/0/21526/coverbig.jpg?v=909ff4acedc1052686c7baa41fc7d76b)
Ditinggalkan dan disakiti oleh orang-orang yang seharusnya melindunginya, Kiana Putri merasakan dunia runtuh di malam itu. Dengan pisau yang menusuk punggungnya, Salsabila, saudari tiri yang pernah dianggapnya sebagai saudara, dan Dara, sahabat yang menjadi pengkhianat, menjatuhkannya ke jurang kehancuran. Di tempat yang semula dipanggil rumah, di tempat di mana senyuman dan tawa pernah mengisi setiap sudut, Kiana dipaksa meninggalkan segalanya. Lima tahun berlalu, luka-luka itu perlahan mengering, dan Kiana membangun hidupnya kembali dengan kerja keras dan tekad yang tak tergoyahkan. Kini, Kiana menjadi desainer perhiasan yang sukses, dikenal luas karena keindahan karya-karyanya, meskipun hatinya tetap terkunci rapat. Namun, semua berubah ketika seorang pria tampan bernama Alif, dengan mata tajam dan senyum yang memikat, hadir dalam hidupnya tanpa diduga. Pria itu muncul seperti badai, membawa tawaran yang mengubah segalanya: menikah dengannya dan membesarkan anak laki-laki Kiana, si kecil Haidar yang kini berusia lima tahun. Kiana terkejut, bingung, dan penuh tanda tanya. Tawarkan itu begitu memukau, namun menakutkan. Bagaimana mungkin seseorang tiba-tiba muncul dan meminta untuk menjadi bagian dari hidupnya, apalagi setelah semua yang telah terjadi?
Malam itu, angin berhembus kencang, menghantam jendela-jendela rumah yang hampir sepi. Kiana Putri, duduk sendirian di ruang kerjanya, memandang ke luar dengan mata yang menatap kosong pada kegelapan malam. Desain-desain perhiasan yang tak selesai berserakan di meja, namun malam itu, jari-jarinya tak bergerak. Semuanya tak berarti-seolah dunia luar memisahkan dirinya dari kehidupan yang ia bangun dengan susah payah. Di belakangnya, dinding yang dipenuhi gambar-gambar potongan batu permata dan sketsa berlian itu seolah menciptakan batas antara dirinya dan kenyataan.
Seluruh perasaan yang terkubur di dalam diri Kiana, seperti arus bawah laut yang datang dan pergi, muncul kembali. Malam itu mengingatkan pada saat-saat gelap yang pernah menjemputnya dengan kejam lima tahun lalu. Kiana mengusap wajahnya, mencoba menepis air mata yang hampir jatuh. Namun, kenangan itu tetap menguasai pikirannya-kenangan tentang malam di mana ia ditusuk oleh kepercayaan yang telah lama ia miliki, oleh orang-orang yang seharusnya melindunginya.
Kiana menarik napas dalam-dalam, matanya beralih ke foto hitam-putih yang terletak di meja. Potret itu menunjukkan dirinya, berusia dua puluh tahun, dengan senyuman ceria di wajah, mengelilingi Haidar, anak laki-lakinya yang masih berusia satu tahun saat itu. Haidar, dengan bola mata cokelat gelap dan rambut hitam legam seperti ibunya, adalah satu-satunya alasan mengapa Kiana tetap hidup. Ia menyentuh foto itu, seolah ingin merasakan kehangatan dari masa lalu yang tak pernah kembali.
"Haidar," bisiknya, suara yang bergetar. "Aku harus kuat untukmu."
Di luar, hujan mulai turun, tetesan airnya membentuk pola di kaca jendela. Suara gerimis itu seperti bisikan kenangan yang berulang, mengingatkan pada malam ketika hujan pertama kali menyaksikan kejatuhannya. Waktu itu, rumah besar yang kini kosong dan sunyi terasa seperti penjara yang menjebaknya, di mana kata-kata menyakitkan dan janji-janji kosong bersatu membentuk dinding yang tidak bisa ditembus.
"Kenapa aku di sini, dan bukan di sana?" Kiana bertanya pada bayangannya sendiri. Di ruang sunyi itu, hanya suara deru angin dan hujan yang menjawab.
