/0/21104/coverbig.jpg?v=dfee733ca0eff19ab93182f7cd292b58)
Sepasang kekasih membuat janji untuk tetap setia walaupun banyak godaan di sekitar mereka. Setiap malam, mereka saling menatap langit yang sama dan memperbaharui janji tersebut di bawah bintang-bintang, menunjukkan bahwa cinta dapat bertahan meski terpisah oleh jarak.
Udara malam itu sejuk, dengan aroma hutan pinus yang samar-samar menyegarkan napas. Langit cerah, dihiasi ribuan bintang yang berkilauan seperti permata. Di tengah keramaian acara perkemahan, Raka dan Aluna bertemu untuk pertama kalinya.
Raka duduk di dekat api unggun, sedikit terpisah dari kelompok. Pandangannya terpaku ke langit, menikmati malam penuh bintang yang jarang ia temui di kota. Aluna, yang baru selesai mengambil air minum, melihat sosok Raka sendirian. Terdorong oleh rasa penasaran, ia berjalan mendekat.
Aluna: "Permisi... boleh duduk di sini?"
Raka menoleh, sedikit terkejut dengan kehadiran Aluna, seorang perempuan berwajah lembut dengan senyum yang menenangkan. Dia mengangguk, mengisyaratkan Aluna untuk duduk di sampingnya.
Raka: "Silakan. Malam ini indah, ya?"
Aluna mengangguk sambil memandang langit. "Sangat indah. Langitnya penuh bintang. Sepertinya kita jarang bisa melihat yang seperti ini di kota."
Raka: (tersenyum) "Benar. Sepertinya, di sini, kita lebih dekat dengan bintang-bintang. Seakan-akan, kalau kita mengulurkan tangan, kita bisa menyentuh mereka."
Aluna tertawa kecil, "Aku suka cara berpikirmu. Kalau begitu, mungkin kita bisa meminta satu bintang khusus untuk kita?"
Raka tertawa, "Itu ide yang menarik. Tapi, menurutku, setiap bintang sudah punya tujuannya sendiri. Mereka ada di sana untuk menerangi orang-orang yang tersesat dalam gelap."
Ada keheningan sesaat di antara mereka, tetapi bukan keheningan yang canggung. Justru, keheningan itu memberi rasa tenang, seolah mereka bisa saling memahami tanpa banyak kata. Raka menatap Aluna sejenak, merasa bahwa perempuan ini memiliki sesuatu yang berbeda.
Raka: "Ngomong-ngomong, namamu siapa?"
Aluna: (tersenyum) "Aluna. Dan kamu?"
Raka: "Raka. Senang bertemu denganmu, Aluna."
Mereka mengobrol hingga tak terasa waktu berlalu, membicarakan banyak hal-tentang keluarga, impian, ketakutan, dan harapan. Aluna bercerita tentang mimpinya menjadi seorang penulis, ingin menuliskan cerita-cerita yang menyentuh hati banyak orang. Sementara Raka, yang bercita-cita menjadi seorang arsitek, ingin membangun tempat-tempat yang indah untuk orang-orang yang ia sayangi.
Aluna: "Kau tahu, Raka... aku selalu berpikir, kenapa kita melihat bintang dari jauh? Kenapa tidak ada yang bisa benar-benar sampai ke sana?"
Raka: "Mungkin karena bintang adalah simbol harapan. Mereka selalu ada di atas, memberi kita alasan untuk melihat ke atas, bahkan saat kita sedang jatuh atau merasa kecil."
Aluna tersenyum lembut, menyadari bahwa mereka memiliki pandangan hidup yang sama. "Aku berharap bisa melihat bintang ini lagi suatu hari nanti... bersamamu."
Malam itu terasa semakin spesial. Di bawah sinar bintang yang cemerlang, tanpa disadari, hati mereka mulai terikat.
Raka: "Aluna, gimana kalau kita buat janji kecil malam ini?"
