"Siapa lo?" tanya Ndaru sinis. "Brengsek! Ngapain lo sama istri gue di sini, hah!" marah Dean menerjang Ndaru dan memukul pipi kanan Ndaru menarik dan memukulnya lagi. Linar terkesiap mendengar teriakan Tita. "Stop, Mas!" sembari menarik kemeja belakang Dean. Linar tersadar sepenuhnya lalu ikut mendorong Dean beberapa kali menjauhi tubuh Andaru. Linar menunduk menyentuh kening dengan satu tangan dan mencoba bernafas teratur. "Pergi kamu, Mas! Kamu yang bilang, kan kita akan berpisah seperti yang aku mau" desis Linar. "Jadi kamu lebih memilih selingkuhan payahmu ini daripada aku, suamimu?" "Jangan kamu memutar balikkan fakta, Mas! Aku bukan kamu yang mampu berselingkuh sampai menghamili jalang mu dan berlagak nggak ada masalah!" raung Linar marah. "Prang ..!!" Ini tentang realita hidup yang adil walau tak pernah adil untuknya, tentang pengkhianatan semesta padanya yang mengagungkan kesetiaan. Dan kini sebagai pemeran utama di hidupnya dan atas nama kesehatan jiwanya Linar memilih untuk pergi demi mendapatkan kebahagiaannya yang lain, namun sekali lagi semesta tak berpihak padanya, Tuhan malah menganugerahi seorang janin dalam perutnya, sesuatu yang mereka perjuangkan sekaligus awal keretakan rumah tangga mereka. Segalanya berbalik. Kini Linarlah yang menjadi penentu atas kelanjutan hidup mereka bertiga. Lantas jalan mana yang mereka ambil? Dan begaimana semesta memberikan takdirnya? Kalian bisa temukan di setiap part nya, dikemas dengan bahasa ringan dan alur cerita yang nyata.
Linar mematutkan dirinya di depan cermin. Ia tersenyum puas melihat dirinya yang berhasil menurunkan dua kilogram berat badan dalam seminggu ini. Ia merasa tampak pas mengenakan lingerie hitam yang dibelinya dua minggu yang lalu.
Dean benar, mereka punya banyak waktu untuk mengupayakan punya anak, dan kali ini Linar lah yang akan memulainya. Ia menyemprotkan kembali wewangian yang disukai Dean, suaminya. Linar memakai jubah panjang untuk menutupi lingerie hitamnya, lalu keluar dari kamar mandi.
Linar melihat tubuh tinggi Dean di balkon kamar tidur mereka, tampak Dean tengah mengangguk dan berbicara di saluran telepon, ia memutuskan menyusul ke balkon.
Linar tersenyum pada Dean yang langsung menutup teleponnya karena kedatangan Linar. Namun, ada raut wajah kaget berlebihan yang segera disembunyikan oleh Dean.
Linar mengerutkan dahinya penasaran, "Dari siapa, Mas?"
Dean balas tersenyum, ia menarik pelan dan merengkuh Linar erat. Dean mencium kening dan menumpu dagunya pada kepala Linar.
"Dari Roland, dia meminta bertemu di kafe untuk bertemu rekan kerja kami yang baru. Kamu tahu 'kan kami sedang membangun koneksi dan relasi," papar Dean, ia merangkum wajah Linar mendongak untuk bertemu bola matanya.
Dean sempat meragu, ia menatap dalam bola mata Linar yang jernih "Maafin aku, ya. Aku harus pergi sekarang,"
"Tapi ini udah malam, Mas?!"
"Aku tahu, tapi ini sekedar pertemuan kasual, sambil nongkrong sambil kenalan relasi baru dan sedikit membicarakan pekerjaan,"
Linar mengerutkan dahi "Nggak perlu minta maaf, tapi bisa 'kan kamu pulang cepat? Aku akan menunggumu," pinta Linar mengalungkan kedua tangannya pada leher Dean.
"Oh, ya Mas. Dari kemarin malam, ponsel kamu berdering terus, aku lihat pemanggilnya Dera. Nama perempuan 'kan? Dia siapa, Mas?"
Linar melihat pupil Dean sempat membesar barang beberapa detik sebelum mengedipkan mata cepat, "Dera? Ah, iya dia teman lama aku, temannya Roland juga. Mungkin dia mau ngajak reuni atau semacamnya, aku belum sempat mengangkat teleponnya,"
"Reuni? Oh ya, cuma kalian bertiga?"
"Aku... Aku nggak tahu, Lin! Tapi aku dengar dari Roland dia bertemu sama Dera beberapa waktu lalu, itu aja aku ngga tanya lebih jauh,"
"Roland pasti udah di perjalanan, dan aku nggak mau terlambat datang dan melewatkan banyak hal, jadi aku pergi, ya!"
