/0/20052/coverbig.jpg?v=3110406b87087a33ea8a95c8812417b9)
Tanpa sengaja Nisa memergoki Damar -suami Nisa- sedang mencium seorang wanita. Ternyata selama ini Damar menikungnya dari belakang, Damar memiliki istri lain sebelum dia menikahi Nisa. Pantas selama ini Damar tak mau menyentuhnya dengan dalih Nisa masih kuliah. Akankah Nisa sanggup bertahan dalam rumah tangganya? Sedangkan Damar bersikukuh tak mau menceraikannya.
Bab 1. Tak Percaya.
"Lan, itu kaya mobil laki gue, deh!" Nisa menunjuk sebuah mobil yang menyalip mobil yang Lana kendarai.
"Emang laki elo doang, yang punya mobil begituan?" canda Lana masih fokus pada jalan raya yang selalu padat merayap. Apalagi ini weekend. Daerah puncak sudah dipastikan sulit bergerak.
"Gue yakin itu mobil laki gue. Ada logo perusahaannya di kaca belakang," ujar Nisa masih kekeuh dengan penglihatannya.
Alfathunisa Dalilla berusaha melihat plat nomor mobil yang dia yakini milik suaminya yang berada setelah beberapa mobil di depannya. "Katanya, dia mau ke Semarang. Kenapa lewat arah Bandung ya?" gumam Nisa.
Mobil-mobil melaju perlahan. " Fix! Itu mobil laki gue!" seru Nisa. " Eehhh kok, dia belok? Mau ke mana dia, Lan?"
"Meneketehe!" sahut Lana mengendikan bahu.
"Ikutin, Lan!"
Sesuai perintah, Lana membelokkan mobil mengikuti mobil hitam milik Damar-suami Nisa. "Pelan-pelan aja, Lanaaa ...! Jangan deket-deket. Gak bisa banget jadi mata-mata, ih!" keluh Nisa karena mobil Lana berada pas di belakang mobil Damar. "Kaca mobil gak keliatan 'kan, dari luar? Damar kenal gak ama mobil elo yang ini? " Nisa khawatir.
"Amaaan ... ini kan, mobil baru. Makanya kita jalan berdua sekarang, buat ngetes mobil," ucap Lana lagi. Lana pun memperlambat laju kendaraan membiarkan mobil Damar melesat. Karna jalan yang dilalui kini lengang.
"Ini jalan tembusan ke Semarang kali, Nis? Positif thinking aja, lagian laki elo 'kan, gak pernah neko-neko selama ini," ucap Lana menenangkan sahabat karibnya yang terlihat gelisah sejak tadi.
Nisa hanya diam, dia terus memperhatikan laju kendaraan suaminya. "Eehhh ... kok, elo gak belok? Itu 'kan, mobil Damar belok kiri, Lanaaa ...! Oh my God! Darah tinggi gue kalo begini."
"Uuppss ...! Kebablasan. Sorry, gue mundur bentar." Lana menekan tuas transmisi otomatis dan perlahan mobil mundur. Setelah mengarah jalan yang tepat mobil berwarna merah ini kembali melaju.
"Ini udah rumah perkampung, Lan. Kita kehilangan laki gue. Ngapain dia ke tempat beginian ya?" tanya Nisa, dan yang ditanya hanya mengendikan bahu.
Nisa merogoh ponsel di dalam tas.
Semenit kemudian ....
"Hallo, Mas. Udah sampe mana?" tanya Nisa pada lelaki yang dia telepon.
"Ohhh ... ya sudah. Hati-hati ya, Mas." Nisa segera menutup ponselnya walau si lelaki di seberang sana masih berbicara. Nisa diam, melihat kosong ke depan.
"Nis, laki loe ngomong apa? Kok, bengong?" tanya Lana menggoyang-goyangkan telapak tangan di depan wajah Nisa.
"Laki gue bohong, Lan. Dia bilang udah mau nyampe Semarang." Nisa mendesah lirih. "Ya udah, kita pulang aja, Lan." suara Nisa pelan tak bergairah.
"Gak jadi, kita jalan ke puncak?" tanya Lana.
"Terserah lo, deh! Gue ngikut aja," ucap Nisa masih tak bergairah.
Lana menautkan alisnya.
"Adem banget di sini, ya?" Nisa membuka kaca mobil melihat ke kiri dan kanan.
Tiba-tiba netranya menangkap mobil Damar yang sudah terparkir di halaman rumah Sederhana. "Lan, Lan! Itu ... Itu ...!" Nisa berteriak sambil menepuk-nepuk lengan Lana. Netranya masih fokus menatap mobil hitam yang terparkir di halaman rumah berpagar pohon soka Jawa.
Ckiittt ...!
Suara ban mobil berdecit akibat rem mendadak.
"Apa sih, Niiis? Bikin kaget aja, udah tempat sepi gini. Elo teriak-teriak panik. Kaya liat hantu aja!"cerocos Lana.
"Auk, ah ...!" Nisa langsung turun dari mobil yang dia tumpangi. Kakinya melangkah cepat menuju rumah sederhana di mana mobil suaminya berada.
"Nis, gue parkir di sana ya!" Lana menunjuk arah di mana ada pohon besar tempat dia ingin memarkirkan mobil.
Perlahan tapi pasti kaki Nisa memasuki halaman rumah.
"Mas, minum dulu." Suara seorang wanita terdengar di gendang telinga Nisa.
