/0/19587/coverbig.jpg?v=94b223d41808f39abb1de8f12c73aff5)
Setelah setahun menganggur, Andini akhirnya bekerja sebagai sekretaris di perusahaan milik kakak iparnya, Rama, berkat bantuan kakaknya, Anjani. Tinggal bersama Anjani dan Rama, Andini berusaha menyesuaikan diri meski menghadapi sikap dingin Rama. Namun, hubungan yang tak terduga terjadi antara Andini dan Rama. Dalam keadaan mabuk, Rama menyebabkan Andini hamil. Rama yang begitu menginginkan anak, memohon agar Andini mau dijadikan istri keduanya. Lalu bagaimana dengan Anjani, kakaknya sendiri? Akankah Andini mengungkapkan kebenaran kepada Anjani? Bagaimana Rama menghadapi konsekuensi dari perbuatannya? Dan bisakah Anjani menerima pengkhianatan dari adiknya sendiri meskipun itu sebuah kecelakaan?
"Ini data yang salah," kata Rama dengan suara dingin. "Di mana data yang benar?"
Andini merasakan jantungnya berdebar keras. Dia mencoba mencari dokumen yang benar di laptopnya, namun tidak menemukannya. "Maaf, Mas-maksud saya, Pak Rama. Saya pikir ini sudah benar..."
Meskipun Rama adalah suami kakaknya, Rama tidak pernah berlaku hangat pada Andini. Tatapannya tajam bak elang, dan sikapnya sebagai bos terkesan sangat galak.
Rama memandangnya tajam. "Kesalahan seperti ini tidak bisa diterima. Rapat ini sangat penting dan kamu harus memastikan semua data benar sebelum diserahkan."
Andini menunduk, merasa malu dan bersalah.
"Ikut ke ruangan saya sekarang," perintah Rama dengan nada tegas.
Andini mengikuti langkah Rama dengan hati-hati, merasakan ketegangan di udara. Sesampainya di ruangan, Rama berdiri di belakang meja kerjanya, wajahnya kaku dan penuh amarah yang terpendam.
"Duduk," perintah Rama tanpa senyuman.
Andini duduk dengan gugup, menatap meja, tidak berani menatap langsung ke mata Rama.
"Ini bukan pertama kalinya kamu melakukan kesalahan besar, Andini," kata Rama dengan suara yang semakin tinggi. "Sekarang, kamu memberikan data yang salah untuk rapat penting. Itu memalukan. Dan apakah kamu tidak ingat, kamu pernah mengirim email yang salah kepada klien kita yang paling penting! Apa yang kamu pikirkan?"
Andini menelan ludah, mencoba menjelaskan. "Saya benar-benar minta maaf, Pak. Saya sedang berusaha menyesuaikan diri dengan pekerjaan ini. Saya benar-benar tidak bermaksud untuk membuat kesalahan..."
"Berusaha? Berusaha saja tidak cukup, Andini!" potong Rama dengan keras. "Ini bukan tempat untuk orang yang hanya 'berusaha'. Ini adalah perusahaan yang serius, dan setiap kesalahan yang kamu buat berakibat besar pada kita semua."
Air mata mulai menggenang di mata Andini, tetapi dia mencoba menahannya. "Saya akan lebih berhati-hati, Pak. Saya akan belajar dari kesalahan-kesalahan saya sebelumnya."
Rama menggelengkan kepala, menunjukkan ketidakpuasan. "Saya sudah cukup memberi kesempatan. Kamu harus memahami bahwa setiap tindakanmu membawa konsekuensi. Jika kamu tidak bisa mengikuti ritme kerja di sini, mungkin kamu harus mempertimbangkan kembali apakah kamu cocok untuk pekerjaan ini."
Andini merasa dunia seolah runtuh di sekitarnya. Dia tahu bahwa Rama benar, tetapi tekanan dan kritik yang diberikan membuatnya merasa hancur. "Jangan mentang-mentang karena kamu adik ipar saya kamu bisa seenaknya, Andini. Ingat, kamu saya terima di perusahaan ini karena Anjani yang meminta. Saya ulangi, hanya karena Anjani yang meminta. Karena dia sangat menyayangi adik perempuannya yang manja ini."
Andini semakin menunduk, harusnya dia sadar Rama menerimanya karena tidak mungkin menolak permintaan istri tercintanya.
"Saya... saya akan berusaha lebih baik lagi, Pak. Tolong beri saya satu kesempatan lagi."
Rama menatapnya tajam, wajahnya penuh ketegangan. "Ini kesempatan terakhir. Jika kamu membuat satu kesalahan lagi, saya tidak akan ragu untuk memecatmu."
Andini mengangguk lemah, merasa keputusasaan semakin dalam. Dia keluar dari ruangan Rama dengan langkah gontai, mencoba menenangkan diri. Namun, kejadian-kejadian itu membuat Andini merasa semakin tidak nyaman tinggal bersama Rama dan Anjani.
***
"Mau ke mana kamu?"
Andini yang sedang mengemasi barang-barangnya bersiap pulang menatap Rama, masih takut setelah dimarahi tadi.
