa kecilnya untuk memulai babak baru sebagai anak magang. Tapi langkahnya tertahan ketika sebuah undangan reuni SMP memaksa dia bertemu kembali dengan masa lalu yang pernah membuatnya merasa kecil. Di tengah acara reuni yang tampak biasa, Firhan tak menyangka akan terjebak dalam pusaran hasrat yang membara. Ada Puspita, cinta monyet yang kini terlihat lebih memesona dengan aura misteriusnya. Lalu Meilani, sahabat Puspita yang selalu bicara blak-blakan, tapi diam-diam menyimpan daya tarik yang tak bisa diabaikan. Dan Azaliya, primadona sekolah yang kini hadir dengan pesona luar biasa, membawa aroma bahaya dan godaan tak terbantahkan. Semakin jauh Firhan melangkah, semakin sulit baginya membedakan antara cinta sejati dan nafsu yang liar. Gairah meluap dalam setiap pertemuan. Batas-batas moral perlahan kabur, membuat Firhan bertanya-tanya: apakah ia mengendalikan situasi ini, atau justru dikendalikan oleh api di dalam dirinya? "Hasrat Liar Darah Muda" bukan sekadar cerita cinta biasa. Ini adalah kisah tentang keinginan, kesalahan, dan keputusan yang membakar, di mana setiap sentuhan dan tatapan menyimpan rahasia yang siap meledak kapan saja. Apa jadinya ketika darah muda tak lagi mengenal batas?
Tinggal di sebuah kampung pedesaan di daerah Cianjur, JawaBarat. Membuat dia masih polos karena jarang bergaul dengan teman sebayanya, dari sebelum menikah sampai sekarang sudah menikah mempunyai seorang suami pun Sita masih tidak suka bergaul dan bersosialisasi dengan teman atau ibu-ibu di kampungnya. Sita keluar rumah hanya sebatas belanja, ataupun mengikuti kajian di Madrasah dekat rumahnya setiap hari Jum'at dan Minggu. Dia menikahpun hasil dari perjodohan kedua orangtuanya. Akibat kepolosannya itu, suaminya Danu sering mengeluhkan sikap istrinya itu yang pasif ketika berhubungan badan dengannya. Namun Sita tidak tahu harus bagaimana karena memang dia sangat amat teramat polos, mengenai pergaulan anak muda zaman sekarang saja dia tidak tahu menahu, apalagi tentang masalah sex yang di kehidupannya tidak pernah diajarkan sex education. Mungkin itu juga penyebab Sita dan Danu belum dikaruniai seorang anak, karena tidak menikmati sex.
Livia ditinggalkan oleh calon suaminya yang kabur dengan wanita lain. Marah, dia menarik orang asing dan berkata, "Ayo menikah!" Dia bertindak berdasarkan dorongan hati, terlambat menyadari bahwa suami barunya adalah si bajingan terkenal, Kiran. Publik menertawakannya, dan bahkan mantannya yang melarikan diri menawarkan untuk berbaikan. Namun Livia mengejeknya. "Suamiku dan aku saling mencintai!" Semua orang mengira dia sedang berkhayal. Kemudian Kiran terungkap sebagai orang terkaya di dunia.Di depan semua orang, dia berlutut dan mengangkat cincin berlian yang menakjubkan. "Aku menantikan kehidupan kita selamanya, Sayang."
Dokter juga manusia, punya rasa, punya hati juga punya birahi
Cerita bermula, ketika Adam harus mengambil keputusan tinggal untuk sementara di rumah orang tuanya, berhubung Adam baru saja di PHK dari tempat ia bekerja sebelumnya. "Dek, kalau misalnya dek Ayu mau pergi, ngga papa kok. " "Mas, bagaimanapun keadaan kamu, aku akan tetap sama mas, jadi kemanapun mas pergi, Aku akan ikut !" jawab Ayu tegas, namun dengan nada yang membuat hati kecil Adam begitu terenyuh.
Selama tiga tahun pernikahannya dengan Reza, Kirana selalu rendah dan remeh seperti sebuah debu. Namun, yang dia dapatkan bukannya cinta dan kasih sayang, melainkan ketidakpedulian dan penghinaan yang tak berkesudahan. Lebih buruk lagi, sejak wanita yang ada dalam hati Reza tiba-tiba muncul, Reza menjadi semakin jauh. Akhirnya, Kirana tidak tahan lagi dan meminta cerai. Lagi pula, mengapa dia harus tinggal dengan pria yang dingin dan jauh seperti itu? Pria berikutnya pasti akan lebih baik. Reza menyaksikan mantan istrinya pergi dengan membawa barang bawaannya. Tiba-tiba, sebuah pemikiran muncul dalam benaknya dan dia bertaruh dengan teman-temannya. "Dia pasti akan menyesal meninggalkanku dan akan segera kembali padaku." Setelah mendengar tentang taruhan ini, Kirana mencibir, "Bermimpilah!" Beberapa hari kemudian, Reza bertemu dengan mantan istrinya di sebuah bar. Ternyata dia sedang merayakan perceraiannya. Tidak lama setelah itu, dia menyadari bahwa wanita itu sepertinya memiliki pelamar baru. Reza mulai panik. Wanita yang telah mencintainya selama tiga tahun tiba-tiba tidak peduli padanya lagi. Apa yang harus dia lakukan?