Nisa yang masih berdiri di dekat undakan menuju pintu utama, urung memberi salam.
"Bagaimana kabarnya, Mas?" tanya wanita yang menawari minum, dengan suara lembut.
"Baik .... Sini duduk sini. Aku rindu."
Hah rindu?
'Itu suara Mas Damar, loh!' Nisa berbicara dalam hati.
Wanita itu masih mematung di tempat tadi dia berdiri. Ia memindai keadaan halaman rumah. Adem, asri, dan nyaman, pikir Nisa.
"Mas sampe kapan kamu mau begini terus?" tanya si wanita masih dengan suara lembut.
"Mas belum bisa pastikan. Kamu sabar dulu ya. Nanti kalau sudah waktunya, pasti Mas akan menceraikan Nisa."
Deg!
Jantung Nisa seakan berhenti berdetak.
"Apa maksud Mas Damar?" Nisa menutup mulut yang menganga akibat terkejut dengan perkataan Damar.
"Jangan-jangan, kamu juga sudah jatuh cinta sama adikmu itu? Jadi sampai sekarang kamu belum bisa menceraikan dia?" cecar si wanita dengan suara sedikit ditekan.
"Fix! Itu Mas Damar sedang membicarakan aku," bisik Nisa pada diri sendiri. Dengan dada berdegup sakit, Nisa menaiki undakan menuju ke pintu utama.
.
.
"Usir wanita ini keluar!" "Lempar wanita ini ke laut!" Saat dia tidak mengetahui identitas Dewi Nayaka yang sebenarnya, Kusuma Hadi mengabaikan wanita tersebut. Sekretaris Kusuma mengingatkan"Tuan Hadi, wanita itu adalah istri Anda,". Mendengar hal itu, Kusuma memberinya tatapan dingin dan mengeluh, "Kenapa tidak memberitahuku sebelumnya?" Sejak saat itu, Kusuma sangat memanjakannya. Semua orang tidak menyangka bahwa mereka akan bercerai.
Adult content 21+ Farida Istri yang terluka, suaminya berselingkuh dengan adiknya sendiri. Perasaan tersakiti membuatnya terjebak kedalam peristiwa yang membuat Farida terhanyut dalam nafsu dan hasrat. Ini hanya cerita fiktif. Kalau ada kesamaan nama, jabatan dan tempat itu hanya kebetulan belaka
Amora Nouline selalu dibanding-bandingkan oleh sang ibu dengan kakak perempuannya sendiri bernama Alana Nouline! Dalam hal apapun Alana selalu unggul dari Amora, membuat sang Ibu lebih menyayangi Alana dibandingkan dengan Amora. Ketika dihadapkan dengan posisi sang ayah yang sakit parah dan memerlukan biaya rumah sakit yang tidak sedikit, Ibu dan kakak Amora sepakat untuk membujuk agar Amora menjual dirinya demi pengobatan sang ayah. Dengan hati teriris perih, terpaksa dan penuh ketakutan, Amora akhirnya menuruti keinginan ibu dan kakaknya demi kesembuhan sang ayah! Sialnya, malam itu laki-laki yang membeli Amora adalah seorang mafia dingin yang meskipun wajahnya teramat tampan namun wajah itu terlihat sangat menakutkan dimata Amora.
Bagi yang belum cukup umur, DILARANG KERAS Membaca Cerita ini, karena banyak sekali adegan Dewasa. Mohon Bijak Dalam Membaca.⚠️ Menceritakan seorang anak muda, yang terjerumus kedalam lubang hitam, hingga akhirnya, pemuda tampan kecanduan seks dengan Guru dan keluarganya sendiri.
Kisah asmara para guru di sekolah tempat ia mengajar, keceriaan dan kekocakan para murid sekolah yang membuat para guru selalu ceria. Dibalik itu semua ternyata para gurunya masih muda dan asmara diantara guru pun makin seru dan hot.
Pada hari Livia mengetahui bahwa dia hamil, dia memergoki tunangannya berselingkuh. Tunangannya yang tanpa belas kasihan dan simpanannya itu hampir membunuhnya. Livia melarikan diri demi nyawanya. Ketika dia kembali ke kampung halamannya lima tahun kemudian, dia kebetulan menyelamatkan nyawa seorang anak laki-laki. Ayah anak laki-laki itu ternyata adalah orang terkaya di dunia. Semuanya berubah untuk Livia sejak saat itu. Pria itu tidak membiarkannya mengalami ketidaknyamanan. Ketika mantan tunangannya menindasnya, pria tersebut menghancurkan keluarga bajingan itu dan juga menyewa seluruh pulau hanya untuk memberi Livia istirahat dari semua drama. Sang pria juga memberi pelajaran pada ayah Livia yang penuh kebencian. Pria itu menghancurkan semua musuhnya bahkan sebelum dia bertanya. Ketika saudari Livia yang keji melemparkan dirinya ke arahnya, pria itu menunjukkan buku nikah dan berkata, "Aku sudah menikah dengan bahagia dan istriku jauh lebih cantik daripada kamu!" Livia kaget. "Kapan kita pernah menikah? Setahuku, aku masih lajang." Dengan senyum jahat, dia berkata, "Sayang, kita sudah menikah selama lima tahun. Bukankah sudah waktunya kita punya anak lagi bersama?" Livia menganga. Apa sih yang pria ini bicarakan?