"Pulang, Pak. Ada yang Anda butuhkan lagi?"
"Siapa yang menyuruhmu pulang? Kamu harus ikut saya ke acara pesta pertunangan investor baru kita. Itu salah satu tugasmu sebagai sekretaris juga, Andini."
Andini tidak bisa berkata tidak, jadi dia mengangguk. 'Baik, Pak. Saya akan siapkan jas Anda dulu-"
"Tidak perlu, saya pakai ini saja. Ayo, kita sudah hampir terlambat."
Andini mengikuti Rama menuju mobil pribadinya. Biasanya, Andini yang menyetir untuknya, tapi kali ini pria 28 tahun itu ingin menyetir sendiri.
Suasana dalam mobil terasa tegang, seolah-olah ada sesuatu yang tidak diungkapkan oleh keduanya.
Tiba-tiba, ponsel Rama berbunyi.
"Halo, sayang?" sapanya ke seseorang di seberang sana. Itu Anjani, istrinya.
"Sayang, aku malam ini nggak pulang dulu, ya. Bridal showernya tengah malam banget, jadi kita-kita mau sekalian nginap. Boleh yaa sayang yaaa..." Anjani merengek agar diizinkan.
Rama menghela napas berat.
"Iya boleh."
"Yeay terimakasih suamiku i love you!"
"Saya juga malam ini mungkin pulang te-"
Tut.
Sambungan telepon diputuskan begitu saja oleh Anjani.
Rama meremas setir, mungkin dia sedikit kesal dengan sikap Anjani yang semena-mena.
Andini hanya bisa mencuri pandang dari kursi penumpang, mencoba memahami apa yang sedang terjadi di kepala bosnya itu.
Mereka tiba di hotel mewah tempat pesta itu berlangsung.
Andini tentu hanya mengekor Rama saja, berusaha menjalankan tugasnya dengan sebaik mungkin meskipun perasaannya bercampur aduk.
Pesta semakin larut, dan Rama terlihat banyak minum.
"Minum, Din." Rama menuangkan segelas wine.
"Maaf, Pak, saya tidak minum." Andini menolak dengan sopan, menggeleng kecil.
Baru kali ini dia melihat kakak iparnya mabuk. Dia pikir Rama bukan orang yang seperti itu.
"Minum saja satu gelas." Kata Rama lagi, pria itu tampak sedang banyak pikiran dan minum banyak sekali.
"Pak... saya pikir Anda sudah cukup minumnya. Lebih baik berhenti, Pak." Andini menerima gelas dari Rama tadi namun tidak meminumnya.
"Kamu pikir saya lemah?" Rama kembali meneguk minumannya.
"Saya hampir kehilangan investor yang sangat saya incar sejak dulu karena ulahmu."
Deg!
Andini menunduk, meremas gelasnya lalu meneguknya dalam sekali teguk. Diingatkan kembali dia jadi merasa gelisah.
"Maafkan saya, Pak."
Malam semakin larut, Rama berakhir harus menginap di hotel ini.
Andini yang masih sadar, berusaha memapah Rama menuju kamarnya sembari berusaha menghubungi Anjani namun tidak ada jawaban.
"Tolong, kak Anjani, angkat teleponnya..." Andini berbisik cemas pada dirinya sendiri.
Andini membanting pelan tubuh mabuk Rama di kasur king size itu. Kamar ini sangat gelap, lampu belum satupun dinyalakan.
Hanya mendapat penerangan dari cahaya bulan di jendela.
Berniat ingin berdiri untuk menyalakan lampu, tiba-tiba tangan besar menahan pergelangan tangannya.
"P-pak?"
"Kamu mau ke mana?"
"Err..." Andini merasa canggung, mengapa Rama bertanya seperti itu.
"Saya-"
"Anjani...." Rama tiba-tiba menariknya dan terus menyebut-nyebut nama Anjani.
"Pak... saya Andini... bukan kak Anjani..." Andini berusaha melepaskan cengkeraman tangan Rama yang cukup kuat.
Ranjang berdecit dan entah bagaimana ceritanya Rama sudah berada di atas tubuh Andini dan menciumi lehernya. Nafasnya bau alkohol sekali.
"M-mas Rama! Mas Rama! Aku bukan kak Anjani!!"
Tubuh besar Rama yang menindih tubuh mungil Andini membuatnya tidak bisa bergerak.
Di antara cahaya remang-remang, Andini bisa melihat wajah tampan Rama yang menatapnya sayu.
"Andini..."
Dia bergumam lirih, dan sebelum Andini sempat bereaksi, Rama menundukkan kepala, bibirnya mencari-cari bibir Andini.
Segala upaya Andini untuk memberontak terasa sia-sia, kekuatan Rama terlalu besar.
"Mas, tolong! Jangan..." bisiknya dengan suara serak.
Namun, tidak ada yang bisa menghentikan pria mabuk itu sekarang.
Ketika tangan Rama mulai menjelajahi tubuhnya dengan kasar, Andini merasa semakin terperangkap, hati kecilnya berteriak minta tolong, namun suaranya hilang dalam kepanikan.
