Kegiatan Diklat Angkatan XVII Korps Sukarela Palang Merah Indonesia yang mengantarkan Sindy dalam perjalanan menginap di kaki Gunung Arjuna selama tiga hari dan empat malam, membawa Sindy pada pertualangan dan kisah cinta segitiga. Sindy yang merasakan debaran pada sosok senior Imam yang galak, serta Fuad dan Yudha yang selalu memberikan perhatian pada Sindy selama kegiatan berlangsung. Kepada siapakah Sindy meletakkan hatinya.
Pukul 07.30 Wib, di Kampus Putih salah satu perguruan tinggi swasta Kota Malang, dengan halaman luas yang nampak seperti taman wisata, gedung-gedung bercat putih yang tertata apik dengan jalanan luas yang naik turun seperti bukit memang indah dipandang, namun beberapa mahasiswa yang harus berjalan mendaki gunung lewati lembah tetap merasa bahwa kendaraan gratis perlu disediakan, mengingat betis yang terasa panas selepas mengurus administrasi atau sekedar menjalankan ritual kuliah.
Tentu saja bagi sebagian aktivis kampus, keindahan tata letak kampus menjadi peluang untuk menikmati suasana. Jauh lebih mudah menjalankan ritual kuliah, lalu mengistirahatkan diri di halaman kampus atau di ruang sekretariat, tempat para aktivis menikmati kebersamaan sambil merencanakan kegiatan selanjutnya.
Pagi itu ditemani sinar matahari pagi, nampak terlihat dua kelompok remaja yang berkumpul dengan jumlah yang cukup banyak, mereka terlihat kontras dengan hasduk warna putih di pundak untuk sebagian kelompok, dan baju warna biru dongker untuk sekelompok lainnya. Mereka berkumpul di samping gedung Steering Comite, gedung tempat organisasi kampus berpusat. Gedung setinggi tiga lantai tersebut memiliki tata ruang yang terbuka hanya untuk empat unit di lantai dua, yaitu Unit English Camp, Unit Koperasi Mahasiswa, Unit Jurnalistik Fotografi Club, Dan terakhir Unit Korps Sukarela PMI. Keempat Komisariat tersebut memiliki kemudahan dalam akses keluar masuk, karena langsung berhadapan dengan teras, tanpa melalui pintu utama gedung, dan memiliki dua anak tangga yang terhubung langsung dengan lapangan parkir.
Angin dingin berhembus berulang kali dengan kejam, awal semester selalu diiringi kondisi cuaca dingin karena letak Matahari berada pada poros paling jauh dari titik Bumi. Diposisi dingin, sebuah keberkahan bagi mahasiswa untuk mengawali hari tanpa mandi, cukup gosok gigi dan cuci muka, bahkan kulit tak kan bau keringat di hari yang dingin, praktis.
Sebagian besar mahasiswa berjalan kecil melintasi perpustakaan utama menuju fakultas tujuan, pukul 08.00 Wib adalah waktu untuk mata kuliah dimulai. Mereka tak bisa menahan untuk tidak melihat ke arah kelompok yang berkumpul, bagi sebagian mahasiswa, tugas kuliah dan masuk kuliah sudah cukup menghabiskan waktu, untuk golongan mahasiswa ini, mengikuti kegiatan organisasi adalah cara untuk menambah pekerjaan.
Hari ini calon anggota baru Korps Sukarela menunjukkan surat dispensasi tidak mengikuti mata kuliah untuk mengikuti kegiatan Diklat di kaki Gunung Arjuna.
Lambang red cross di tengah bendera putih, terlihat bertebaran di halaman kampus yang luas, sebuah tanda yang menunjukkan bahwa puncak kegiatan Unit Korps Sukarela Palang Merah Indonesia sedang berlangsung.
Sekelompok remaja berulang kali mengecek perlengkapan dan memastikan tas punggung yang mereka bawa terasa nyaman di punggung. Duapuluh Tiga mahasiswa-mahasiswi dari berbagai fakultas, nampak berseragam dengan kain segitiga putih yang diikat di pundak.
Hari ini kegiatan puncak dari rangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh Korps Sukarela. Sudah dua minggu calon anggota baru menjalani beberapa pertemuan, mereka menjalani pelatihan keselamatan baik secara teori maupun kemampuan halang rintang, praktek yang berkaitan dengan pertolongan pertama dan kemampuan berorganisasi.