Tak lama kemudian, suara langkah kaki di depan pintu membangunkan Kiana dari lamunannya. Ia merasakan sesuatu yang aneh, seolah dunia di sekelilingnya terhenti sejenak. Jantungnya berdegup kencang. Mungkinkah Haidar sudah terjaga? Tapi tidak, jam dinding sudah menunjukkan pukul dua pagi. Kiana menahan napas dan berjalan perlahan menuju pintu, mencoba memahami apakah itu hanya imajinasinya atau sesuatu yang lebih nyata.
"Pasti hanya angin," gumamnya, tapi suara di luar semakin jelas-ada ketukan lembut, diikuti dengan suara serak yang mengenalinya.
"Kiana...," panggilan itu penuh dengan kebingungan dan rasa cemas. Suara itu-itu suara Alif.
Kiana merasa tubuhnya kaku, seolah ada tangan yang membekap mulutnya, mencegahnya untuk berbicara. Sejenak, ia merasa dunia seperti berputar, dan semua ingatan buruk itu kembali mengguncangnya. Alif, pria yang telah lama hilang, kembali muncul setelah lima tahun. Setiap potongan kenangan yang berkaitan dengannya terasa seperti pisau yang menusuk.
Dengan langkah goyah, Kiana membuka pintu dan menemukan Alif berdiri di sana, wajahnya basah oleh hujan, dan mata itu memancarkan keputusasaan. Ia terlihat lelah, dan di tangannya, ada sebuah amplop cokelat tua yang terlipat rapi.
"Kiana, aku tahu ini tidak tepat, dan aku tidak seharusnya datang di malam seperti ini, tapi... aku harus berbicara denganmu," kata Alif, suaranya berat, penuh penyesalan.
Kiana menatapnya, ingin mengabaikan semua perasaan itu, ingin menutup pintu dan mengusirnya, tapi ada sesuatu di matanya yang membuatnya ragu. Kiana menarik napas dalam-dalam, mencoba menguasai dirinya. "Kau tidak punya hak untuk datang ke sini, Alif. Sudah lima tahun. Apa yang kamu inginkan?"
Alif mengangkat amplop itu, matanya tetap menatap Kiana. "Aku ingin berbicara tentang Haidar."
Nama itu, seperti mantra yang memiliki kekuatan untuk menarik Kiana dari semua kenyataan pahit, membuat jantungnya terhenti. Haidar. Anak yang ia jaga sendirian, yang ia besarkan tanpa bantuan siapa pun. Anak yang bahkan tak pernah tahu siapa ayahnya.
"Tidak ada yang bisa kamu katakan tentang Haidar. Dia bukan urusanmu," kata Kiana dengan suara yang tegas, meskipun ia bisa merasakan getaran di dalam dadanya.
Alif menghela napas panjang. "Haidar adalah anakku juga, Kiana. Aku tahu aku salah. Aku meninggalkanmu, dan aku meninggalkan dia. Tapi sekarang, aku ingin memperbaikinya. Aku ingin mengakui dia sebagai anakku."
Tangan Kiana gemetar, ingin meraih amplop itu, namun hatinya menolak. Mengapa sekarang? Mengapa baru sekarang dia muncul, setelah semua penderitaan yang ia alami? "Apa yang membuatmu berpikir aku akan mempercayaimu, Alif?" tanyanya, matanya basah.
"Karena aku tahu aku salah. Aku ingin menunjukkan bahwa aku bisa jadi ayah yang baik untuknya. Aku ingin memperbaiki semuanya, walau aku tahu tidak ada yang bisa menghapus apa yang telah terjadi."
Mata Kiana berkaca-kaca, tetapi ia berusaha keras menahan air mata itu. Apa yang harus ia lakukan? Ia memandang Alif, pria yang dahulu menjadi segalanya bagi Kiana, sebelum pengkhianatan itu menghancurkan segalanya. Sekarang, di hadapannya, ada pria yang meminta kesempatan untuk kembali. Namun, apakah permintaan itu hanya kebohongan yang dibalut penyesalan? Atau apakah ini kesempatan untuk memberikan Haidar seorang ayah, walau ia sendiri masih belum siap?
"Kenapa sekarang? Kenapa baru sekarang kamu datang dan mengatakan semua ini?" Kiana menatap Alif dengan tatapan penuh pertanyaan.