Linar mengerutkan dahi "Nggak perlu minta maaf, tapi bisa, 'kan? Kamu pulang nggak terlalu larut? Aku akan menunggumu." pinta Linar mengalungkan kedua tangannya pada leher Dean.
Dean tersenyum tipis dan mengangkat bokong Linar demi bisa mencumbu dalam kelopak bibir merah muda Linar.
Linar mendorong dada Dean pelan dan menghirup oksigen, degup jantungnya berdetak cepat entah karena gairah atau kurangnya oksigen.
"Hati-hati di jalan, aku akan menunggu kamu di sini." lepas Linar.
***
Linar membuka aplikasi pesan pada gawainya, dan merengut saat membaca pesan yang tertulis permintaan maaf suaminya karena menginap di rumah Roland tadi malam.
Sudah tengah malam Dean membalas pesannya, Linar kecewa, perasaannya hari ini kian buruk.
Linar mengerutkan dahinya karena tak jua mendapat balasan tambahan, kenapa Dean semakin irit membalas pesan? Seperti bukan dia, tapi rasanya tak mungkin ada yang berani mengotak-atik gawai Dean walau tak di kunci.
Linar menggelengkan kepalanya pelan, membuang pikiran negatif yang mulai menghantuinya belakangan ini.
"Sudah sampai. Bu," interupsi supir taxi dan benar saja ia sudah tiba di depan lobi kantor Dean.
Setelah menyelesaikan transaksi, Linar keluar taxi menegakkan tubuhnya. Karena ia tahu ia setidaknya akan ada beberapa orang yang memperhatikan dirinya. Linar berjalan dengan wibawa yang ia rakit sendiri menenteng dua kantung dengan percaya diri.
Linar melambatkan langkah kakinya dan, "Linar?" panggil Roland menyapa.
"Hai Mas Land, apa kabar?" balas Linar.
"Aku baik, kamu ... terlihat lebih cantik."
Linar terkekeh. "Ya, aku memang lebih kurusan karena diet karbohidrat" ucapnya tersenyum maklum.
"Oh ya Mas, gimana semalam lancar hasilnya?"
"Semalam?" tanya Roland menggantung.
"Iya, semalam selesai ketemuannya sampai jam berapa, sih?" tanya Linar ingin tahu.
Roland menyatukan alisnya dekat, keheranan "Jam sebelas malam,"
"Oh ya? terus kenapa Mas Dean harus sampai menginap, biasanya jam segitu dia masih memilih pulang ke rumah?"
"Dean?" gumam Roland bertanya.
"Iya, kenapa? Kalian ketemuan di cafe atau di club' tadi malam 'kan?" tanya Linar curiga.
"Kalian? Semalam aku nggak bersama Dean, tapi sama teman perempuanku dan bukannya Dean semalam ada di rumah kakeknya, bersama kamu, 'kan?"
Tahu ada yang salah dengan berubahnya raut wajah Linar, Roland segera menambahkan.
"Mungkin kamu salah tangkap omongannya dia, bukan aku teman Dean yang bersama dia semalam, mungkin Dipta yang dimaksud." tebak Roland menenangkan.
Deg.
Ia jelas mendengar jika nama yang di sebut suaminya adalah Roland bukan Dipta, tapi kenapa?'
"Linar, maaf aku harus lanjut bekerja Sebentar lagi jam makan siang,aku duluan ya."
Linar mengangguk kecil seketika ada beban yang menggelayuti dada dan pikirannya. Linar menggeleng pelan dan menatap depan, terkesiap menyadari ia berdiri sendiri di tempat yang salah.
Untung saja liftnya terbuka dan ia segera masuk menyelamatkan dirinya dari tatapan bertanya atau kesal karena berdiri di tengah jalan.
****
Linar mengangguk saat dirinya dipersilahkan masuk oleh Nuga asisten kerja Dean.
"Terima kasih Nuga."
Linar menatap dalam Dean yang menyambutnya di depan pintu. "Linar, kamu disini, tumben biasanya kamu nge WA aku kalau mau datang? Ah, soal semalam, aku minta maaf karena semalam aku nggak pulang dan terlambat membalas pesanmu."
Dean yang tak kunjung dapat jawaban bertanya kembali "Apa yang kamu bawa?"
Deg... deg.. deg.
Linar mendongak menatap kedalaman bola mata Dean, menatap dalam dengan perasaan yang tak menentu.
"Lin?"
Linar menunduk dan menggeleng pelan.
"Kenapa kamu masih bertanya, bukannya aku sudah memberitahu kamu, Mas?" ucapnya pelan.
Dean melipat bibirnya tahu ada yang salah.