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
Nafas Dokter Mirza kian memburu saat aku mulai memainkan bagian bawah. Ya, aku sudah berhasil melepaskan rok sekalian dengan celana dalam yang juga berwarna hitam itu. Aku sedikit tak menyangka dengan bentuk vaginanya. Tembem dan dipenuhi bulu yang cukup lebat, meski tertata rapi. Seringkali aku berhasil membuat istriku orgasme dengan keahlihanku memainkan vaginanya. Semoga saja ini juga berhasil pada Dokter Mirza. Vagina ini basah sekali. Aku memainkan lidahku dengan hati-hati, mencari di mana letak klitorisnya. Karena bentuknya tadi, aku cukup kesulitan. Dan, ah. Aku berhasil. Ia mengerang saat kusentuh bagian itu. "Ahhhh..." Suara erangan yang cukup panjang. Ia mulai membekap kepalaku makin dalam. Parahnya, aku akan kesulitan bernafas dengan posisi seperti ini. Kalau ini kuhentikan atau mengubah posisi akan mengganggu kenikmatan yang Ia dapatkan. Maka pilihannya adalah segera selesaikan. Kupacu kecepatan lidahku dalam memainkan klitorisnya. Jilat ke atas, sapu ke bawah, lalu putar. Dan aku mulai memainkan jari-jariku untuk mengerjai vaginanya. Cara ini cukup efektif. Ia makin meronta, bukan mendesah lagi. "Mas Bayuu, oh,"
Riani sangat menyayangi pacarnya. Meskipun pacarnya telah tidak bekerja selama beberapa tahun, dia tidak ragu-ragu untuk mendukungnya secara finansial. Dia bahkan memanjakannya, agar dia tidak merasa tertekan. Namun, apa yang pacarnya lakukan untuk membalas cintanya? Dia berselingkuh dengan sahabatnya! Karena patah hati, Riani memutuskan untuk putus dan menikah dengan seorang pria yang belum pernah dia temui. Rizky, suaminya, adalah seorang pria tradisional. Dia berjanji bahwa dia akan bertanggung jawab atas semua tagihan rumah tangga dan Riani tidak perlu khawatir tentang apa pun. Pada awalnya, Riani mengira suaminya hanya membual dan hidupnya akan seperti di neraka. Namun, dia menemukan bahwa Rizky adalah suami yang baik, pengertian, dan bahkan sedikit lengket. Dia membantunya tidak hanya dalam pekerjaan rumah tangga, tetapi juga dalam kariernya. Tidak lama kemudian, mereka mulai saling mendukung satu sama lain sebagai pasangan yang sedang jatuh cinta. Rizky mengatakan dia hanyalah seorang pria biasa, tetapi setiap kali Riani berada dalam masalah, dia selalu tahu bagaimana menyelesaikan masalahnya dengan sempurna. Oleh karena itu, Riani telah beberapa kali bertanya pada Rizky bagaimana dia bisa memiliki begitu banyak pengetahuan tentang berbagai bidang, tetapi Rizky selalu menghindar untuk menjawabnya. Dalam waktu singkat, Riani mencapai puncak kariernya dengan bantuannya. Hidup mereka berjalan dengan lancar hingga suatu hari Riani membaca sebuah majalah bisnis global. Pria di sampulnya sangat mirip dengan suaminya! Apa-apaan ini! Apakah mereka kembar? Atau apakah suaminya menyembunyikan sebuah rahasia besar darinya selama ini?
BERISI ADEGAN HOT++ Leo pria tampan dihadapan dengan situasi sulit, calon mertuanya yang merupakan janda meminta syarat agar Leo memberikan kenikmatan untuknya. Begitu juga dengan Dinda, tanpa sepengetahuan Leo, ternyata ayahnya memberikan persyaratan yang membuat Dinda kaget. Pak Bram yang juga seorang duda merasa tergoda dengan Dinda calon menantunya. Lantas, bagaimana dengan mereka berdua? Apakah mereka akan menerima semua itu, hidup saling mengkhianati di belakang? Atau bagaimana? CERITA INI SERU BANGET... WAJIB KAMU KOLEKSI DAN MEMBACANYA SAMPAI SELESAI !!
Cerita ini banyak adegan panas, Mohon Bijak dalam membaca. ‼️ Menceritakan seorang majikan yang tergoda oleh kecantikan pembantunya, hingga akhirnya mereka berdua bertukar keringat.
Pernikahan itu seharusnya dilakukan demi kenyamanan, tapi Carrie melakukan kesalahan dengan jatuh cinta pada Kristopher. Ketika tiba saatnya dia sangat membutuhkannya, suaminya itu menemani wanita lain. Cukup sudah. Carrie memilih menceraikan Kristopher dan melanjutkan hidupnya. Hanya ketika dia pergi barulah Kristopher menyadari betapa pentingnya wanita itu baginya. Di hadapan para pengagum mantan istrinya yang tak terhitung jumlahnya, Kristopher menawarinya 40 miliar rupiah dan mengusulkan kesepakatan baru. "Ayo menikah lagi."