Semua kegiatan dilaksanakan selama dua hari di akhir minggu, untuk kegiatan puncak, mereka akan menjalani 4 hari dan 3 malam di kaki gunung Arjuna, praktik materi survival dan keahlian membaca peta.
Beberapa senior laki-laki dengan seragam biru dongker nampak membawa berbagai macam barang dan meletakkan di sisi lapangan parkir. Sebentar lagi truk penumpang milik TNI AL yang telah disewa akan datang dan membawa rombongan menuju tempat tujuan.
Pukul 08.00 Wib, truk penumpang melaju ke arah rombongan yang menanti, senior perempuan naik terlebih dahulu dan menata barang di atas truk, sedangkan senior laki -laki menaikkan barang barang yang telah disiapkan. Anggota baru yang masih malu-malu bergantian memanjat kedalam, penuh ekspektasi, apalagi berharap akan petualangan baru.
Truk besar milik TNI AL dengan kursi panjang di kedua sisinya, diselubungi kain korvet untuk melindungi dari panas matahari. Praktis untuk mengangkut penumpang, sekaligus barang-barang, melaju dengan suara deruman yang bergetar, mengantarkan keseluruh peserta menuju kaki gunung Arjuna.
....
Panas matahari menyambut sekelompok remaja di tengah lapangan yang dikelilingi rimbunan pohon. Dinginnya angin yang menerpa selama perjalanan, digantikan oleh dinginnya suasana pegunungan.
Rekan rekan senior sebagian tetap duduk di atas truk sewaan milik AL, mereka akan melanjutkan perjalanan ke basecamp dengan membawa berbagai barang. Sedangkan keduapuluh tiga anggota baru dari Korps Sukarela (KSR) Kampus Merah di Kota Malang, bersama beberapa rekan senior yang dituakan, harus turun dari truk.
Melompat ke bawah dari ketinggian truk, untuk Sindy yang bertubuh gempal, merupakan kenekatan yang hakiki. Anggota team perempuan hampir semuanya dibantu, kecuali Sindy, dan dua teman, yang memutuskan untuk berhijrah, pantang menyentuh tangan laki laki yang bukan muhrim. Jatuh lebih baik, eh...
Alhamdulillah, semua selamat, tanpa cidera berarti.
Sindy memilih turun dari sisi kanan, berpegangan pada sisi truk yang menggantung. Nina yang lebih pendek dan bertubuh gemol, memilih melompat sambil berharap tidak terguling. Lucky yang sedikit berisi dan tidak lebih tinggi dari Nina, memilih jalan tengah, meminta kaum hawa yang lebih tinggi menyambut nya dari bawah.
Perjalanan turun dari truk cukup lambat, membuat senior senior pria berdecak kesal. Terutama saat ketiga hijabers dengan tubuh tidak terlalu kurus memutuskan untuk memperlambat situasi.
"Hayooo jangan lelet, waktu kalian tidak banyak" ujar Hendrawan sang ketua regu, dengan logat kental daerah Tapal kuda.
"Laki laki susun semua tas, kalian akan kami bagi jadi beberapa team",
Senior Bayu mulai melempar tas berjejer di jalan setapak.
Di kaki bukit Gunung Arjuna, suasana pegunungan terasa di setiap sudut, bernafas mulai terasa berat, namun udara segar memuaskan otot paru paru yang mengembang, menikmati setiap oksigen yang terasa jauh lebih segar dari gumpalan asap kota.
Semua pria dan wanita dalam group tersebut berusaha meluruskan otot yang terasa kaku saat berdesakan menahan laju kendaraan. Belokan tajam ke kanan dan ke kiri sudah cukup membuat beberapa orang tumbang, pusing mabuk kendaraan.
Tas ransel dengan peralatan wajib sudah berjejer di atas tanah, semua pemilik tas berdiri berbaris sesuai perintah Hendrawan Dan Senior Bayu.
"... Ndy, Aku haus... Itu tas mu kah? Tas ku belum ketemu. Boleh minta?" Nina berbisik ke arah Sindy yang sedang berbenah tas.
"Boleh, nih minum dulu aku juga haus...."
Nina menerima botol ukuran 600 mili dengan lega. Di teguknya dua kali sambil bersembunyi di belakang Sindy.
Baru saja botol minum berpindah tangan, dan Sindy bersiap meneguk minuman, tiba tiba senior bertubuh tinggi dengan potongan rambut cepak berteriak kesal...
"Apa apaan kamu, siapa yang memberi perintah untuk minum. Sumber air masih jauh. Kalian hanya membawa 2 botol minuman 600 mili. Diingat, kalian harus survive... Bukan piknik!"
