Relia Wijaya terpaksa mengakhiri hubungannya dengan sang kekasih karena perjodohan yang diatur oleh paman dan bibinya. Kehidupan pernikahan yang indah hanyalah sebatas angan saja. Sebab, yang menikahi Relia hanyalah seorang lelaki bermuka dua yang arogan dengan hasrat ingin balas dendam. "Aku hanya manusia yang akan berdarah jika terjatuh dan akan menangis jika aku sakit. Kau membangun sebuah perasaan hanya deengan tujuan menghancurkannya, lalu apalagi yang bisa aku harapkan?" - Relia Wijaya Wintermyne _ 2021
Tiiingg...
Lonceng kedai camilan itu berbunyi, menandakan adanya pengunjung yang datang. Pintu terbuka hingga menampakkan sosok lelaki tampan yang tersenyum tipis sambil membawa buket bunga mawar merah di tangannya.
Dia adalah Mark Andreas, laki-laki berusia 26 tahun yang kini menjabat sebagai direktur utama di perusahaan milik keluarga nya sendiri.
Senyuman manis di wajah tampan Mark tak pernah pudar. Laki-laki itu berjalan menuju kasir kedai menghampiri seorang gadis cantik berambut hitam panjang yang juga sedang tersenyum tipis melihat dirinya. Gadis itu adalah kekasih Mark. Relia Wijaya, si cantik berusia 24 tahun yang sudah berpacaran dengan Mark selama 3 tahun terakhir ini.
"Apa kamu sudah selesai?" Tanya Mark pada kekasihnya itu.
Relia mengangguk kecil dan tersenyum. "Iya, baru saja aku selesai berkemas," Sahutnya.
Mark memberikan buket bunga mawar yang ia bawa. "Ini untukmu. Happy anniversary, sayang..."
Relia sangat tersentuh dengan perlakuan manis Mark padanya. Meski bukan hal yang besar dan istimewa, tapi itu sudah cukup bagi Relia.
Mengingat Relia selama ini juga tidak pernah mendapatkan perhatian atau kasih sayang dari siapapun.
"Terimakasih," ucap Relia sembari menerima buket bunga mawar itu.
Mark hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya senang.
"Kamu mau mengajakku kemana?" Tanya Relia kemudian.
"Hanya jalan-jalan sebentar. Akhir-akhir ini aku selalu sibuk dengan pekerjaan ku. Aku ingin meluangkan waktu bersama dengan mu," jawab Mark.
"Baiklah. Aku akan bersiap sebentar dan menutup kedai," sahut Relia dan bergegas menyelesaikan sisa pekerjaannya.
Mark tersenyum dan mengangguk. Ia pun duduk di kursi kosong pelanggan menunggu Relia selesai membereskan semua pekerjaan yang tersisa.
Sepasang manik Mark tidak luput memandang gadis cantik yang sedang sibuk itu. Meski mereka sudah lama berpacaran, tetapi hubungan mereka selalu harmonis dan tidak pernah terjadi pertengkaran sedikit pun. Pemuda itu sangat mencintai Relia apapun alasannya.
Banyak hal sudah mereka lalui bersama, meski keduanya tak mendapat restu dari kedua orangtua Mark. Bukan tanpa alasan orangtuanya Mark tak merestui hubungan mereka. Mereka tidak setuju karena Relia adalah seorang gadis yatim piatu.
Ayah Relia meninggal ketika ia berusia 17 tahun karena sebuah kecelakaan, sedangkan ibu Relia meninggal sejak Relia masih berusia 5 tahun karena sakit kanker. Kini Relia tinggal bersama paman dan bibinya, serta sepupu perempuannya yang jahat. Setiap hari sekalu saja ada alasan yang membuat Relia terkena omelan dan amarah dari bibinya itu.
Meski Relia tidak berbuat kesalahan, tetapi di mata keluarga paman dan bibinya itu, Relia selalu salah dan tidak pernah ada benarnya.
* * *
Hari ini, Mark berniat untuk membawa Relia ke rumahnya lagi setelah beberapa bulan yang lalu. Meski keluarganya tak pernah menyambut Relia dengan baik, tetapi Mark tak pernah berputus asa untuk mendapatkan restu dari keluarga nya sendiri.
Kini sepasang kekasih itu berdiri di depan pintu besar rumah mewah kediaman keluarga Mark.
Relia merasa sangat gugup dan menggenggam tangan Mark dengan sangat erat.
"Kenapa kamu mengajakku kemari? Kamu bilang hanya jalan-jalan bukan?" tanya Relia yang merasa di bohongi.
"Jangan takut. Aku membawa mu kemari untuk meminta restu lagi pada kedua orangtua ku. Aku akan lebih serius padamu," sahut Mark tenang.
"Apa maksudmu? Aku tidak mengerti, Mark..." Lirih Relia sambil menundukkan kepalanya.
"Sudahlah, kamu tidak perlu banyak bertanya. Ayo, kita masuk dan temui kedua orangtua ku," ajak Mark sambil mengeratkan genggaman tangannya dan menggandeng Relia masuk ke dalam rumah mewah itu.