"Dan Mas, kelihatan terkejut melihatku mengunjungi kamu pagi ini setelah meninggalkanku di rumah kakekmu, kamu tahu? Semalam aku kedinginan menunggu kamu dan paginya aku kebingungan menjawab pertanyaan saudaramu tentang keberadaan kamu yang aku sendiri nggak tahu, dimana Mas semalam?" cecar Linar.
Dean mendatarkan wajahnya tak suka akan situasi yang diciptakan Linar.
"Aku sudah bilang sama kamu, semalam aku harus menemui relasi kerja yang akan di kenalkan sama Roland. Dan kami lupa waktu, aku terlalu lelah mengemudi, jadi aku putuskan menginap di kontrakan Roland." ucap Dean sembari berbalik menuju set sofa kecil yang ada di tengah ruangan.
Tangan Linar saling bertaut mencari kekuatan, dadanya kian sakit seolah dipukul oleh tangan tak kasat mata. Siapa yang sedang berbohong? Tapi respon Roland terlalu natural tadi.
Linar menarik napas dan menghembuskan pelan, "Ada apa lagi, Linar?"
Linar mendongak "Aneh," gumam Linar sengaja.
"Aneh aja, tadi pagi aku mengirimi pesan menanyakan keberadaan kamu dan Mas yang balas sendiri isi pesannya ada di rumah Roland."
"Tapi aku juga menawarkan mengantar baju ganti untuk bekerja dan makan siang ke kantormu dan Mas membalasnya 'iya datang aja' terkesan dingin." ucap Linar parau sembari mengamati respon Dean.
"Ah, iya kamu benar aku yang lupa, maaf ... udahan ya, marahnya," seru Dean tulus.
Linar benci jadi terlalu peka, karena kepekaannya membuat ia berpikir banyak hal dengan menyakitkan. Maka Linar hanya bisa tersenyum masam,
"Aku masih ngerasa aneh, kamu yakin yang balas pesan tadi pagi itu kamu, Mas?" tanya Linar sangsi.
"Aku cuma lupa Linar, hari ini aku terlambat ke kantor karena telat bangun dan langsung di hadapan banyak pekerjaan, maaf ok!" pinta Dean merengkuh tubuh Linar tak perduli telah berjalan mundur, dipeluknya erat di cium puncak kepala merambah ke kening dan turun ke bibir Linar yang tak membalas.
Bibir Linar tersungging masam mendengar degup jantung Dean berdetak keras, seperti ... Perasaan nggak nyaman?
Linar membalas pelukan, menyandarkan kepalanya di dada Dean menghirup aroma yang menguar dari tubuh Dean yang selalu ia sukai. Tapi aromanya terlalu kuat tanda Dean menyemprotkan wewangian terlalu banyak.
Dasar!
Linar meregangkan pelukannya lebih dulu dan mendongak, ia tersenyum lalu bertanya.
"Jadi gimana pertemuan kamu sama relasi yang dikenalin Mas Roland kemarin, sini ceritain deh, sama aku?" pancing Linar tersenyum tipis.
Dean menatapnya dalam seolah tengah memilah sesuatu, "Lancar, dia seorang kontraktor yang memiliki banyak pengalaman. kami berbicara banyak sampai lupa waktu dan karena terlalu lelah mengemudi jadi Roland mengajak aku menginap di tempatnya jadi, ya aku setuju."
Linar mengangguk dua kali mendudukkan dirinya tepat di samping Dean tak lama Dean bangkit dan berjalan ke mejanya, Dean menyambungkan telepon di meja kerjanya memesan segelas ice matcha latte secepatnya pada Nuga asisten kerjanya untuk istrinya.
"Nggak apa-apa Mas, aku bisa menunggu. Kamu nggak perlu mendesak Nuga yang juga sedang sibuk."
Dean menoleh setengah hati lalu menuntaskan panggilannya dengan Nuga.
"Kamu sini dong, Mas!" ajak Linar
Linar menoleh mengamati wajah asli Dean. Pasalnya sedari tadi Dean bergerak kikuk, bahkan lebih banyak membelakanginya seperti tak nyaman atau ada yang ia tutupi, salahkan saja hatinya yang terlalu peka.
"Terus sama siapa lagi kalian mengobrol?"
Dean mengerjap matanya dua kali
"Cuma kami bertiga, memang kemarin itu sekedar pertemuan kasual antar lelaki sambil ngobrolin prospek kerja, proposal client yang sekiranya bisa kerja sama nantinya," papar Dean mengangkat bahunya dan menyugarkan rambutnya yang sudah rapih ke belakang.
Linar menatap dalam pada bola mata Dean, terasa begitu kecewa namun ia lebih memilih diam.
Linar yakin Dean menangkap perubahan dirinya yang tak ditutupi. Linar membiarkan Dean yang sudah duduk di sampingnya mencoba meraih tangannya, namun disaat yang sama Linar sengaja menepis tangannya.