Aluna memiringkan kepala, penasaran. "Janji apa?"
Raka: "Setiap kali kita merasa rindu atau kesepian, kita hanya perlu menatap bintang-bintang ini. Kita mungkin akan terpisah, tapi langit yang kita pandang tetap sama. Dengan begitu, kita tetap terhubung."
Aluna merasa hangat mendengar kata-kata Raka. Ia mengulurkan jari kelingkingnya ke arah Raka.
Aluna: "Aku setuju. Mari kita berjanji di bawah bintang-bintang ini."
Raka mengaitkan jari kelingkingnya dengan Aluna, tanda perjanjian yang sederhana namun berarti. Mereka berdua tersenyum, tanpa menyadari bahwa janji yang mereka buat malam itu akan menjadi awal dari kisah yang lebih dalam di masa depan.
Malam semakin larut, namun mereka tak ingin beranjak. Di tengah dinginnya udara pegunungan, mereka berdua duduk bersama, menikmati keheningan yang dipenuhi oleh kehangatan harapan.
Aluna: "Terima kasih untuk malam ini, Raka. Aku rasa, ini adalah malam terindah yang pernah aku alami."
Raka: "Aku juga merasakan hal yang sama, Aluna. Mungkin bintang-bintang benar-benar membawa kita ke sini untuk bertemu."
Aluna tersenyum, lalu menatap ke langit, berbisik pelan, "Aku berharap ini bukan pertemuan terakhir kita."
Raka memandangnya dengan tatapan penuh keyakinan. "Aku janji, kita akan bertemu lagi."
Di bawah kilauan bintang, mereka mengukir kenangan yang akan terus hidup, meski malam itu berlalu.
Setelah janji kecil itu, Aluna dan Raka duduk dalam hening, namun hati mereka sama-sama penuh dengan kebahagiaan. Tak jauh dari tempat mereka duduk, api unggun mulai mengecil, tetapi langit di atas masih penuh dengan bintang. Aluna memeluk lututnya, menikmati kehangatan malam dan perasaan baru yang bersemi di hatinya.
Raka: "Aluna, kamu pernah jatuh cinta sebelumnya?"
Aluna menoleh, sedikit terkejut oleh pertanyaan Raka yang tiba-tiba. Ia terdiam sesaat, mencoba merangkai jawaban yang jujur.
Aluna: "Entahlah. Mungkin pernah, tapi... rasanya lebih seperti kekaguman sesaat. Perasaan itu tak pernah bertahan lama." (tersenyum samar) "Aku rasa aku belum pernah benar-benar jatuh cinta."
Raka: (tersenyum kecil) "Kupikir kita sama. Aku juga merasa begitu. Pernah kagum pada seseorang, tapi... rasanya hampa setelah beberapa waktu."
Aluna: "Kenapa bisa begitu?"
Raka menarik napas dalam, mengalihkan pandangan ke langit seolah mencari jawaban di antara bintang-bintang.
Raka: "Mungkin karena cinta yang kita cari bukan cuma soal kagum atau suka. Kita mencari sesuatu yang bisa membuat kita merasa lengkap, kan? Sesuatu yang tidak hilang walaupun waktu berjalan."
Aluna menatap Raka lebih dalam, merasakan ketulusan di balik kata-katanya. Dia merasa bahwa mereka memiliki cara pandang yang sama, bahkan mungkin hati mereka pun sama-sama sedang mencari cinta yang sejati. Diam-diam, ia merasa beruntung bisa bertemu dengan Raka malam ini.
Aluna: "Raka, kalau begitu... seperti apa cinta yang kamu bayangkan?"
Raka terdiam, merenung. Ia tersenyum pelan sebelum menjawab, suaranya penuh dengan ketulusan.