Sepasang kekasih itu berjalan masuk dan melihat orangtua Mark sedang duduk berbincang bersama seorang gadis cantik juga. Tak asing bagi Mark, gadis itu adalah Aluna. Putri tunggal teman bisnis Brian (Papa Mark).
"Kamu sudah pulang?" Tanya Karina, Mama dari pemuda tampan itu.
Wanita paruh baya itu tersenyum melihat kedatangan putra semata wayangnya. Sesaat kemudian, pandangannya teralih pada Relia yang tersenyum tipis menyapa dirinya. Seketika, raut wajah Karina berubah menjadi masam.
"Mark? Kenapa kamu bawa lagi gadis yatim piatu ini?" geram Brian.
"Papa tidak boleh berkata seperti itu pada Relia. Dia memiliki nama!" sarkas Mark tak terima.
"Memang itu faktanya? Bahkan gadis ini juga tidak akan memungkirinya," sinis Karina sambil melirik acuh pada Relia.
Kini Relia merasa semakin takut dan sakit hati. Memang benar ia seorang yatim piatu, tapi bukankah tidak seharusnya status seperti itu di perjelas di hadapan orang lain?
Perlahan Relia melepaskan genggamannya dari tangan Mark. Membuat Mark menatap Relia bingung sekaligus heran.
"Akan ku perjelas alasanku membawa Relia kemari. Aku akan menikahinya!" ucap Mark tegas.
"Tidak bisa. Papa dengan keras menolak keinginan mu!" sahut Brian meninggikan nada bicaranya.
"Mama juga tidak setuju. Sampai kapanpun, Mama tidak akan pernah merestui hubungan mu dengan gadis ini!" timpal Karina.
Aluna yang melihat keributan itu hanya bisa terdiam mematung sambil menatap Relia dengan iba. Jika di tanya apakah Aluna menyukai Mark, maka jawabannya adalah iya.
Tapi, ia juga sebagai seorang wanita tidak akan mungkin tega jika melihat seorang wanita lain menangis di perlakukan seperti itu. Itu sama seperti ia membayangkan bagaimana jika yang berada di posisi seperti itu adalah dirinya.
"Setuju atau tidak. Aku tetap akan menikah dengan Relia?!" teriak Mark dengan tegas.
Sepasang mata Mark terbelalak sempurna karena amarahnya sendiri. Suasana rumah yang tadinya tentram dan damai berubahnya seketika menjadi riuh karena Mark.
"Sudah cukup, Mark..." lirih Relia angkat bicara.
Kini seluruh perhatian tertuju pada gadis cantik dengan rambut terurai rapi itu.
"Aku seharusnya menyadari ini sejak dulu. Kamu dan aku tidak sama. Kita berbeda dalam segala hal," ucap Relia menahan tangis.
Manik cantik itu berkaca-kaca siap meneteskan butiran bening dari pelupuk nya.
"Aku tidak ingin menjadi penengah antara dirimu dan keluargamu. Lebih baik, kita akhiri semuanya di sini," sambung gadis itu.
Mark mematung mendengar ucapan dari Relia. Ia sekuat tenaga membela gadis itu untuk mendapatkan restu dari keluarga nya, tetapi dengan mudahnya gadis itu menyerah. Bahkan di depan keluarga nya sendiri.
"Apa yang kamu katakan? Kamu tidak benar-benar mengatakan ini bukan? Jangan lakukan ini, Relia. Ku mohon..." pinta Mark.
"Anak bodoh! Kamu tidak seharusnya mengemis pada gadis tidak tau diri seperti dia!" geram Brian penuh emosi.
"Aku tidak perduli. Aku mencintai Relia. Aku tidak perduli tentang harga diriku,"
"Maafkan aku. Ku harap, kamu bisa melupakan aku. Aku akan pergi selamanya dari hidup mu, Mark. Terimakasih untuk segalanya." pungkas Relia dan berlari meninggalkan rumah mewah itu.
Mark bergegas mengehentikan langkah kaki Relia, namun di tahan oleh beberapa bodyguard Brian. Lelaki paruh baya itu tidak akan pernah membiarkan putra semata wayangnya pergi mengejar Relia.
"Kurung Mark di dalam kamarnya!" perintah Brian tegas.
Dengan kasar, Mark di seret masuk kedalam kamarnya dan di kunci dari luar.
"Demi apapun. Aku membenci keluarga ini!" Teriak Mark dari dalam kamarnya.
Sementara itu, Karina menghela nafas mengahadapi bagaimana keras kepala nya Mark. Wanita itu kemudian duduk di samping Aluna yang sedari tadi diam menyimak pertengkaran hebat itu.
Gadis cantik berambut cokelat itu sungguh terkejut dengan keputusan dari Relia. Meski sejujurnya ada sedikit rasa senang di hatinya, tetapi ia juga tidak bisa memungkiri bahwa ia turut bersedih dengan apa yang harus Relia lalui.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Karina pada Aluna.
Aluna tersenyum canggung dan menganggukkan kepalanya. "Iya, Tante. Aku baik-baik saja," jawab Aluna sopan.