"Kenapa, Lin?!" tanya Dean yang ditepis kasar oleh Linar. Mereka sama-sama terkejut akan reaksi masing-masing.
"Maaf, refleks tadi," cicit Linar tersenyum palsu.
"Aku pulang aja, Mas," ucap Linar bangkit dan berbalik cepat, tapi belum sampai ke depan pintu lengannya ditahan oleh Dean.
"Kamu itu kenapa, sih?!" sentak Dean frustrasi.
"Nggak apa-apa, aku nggak mau mengganggu kamu lebih lama Mas, maksudku. Mas harus lanjut bekerja lagi 'kan?" balas Linar menepiskan tangan Dean pelan namun tegas.
"Dan pastikan nanti malam, Mas pulang ke rumah kita! Bukannya keluyuran, ok!" pungkas Linar keluar, mengabaikan panggilan Dean.
Peringatan 21+ Cerita ini mengandung adegan dewasa dan sedikit kekerasan. Javas mengerang karena bergairah, semakin merengkuh tubuh Zehra pada tubuh tegapnya yang membuat pipi Zehra memerah karena ikut merasakannya, dengan mata berkilat Javas mengusap pipi Zehra. "Jadi dari mana aja kamu seharian ini?" "Cuma di rumah, mengemas semua barang aku. Kamu ingat 'kan? Ini jadi hari terakhir-" "Aku berubah pikiran, ayo kita bertunangan!" Zehra mendorong dada Javas pelan, "Maaf, aku nggak bisa karena kontrak kita udah selesai, benar 'kan?" Javas mengangkat dagu Zehra, menatapnya dalam. "Dan Kamu tahu 'kan? Sejak awal akulah bossnya." Tentang dua manusia yang tak pernah bersilang jalan sebelumnya kini terus dipertemukan hingga memantik rasa penasaran Javas Wira Sastro yang sudah muak dengan hidupnya, mencoba bermain api hingga memanfaatkan Zehra Deris yang terhimpit masalah. Mereka setuju untuk terikat dan tanpa sadar saling terbakar. Namun terlalu banyak perbedaan, drama serta celah diantara mereka. Hingga tiba saatnya mereka harus memilih antara tenggelam pada Drama Cinta Dewasa atau kembali pada Realita.
“Usir wanita ini keluar!” "Lempar wanita ini ke laut!” Saat dia tidak mengetahui identitas Dewi Nayaka yang sebenarnya, Kusuma Hadi mengabaikan wanita tersebut. Sekretaris Kusuma mengingatkan“Tuan Hadi, wanita itu adalah istri Anda,". Mendengar hal itu, Kusuma memberinya tatapan dingin dan mengeluh, “Kenapa tidak memberitahuku sebelumnya?” Sejak saat itu, Kusuma sangat memanjakannya. Semua orang tidak menyangka bahwa mereka akan bercerai.
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?
Warning 21+ Harap bijak memilih bacaan. Mengandung adegan dewasa! Memiliki wajak cantik dan tubuh sempurna justru mengundang bencana. Sherly, Livy dan Hanny adalah kakak beradik yang memiliki wajah cantik jelita. Masing-masing dari mereka sudah berkeluarga. Tapi sayangnya pernikahan mereka tak semulus wajah yang dimilikinya. Masalah demi masalah kerap muncul di dalam hubungan mereka. Kecantikan dan kesempurnaan tubuh mereka justru menjadi awal dari semua masalah. Dapatkah mereka melewati masalah itu semua ?
Dua tahun lalu, Regan mendapati dirinya dipaksa menikahi Ella untuk melindungi wanita yang dia sayangi. Dari sudut pandang Regan, Ella tercela, menggunakan rencana licik untuk memastikan pernikahan mereka. Dia mempertahankan sikap jauh dan dingin terhadap wanita itu, menyimpan kehangatannya untuk yang lain. Namun, Ella tetap berdedikasi sepenuh hati untuk Regan selama lebih dari sepuluh tahun. Saat dia menjadi lelah dan mempertimbangkan untuk melepaskan usahanya, Regan tiba-tiba merasa ketakutan. Hanya ketika nyawa Ella berada di tepi kematian, hamil anak Regan, dia menyadari, cinta dalam hidupnya selalu Ella.
"Saya yang akan menikahi Valerie." Demi menutupi dosa adiknya, Keanu rela menikahi Valerie. Seorang gadis remaja berusia delapan belas tahun, yang sudah dihamili oleh Kevin, adiknya sendiri. Padahal Keanu sudah berencana akan melamar Sely, sekretarisnya di kantor yang sudah ia sukai sejak lama. Lalu, bagaimana Keanu dan Valerie menjalani kehidupan rumah tangga? Tanpa saling mengenal dan mencintai satu sama lain.
Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."