Raka: "Aku membayangkan cinta itu seperti bintang. Meski jauh, selalu ada dan terlihat, setia memberi cahaya di tengah gelap. Tidak perlu selalu dekat, tapi selalu ada untuk kita. Aku ingin cinta yang begitu."
Aluna: (tersenyum penuh arti) "Seperti malam ini, ya? Seperti bintang-bintang yang kita lihat bersama."
Raka: "Iya... seperti bintang-bintang malam ini. Aluna, kalau nanti kita harus berpisah, ingatlah malam ini. Ingat bahwa di mana pun kita berada, kita tetap memandang langit yang sama."
Aluna menundukkan kepala, merasakan perasaan yang campur aduk. Sebagian dari hatinya merasa takut jika ini hanya sementara. Namun, bagian lain dari dirinya merasa bahwa Raka adalah seseorang yang bisa mengubah hidupnya, walau hanya dalam satu malam.
Aluna: "Aku akan mengingat malam ini, Raka. Dan aku akan mengingat kamu."
Keduanya terdiam kembali, tapi kali ini bukan keheningan biasa. Di hati mereka, seolah-olah ada janji yang tak terucap, janji yang lebih dalam dari kata-kata.
Setelah beberapa saat, teman-teman perkemahan mereka mulai memanggil-manggil, tanda acara akan berakhir dan mereka harus kembali ke tenda masing-masing.
Teman Aluna: "Aluna! Ayo, besok kita harus bangun pagi!"
Teman Raka: "Raka, jangan kedinginan di luar! Sini, bantu matikan api unggun."
Raka dan Aluna saling memandang, lalu berdiri. Namun, sebelum mereka berpisah, Raka mengeluarkan secarik kertas kecil dari saku jaketnya.
Raka: (memberikan kertas pada Aluna) "Ini... nomor teleponku. Kalau kamu kangen, kita bisa berbicara. Tapi... tetap ingat bintang-bintang, ya?"
Aluna menerima kertas itu dengan senyum kecil. Ia tahu bahwa kertas kecil ini, dan janji yang mereka buat malam ini, mungkin akan menjadi sesuatu yang sangat berharga baginya.
Aluna: "Terima kasih, Raka. Aku juga akan tetap mengingat bintang-bintang."
Keduanya tersenyum terakhir kali sebelum kembali ke kelompok masing-masing. Namun, malam itu, di dalam tenda mereka, baik Raka maupun Aluna tak bisa langsung tidur. Hati mereka dipenuhi oleh perasaan baru yang begitu hangat, seakan mereka telah menemukan separuh jiwa yang hilang.
Di bawah langit yang sama, terpisah oleh tenda masing-masing, Raka dan Aluna menatap langit dan bintang-bintang yang mereka janjikan sebagai saksi perasaan mereka. Malam ini mungkin akan menjadi awal dari kisah mereka yang penuh dengan harapan, kerinduan, dan janji yang terukir di bawah bintang.
Bersambung...
Seorang pria yang bekerja di kapal pesiar bertahun-tahun berpisah dengan istri tercintanya. Meskipun jauh, cinta mereka tetap terjaga, dan setiap kali kembali pulang, mereka merayakan kesetiaan yang telah mereka jaga meski dipisahkan oleh lautan.
Sepasang kekasih yang menghadapi perbedaan budaya dan keluarga berjanji untuk tetap setia meski banyak rintangan. Meskipun keluarga menentang, mereka bertahan dalam kesetiaan dan cinta yang semakin kuat seiring waktu.
Ketika sebuah skandal menghantam karier sang suami, istrinya berdiri di sampingnya meskipun banyak yang memintanya untuk pergi. Bersama, mereka melewati badai tersebut dan membuktikan bahwa cinta sejati dapat mengatasi semua rintangan.
Seorang pria kaya yang tampak bahagia dengan keluarganya menjalani kehidupan ganda dengan seorang wanita yang lebih muda. Ketika hubungan mereka semakin dalam, kekasih gelapnya menuntut lebih, mengancam seluruh stabilitas hidupnya.