"Maaf atas keributan ini. Tapi, kamu seharusnya senang karena hubungan Mark dan gadis sialan itu sudah berakhir," ucap Karina.
"Tapi, bagaimana dengan Mark? Dia sangat mencintai Relia. Dia tidak akan mungkin mau menikah dengan ku," lirih Aluna.
"Kamu tidak perlu khawatir. Biar Tante yang mengurus semuanya," tutur Karina lembut.
Aluna pun hanya bisa menurut dan menganggukkan kepalanya pasrah. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya, ia hanya berharap bahwa Mark benar-benar mau menikah dengannya dan juga mau berusaha untuk membukakan hati untuknya.
* * *
Sementara itu, Relia menangis sepanjang jalan meratapi nasibnya yang sangat tidak beruntung. Meski ia bisa memaksakan ego nya untuk terus bersama dengan Mark, tapi gadis itu tidak akan setega itu merusak hubungan antara keluarga Mark.
Bagi Relia, ia sudah cukup selama ini mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari Mark. Kini saatnya ia benar-benar mencari kebahagiaan nya sendiri.
Tanpa adanya Mark Andreas ...
Clara hidup dengan kebencian penuh pada orang-orang kaya yang sombong dan suka membual tentang kekayaan dan kekuasaan mereka. Terutama pada Marvelino Katuari, sosok populer yang sedang naik daun belakangan ini. Namun, takdir justru membawa Claara bertemu dengan Marvel secara tak sengaja. Pertemuan itu membuat Marvel penasaran karena di antara banyaknya wanita yang ingin dekat dengannya, Clara justru terang-terangan tidak tertarik padanya sedikitpun. Hingga insiden dalam Club Culture, tempat Clara bekerja mempertemukan keduanya lagi dan lagi. Bagaimana Clara akan menghadapi Tuan Mudan yang sedang penasaran padanya itu? Simak keseruan mereka dalam buku ini yaa... - Wintermyne 2022
ADULT HOT STORY 🔞🔞 Kumpulan cerpen un·ho·ly /ˌənˈhōlē/ adjective sinful; wicked. *** ***
Suara Renata kini mendesah saat ciuman pria muda itu mendarat di lehernya, sambil tangannya kini meremas buah dadanya yang tertutup kaos oblong itu, sofa yang sudah tua di ruang tamu di rumah sederhana itu nampak sesak dan bergoyang saat dengan nakalnya tangan Eka meremas dan memilin sekujur tubuh gadis itu “Maaaas…..”
Novel ini berisi kompilasi beberapa cerpen dewasa terdiri dari berbagai pengalaman percintaan penuh gairah dari beberapa karakter yang memiliki latar belakang profesi yan berbeda-beda serta berbagai kejadian yang dialami oleh masing-masing tokoh utama dimana para tokoh utama tersebut memiliki pengalaman bercinta dengan pasangannya yang bisa membikin para pembaca akan terhanyut. Berbagai konflik dan perseteruan juga kan tersaji dengan seru di setiap cerpen yang dimunculkan di beberapa adegan baik yang bersumber dari tokoh protagonis maupun antagonis diharapkan mampu menghibur para pembaca sekalian. Semua cerpen dewasa yang ada pada novel kompilasi cerpen dewasa ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga menambah wawasan kehidupan percintaan diantara insan pecinta dan mungkin saja bisa diambil manfaatnya agar para pembaca bisa mengambil hikmah dari setiap kisah yan ada di dalam novel ini. Selamat membaca dan selamat menikmati!
Istriku Lidya yang masih berusia 25 tahun rasanya memang masih pantas untuk merasakan bahagia bermain di luar sana, lagipula dia punya uang. Biarlah dia pergi tanpaku, namun pertanyaannya, dengan siapa dia berbahagia diluar sana? Makin hari kecurigaanku semakin besar, kalau dia bisa saja tak keluar bersama sahabat kantornya yang perempuan, lalu dengan siapa? Sesaat setelah Lidya membohongiku dengan ‘karangan palsunya’ tentang kegiatannya di hari ini. Aku langsung membalikan tubuh Lidya, kini tubuhku menindihnya. Antara nafsu telah dikhianati bercampur nafsu birahi akan tubuhnya yang sudah kusimpan sedari pagi.
Ketika Nadia mengumpulkan keberanian untuk memberi tahu Raul tentang kehamilannya, dia tiba-tiba mendapati pria itu dengan gagah membantu wanita lain dari mobilnya. Hatinya tenggelam ketika tiga tahun upaya untuk mengamankan cintanya hancur di depan matanya, memaksanya untuk meninggalkannya. Tiga tahun kemudian, kehidupan telah membawa Nadia ke jalan baru dengan orang lain, sementara Raul dibiarkan bergulat dengan penyesalan. Memanfaatkan momen kerentanan, dia memohon, "Nadia, mari kita menikah." Sambil menggelengkan kepalanya dengan senyum tipis, Nadia dengan lembut menjawab, "Maaf, aku sudah bertunangan."