Alif menunduk, sejenak terdiam. "Karena aku sadar bahwa aku tidak bisa terus menghindar dari kenyataan. Aku melihat Haidar di suatu tempat, di gambar yang kau unggah. Dia tumbuh menjadi anak yang luar biasa, dan aku ingin ada di sana untuknya. Aku tahu aku tidak berhak meminta maaf atau mendapatkan kesempatan kedua, tapi aku ingin kau tahu, Kiana... aku ingin mengakui Haidar sebagai anakku."
Suasana di ruang itu terasa berat. Angin yang bertiup kencang membawa suara hujan yang semakin deras, menambah ketegangan. Kiana memandang Alif, mencari kejujuran di matanya, tetapi hatinya terpecah antara amarah dan harapan. Akankah ia memberi pria itu kesempatan untuk menebus semua kesalahan? Ataukah ia akan mengusirnya dan tetap menjaga jarak, menghindari luka lama yang mungkin terbuka kembali?
"Alif," kata Kiana, suaranya penuh kebimbangan. "Kau harus tahu, tidak ada jaminan bahwa aku akan memaafkanmu. Haidar adalah hidupku, dan aku tidak akan membiarkan siapa pun mengancam kebahagiaannya."
Alif mengangguk, air matanya hampir tumpah, tetapi ia menahannya. "Aku tidak ingin mengancam kebahagiaannya. Aku hanya ingin menjadi bagian dari hidupnya, jika kau membiarkanku."
Kiana memejamkan mata, mencoba mencerna kata-kata itu. Lima tahun lalu, ia mungkin akan jatuh dalam pelukan Alif, berharap segalanya bisa diperbaiki. Namun, kini, ia hanya ingin melindungi Haidar-anak yang ia rawat dengan penuh kasih sayang dan pengorbanan.
Kiana membuka matanya dan melihat Alif yang berdiri dengan ekspresi penuh penyesalan. Ia tahu, di balik permintaan ini, ada cinta yang tersembunyi. Namun, apakah cinta itu cukup untuk mengubah segalanya? Ia tak tahu. Yang jelas, hatinya tidak pernah begitu terombang-ambing seperti sekarang.
"Aku akan memikirkan ini, Alif," katanya akhirnya, suara yang lemah. "Tapi kau harus mengerti, ini bukan keputusan yang mudah."
Alif mengangguk dan menunduk, lalu berbalik dan berjalan meninggalkan rumah tanpa berkata-kata lagi. Kiana menutup pintu dengan perlahan, merasa seolah sebuah babak baru dalam hidupnya baru saja dimulai.
Siska Amara Ramadhani, seorang wanita muda yang penuh ambisi dan mimpi besar, pernah mengorbankan dirinya demi sebuah pernikahan yang ternyata hanya membawa kehancuran. Tiga tahun yang terjal dalam hidupnya dihabiskan bersama Rafael Prabowo, suami yang tampak sempurna di mata dunia, namun penuh dengan rahasia dan kepalsuan. Siska meninggalkan segala yang ia cintai dan pilih melawan arus, meninggalkan keluarga dan pekerjaan impiannya demi pria yang ternyata tidak sepadan. Namun, ketika akhirnya ia mampu mengakhiri semua itu, keberuntungan justru datang menghampirinya. Kini, Siska bukan hanya seorang desainer terkenal yang memimpin perusahaan fashion yang diidamkan banyak orang, tetapi juga seorang pionir di dunia investasi yang menakjubkan. Namun, saat di sebuah pesta pembukaan koleksi terbarunya, Rafael tiba-tiba muncul, wajahnya memancarkan kepedihan yang dalam. "Siska, aku hanya ingin kembali. Kau tahu aku tak bisa hidup tanpamu," kata Rafael, suaranya bergetar penuh penyesalan. Siska menatapnya sejenak, seolah mencoba mengenali pria yang pernah menjadi dunia baginya. Dia menarik napas dalam-dalam, jantungnya berdetak dengan hebat di balik dada, lalu menjawab dengan suara yang tenang, "Rafael, sudah lama aku berhenti mengenal siapa dirimu."