Nina panik luar biasa, dilihatnya wajah Sindy yang kaget.
Ketika Nadia mengumpulkan keberanian untuk memberi tahu Raul tentang kehamilannya, dia tiba-tiba mendapati pria itu dengan gagah membantu wanita lain dari mobilnya. Hatinya tenggelam ketika tiga tahun upaya untuk mengamankan cintanya hancur di depan matanya, memaksanya untuk meninggalkannya. Tiga tahun kemudian, kehidupan telah membawa Nadia ke jalan baru dengan orang lain, sementara Raul dibiarkan bergulat dengan penyesalan. Memanfaatkan momen kerentanan, dia memohon, "Nadia, mari kita menikah." Sambil menggelengkan kepalanya dengan senyum tipis, Nadia dengan lembut menjawab, "Maaf, aku sudah bertunangan."
Kisah Daddy Dominic, putri angkatnya, Bee, dan seorang dosen tampan bernama Nathan. XXX DEWASA 1821
Sinta butuh tiga tahun penuh untuk menyadari bahwa suaminya, Trisna, tidak punya hati. Dia adalah pria terdingin dan paling acuh tak acuh yang pernah dia temui. Pria itu tidak pernah tersenyum padanya, apalagi memperlakukannya seperti istrinya. Lebih buruk lagi, kembalinya wanita yang menjadi cinta pertamanya tidak membawa apa-apa bagi Sinta selain surat cerai. Hati Sinta hancur. Berharap bahwa masih ada kesempatan bagi mereka untuk memperbaiki pernikahan mereka, dia bertanya, "Pertanyaan cepat, Trisna. Apakah kamu masih akan menceraikanku jika aku memberitahumu bahwa aku hamil?" "Tentu saja!" jawabnya. Menyadari bahwa dia tidak bermaksud jahat padanya, Sinta memutuskan untuk melepaskannya. Dia menandatangani perjanjian perceraian sambil berbaring di tempat tidur sakitnya dengan hati yang hancur. Anehnya, itu bukan akhir bagi pasangan itu. Seolah-olah ada penghalang jatuh dari mata Trisna setelah dia menandatangani perjanjian perceraian. Pria yang dulu begitu tidak berperasaan itu merendahkan diri di samping tempat tidurnya dan memohon, "Sinta, aku membuat kesalahan besar. Tolong jangan ceraikan aku. Aku berjanji untuk berubah." Sinta tersenyum lemah, tidak tahu harus berbuat apa ....
Cerita ini banyak adegan panas, Mohon Bijak dalam membaca. ‼️ Menceritakan seorang majikan yang tergoda oleh kecantikan pembantunya, hingga akhirnya mereka berdua bertukar keringat.
Setelah menyembunyikan identitas aslinya selama tiga tahun pernikahannya dengan Kristian, Arini telah berkomitmen sepenuh hati, hanya untuk mendapati dirinya diabaikan dan didorong ke arah perceraian. Karena kecewa, dia bertekad untuk menemukan kembali jati dirinya, seorang pembuat parfum berbakat, otak di balik badan intelijen terkenal, dan pewaris jaringan peretas rahasia. Sadar akan kesalahannya, Kristian mengungkapkan penyesalannya. "Aku tahu aku telah melakukan kesalahan. Tolong, beri aku kesempatan lagi." Namun, Kevin, seorang hartawan yang pernah mengalami cacat, berdiri dari kursi rodanya, meraih tangan Arini, dan mengejek dengan nada meremehkan, "Kamu pikir dia akan menerimamu kembali? Teruslah bermimpi."
Setelah tiga tahun tanpa cinta, pengkhianatan Nando sangat melukai Kumala. Dia tidak membuang waktu untuk menyingkirkan pria itu! Setelah perceraian, dia mengabdikan dirinya untuk mengejar karier. Menjadi terkenal sebagai desainer top, dokter yang terampil, dan peretas brilian, dia menjadi figur yang dihormati. Nando, menyadari kesalahan besarnya, mencoba dengan-untuk memenangkannya kembali, hanya untuk menyaksikan pernikahannya yang megah dengan orang lain. Saat sumpah mereka disiarkan di papan reklame terbesar di dunia, Farhan menyelipkan cincin ke jari Kumala dan menyatakan, "Kumala sekarang adalah istriku, harta karun yang tak ternilai harganya. Biarlah semua orang yang menginginkannya berhati-hati!"