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
Yuvina, pewaris sah yang telah lama terlupakan, kembali ke keluarganya, mencurahkan isi hatinya untuk memenangkan hati mereka. Namun, dia harus melepaskan identitasnya, prestasi akademisnya, dan karya kreatifnya kepada saudara perempuan angkatnya. Sebagai imbalan atas pengorbanannya, dia tidak menemukan kehangatan, hanya pengabaian yang lebih dalam. Dengan tegas, Yuvina bersumpah akan memutus semua ikatan emosional. Berubah, dia sekarang berdiri sebagai ahli seni bela diri, mahir dalam delapan bahasa, seorang ahli medis yang terhormat, dan seorang desainer terkenal. Dengan tekad yang baru ditemukan, dia menyatakan, "Mulai hari ini dan seterusnya, tidak ada seorang pun di keluarga ini yang boleh menyinggungku."
Novel ini berisi kumpulan beberapa kisah dewasa terdiri dari berbagai pengalaman percintaan panas dari beberapa tokoh dan karakter yang memiliki latar belakang keluarga dan lingkungan rumah, tempat kerja, profesi yang berbeda-beda serta berbagai kejadian yang diaalami oleh masing-masing tokoh utama dimana para tokoh utama tersebut memiliki pengalaman bercinta dan bergaul dengan cara yang unik dan berbeda satu sama lainnya. Suka dan duka dari tokoh-tokoh yang ada dalam cerita ini baik yang protagonis maupun antagonis diharapkan mampu menghibur para pembaca sekalian. Semua cerita dewasa yang ada pada novel kumpulan kisah dewasa ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga menambah wawasan kehidupan percintaan diantara insan pecinta dan mungkin saja bisa diambil manfaatnya agar para pembaca bisa mengambil hikmah dari setiap kisah yan ada di dalam novel ini. Selamat membaca dan selamat menikmati!
Blurb : Adult 21+ Orang bilang cinta itu indah tetapi akankah tetap indah kalau merasakan cinta terhadap milik orang lain. Milik seseorang yang kita sayangi
Nafas Dokter Mirza kian memburu saat aku mulai memainkan bagian bawah. Ya, aku sudah berhasil melepaskan rok sekalian dengan celana dalam yang juga berwarna hitam itu. Aku sedikit tak menyangka dengan bentuk vaginanya. Tembem dan dipenuhi bulu yang cukup lebat, meski tertata rapi. Seringkali aku berhasil membuat istriku orgasme dengan keahlihanku memainkan vaginanya. Semoga saja ini juga berhasil pada Dokter Mirza. Vagina ini basah sekali. Aku memainkan lidahku dengan hati-hati, mencari di mana letak klitorisnya. Karena bentuknya tadi, aku cukup kesulitan. Dan, ah. Aku berhasil. Ia mengerang saat kusentuh bagian itu. "Ahhhh..." Suara erangan yang cukup panjang. Ia mulai membekap kepalaku makin dalam. Parahnya, aku akan kesulitan bernafas dengan posisi seperti ini. Kalau ini kuhentikan atau mengubah posisi akan mengganggu kenikmatan yang Ia dapatkan. Maka pilihannya adalah segera selesaikan. Kupacu kecepatan lidahku dalam memainkan klitorisnya. Jilat ke atas, sapu ke bawah, lalu putar. Dan aku mulai memainkan jari-jariku untuk mengerjai vaginanya. Cara ini cukup efektif. Ia makin meronta, bukan mendesah lagi. "Mas Bayuu, oh,"
BERISI ADEGAN HOT++ Seorang duda sekaligus seorang guru, demi menyalurkan hasratnya pak Bowo merayu murid-muridnya yang cantik dan menurutnya menggoda, untuk bisa menjadi budak seksual. Jangan lama-lama lagi. BACA SAMPAI SELESAI!!