"Kita adalah dua orang yang tak seharusnya bersama," lirih Xena pilu. Morgan menarik dagu Xena dan berdesis, "Sejak awal, kita memang sudah ditakdirkan bersama." Xena Foster terkenal dengan kehidupan glamour dan selalu berfoya-foya. Bagi Xena, dirinya tak perlu bekerja susah payah, karena selama ini gadis itu selalu mendapatkan apa yang diinginkan. Hidup Xena memang selalu menjadi idaman para gadis di luar sana. Sempurna dan tak memiliki celah kekurangan. Namun, siapa sangka semua itu berubah di kala Xena bertemu dengan Morgan Louise—sosok pria tampan yang mampu menggetarkan hatinya, bahkan membangkitkan hasrat memilikinya. Morgan telah berhasil, membuat Xena tergila-gila pada pria itu. Sayang, perasaan cinta Xena telah terjebak pada kenyataan pahit tentang Morgan Louise. Kenyataan yang telah menghancurkannya. Bagaikan di ambang jurang, mampukah Xena bertahan? *** Follow me on IG: abigail_kusuma95
Megan dipaksa menggantikan kakak tirinya untuk menikah dengan seorang pria yang tanpa uang. Mengingat bahwa suaminya hanyalah seorang pria miskin, dia pikir dia harus menjalani sisa hidupnya dengan rendah hati. Dia tidak tahu bahwa suaminya, Zayden Wilgunadi, sebenarnya adalah taipan bisnis yang paling berkuasa dan misterius di kota. Begitu dia mendengar desas-desus tentang hal ini, Meagan berlari ke apartemen sewaannya dan melemparkan diri ke dalam pelukan suaminya. "Mereka semua bilang kamu adalah Tuan Fabrizio yang berkuasa. Apakah itu benar?" Sang pria membelai rambutnya dengan lembut. "Orang-orang hanya berbicara omong kosong. Pria itu hanya memiliki penampilan yang mirip denganku." Megan menggerutu, "Tapi pria itu brengsek! Dia bahkan memanggilku istrinya! Sayang, kamu harus memberinya pelajaran!" Keesokan harinya, Tuan Fabrizio muncul di perusahaannya dengan memar-memar di wajahnya. Semua orang tercengang. Apa yang telah terjadi pada CEO mereka? Sang CEO tersenyum. "Istriku yang memerintahkannya, aku tidak punya pilihan lain selain mematuhinya."
Arga adalah seorang dokter muda yang menikahi istrinya yang juga merupakan seorang dokter. Mereka berdua sudah berpacaran sejak masih mahasiswa kedokteran dan akhirnya menikah dan bekerja di rumah sakit yang sama. Namun, tiba-tiba Arga mulai merasa jenuh dan bosan dengan istrinya yang sudah lama dikenalnya. Ketika berhubungan badan, dia seperti merasa tidak ada rasa dan tidak bisa memuaskan istrinya itu. Di saat Arga merasa frustrasi, dia tiba-tiba menemukan rangsangan yang bisa membangkitkan gairahnya, yaitu dengan tukar pasangan. Yang menjadi masalahnya, apakah istrinya, yang merupakan seorang dokter, wanita terpandang, dan memiliki harga diri yang tinggi, mau melakukan kegiatan itu?
Shella memiliki masalah serius ketika keluarganya mencoba memaksanya untuk menikah dengan pria tua yang mengerikan. Dalam kemarahan, dia menyewa gigolo untuk berakting sebagai suaminya. Dia kira gigolo itu membutuhkan uang dan melakukan ini untuk mencari nafkah. Sedikit yang dia tahu bahwa pria tersebut tidak seperti itu. Suatu hari, dia melepas topengnya dan mengungkapkan dirinya sebagai salah satu orang terkaya di dunia. Ini menandai awal dari cinta mereka. Pria itu menghujaninya dengan semua yang dia inginkan. Mereka bahagia. Namun, keadaan tak terduga segera menjadi ancaman bagi cinta mereka. Akankah Shella dan suaminya berhasil melewati badai? Cari tahu!
Setelah diusir dari rumahnya, Helen mengetahui bahwa dia bukanlah putri kandung keluarganya. Rumor mengatakan bahwa keluarga kandungnya yang miskin lebih menyukai anak laki-laki dan mereka berencana mengambil keuntungan dari kepulangannya. Tanpa diduga, ayah kandungnya adalah seorang miliarder, yang melambungkannya menjadi kaya raya dan menjadikannya anggota keluarga yang paling disayangi. Sementara mereka mengantisipasi kejatuhannya, Helen diam-diam memegang paten desain bernilai miliaran. Dipuji karena kecemerlangannya, dia diundang menjadi mentor di kelompok astronomi nasional, menarik minat para pelamar kaya, menarik perhatian sosok misterius, dan naik ke status legendaris.
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?