/0/16544/coverbig.jpg?v=7ea7dd48749ca27f4d07d1e89ed37657)
Benara tidak menyadari kalau perempuan yang dia jadikan pacar pura-pura didepan ayahnya rupanya istri orang. Akan tetapi, setelah tahu bagaimana cara laki-laki yang bersama Laras tidak begitu baik untuknya, kesempatan pula untuk Benara mendekati Laras dengan cara ugal-ugalan.
"Kamu gimana sih? Aku nyuruh kamu kerja tapi nggak di perusahaan tempat aku kerja juga. Kamu udah nggak waras ya? Nggak punya otak atau gimana?"
Laras mengerutkan kening usai mendengar ucapan suaminya. "Mas, nyari kerja zaman sekarang itu susah. Lagi pula kenapa emang kalau kita satu kantor? Bukannya malah bagus, kita bisa berangkat sama-sama? Itung-itung hemat biaya, Mas," ucap Laras, ikut protes.
"Apa kamu bilang?" Reza semakin dibuat jengkel. "Jadi maksud kamu, kamu mau ngenalin diri kamu ke teman-teman kantor aku? Kamu bakal datang ke sana dan bilang kalau kamu itu istri aku? Yang bener ajalah, Ras. Udah sinting kali kamu."
"Mas! Sebenarnya mau kamu apa sih? Kamu mau nyuruh aku kerja biar ekonomi kita semakin membaik atau biar kamu bisa bebas? Kata-kata kamu udah nggak masuk akal, Mas. Kamu sadar nggak sih?"
"Halah! Udah deh, Ras, jangan ngajakin ribut mulu." Reza mengibaskan tangan di depan wajah istrinya. "Lebih baik kamu cari kerja lain aja. Kalau kamu nggak mau juga cari yang lain, kalau gitu masuk ke sana tapi jangan kasih tahu sama siapa-siapa kalau kamu itu istri aku. Pokoknya anggap aja kita nggak kenal. Kamu ngerti?"
Laras tercengang tidak habis pikir dengan ucapan suaminya tadi. Perempuan berambut panjang itu menyugar rambutnya begitu kasar, untuk menepis segala kekesalan yang sudah membuncah bak lava dalam dada. Bagaimana bisa suami yang menikahinya enam bulan lalu tega berkata demikian? Apa sebenarnya Reza menyesal telah menikahi Larasati Abania si putri petani dari desa kecil pinggiran kota itu?
"Mas! Kamu malu sama aku?" tanya Laras kala Reza akan beranjak dari hadapannya.
"Menurut kamu? Jangan bodoh deh jadi orang. Mana ada laki-laki yang mau sama kamu, buluk gini! Mending nggak sama sekali," cela Reza menjawab. Tidak punya hati.
"Lalu apa gunanya pernikahan ini, Mas? Kenapa kamu masih bertahan di atas pernikahan kita yang mana kamu sendiri nggak suka sama aku?"
"Ya karena aku masih butuh kamu. Mahar yang aku kasih ke kamu ya harus balik dulu baru aku lepasin kamu. Kalau masih belum balik, mana bisa aku minta lagi kalau udah cerai. Capek yang ada harus ngejar kamu ke kampung. Duh... ribet!" ungkapnya tanpa beban. Wajah yang begitu kentara akan ketidaksukaan itu benar-benar tercetak jelas pada garis rahang Reza.
Usai pria itu melenggang pergi, Laras pun tak kuasa membendung air matanya. Dia sudah terlalu banyak memendam luka. Bahkan rasanya hatinya sudah tidak cukup untuk menyimpan semua kepedihan yang dia rasakan. Apa harus Laras yang menyerah agar semua ini berakhir? Tapi bagaimana dengan orangtuanya di kampung? Akan sangat sedih jika mengetahui keadaannya di kota besar ini. Apalagi harus mengatakan tentang perceraian, mungkin kedua orang tua itu akan jatuh sakit memikirkannya.
**
"Eh, Ras! Kok malah bengong sih? Lagi liatin apa?" Si empunya nama tersentak kala teman satu meja dengannya memukul pundaknya ringan. Laras buru-buru membuang pandangan saat Leli ikut menatap.
"Emang aku ngelamun? Kayaknya nggak?" kilah Laras berusaha menyembunyikan kesedihan.
"Oh ... kamu lagi liatin Pak Reza ya?" ujar Leli tidak menanggapi ucapan Laras.
"Ah? Ah ... nggak kok. Nggak lagi liatin siapa-siapa," jawabnya memaksakan tersenyum.
Leli ikut memutar balik badannya lalu bersandar di dinding kaca transparan sambil memangku tangan. "Bukan Cuma kamu aja kok Ras yang suka liatin pak Reza, kadang aku juga suka, Buk Nia juga. Pak Reza itu orangnya baik dan ramah, ganteng pula. Perempuan mana coba yang nggak tertarik sama dia? Pasti kamu juga suka, 'kan liat wajahnya yang adem?" ungkap Leli mengutarakan segala tentang pesona Reza.
Yang mana kata-kata itu semakin saja menusuk dalam relung hati Laras. Belum lagi dia harus melihat setiap hari suaminya itu di goda oleh perempuan-perempuan yang berbeda. Juga tadi, saat Leli memergoki Laras memandangi Reza yang sedang duduk berduaaan dengan Nia, selaku pengawas mereka. Hal mana lagi yang membuat Laras tetap mempertahankan pernikahannya ini?
"Emang Pak Reza sepopuler itu ya di sini?" pancing Laras, ingin tahu lebih banyak.
Leli mengangguk mantab. "Populer banget di kalangan anak desain kayak kita. Dia yang paling care ke semua orang sih. Uh ... kalau boleh minta nih ya sama Tuhan, aku mau calon suami yang kayak Pak Reza. Tapi ya aku sadar diri lagi, mana mungkin upik abu kayak aku berjodoh sama pangeran kayak Pak Reza. Mustahil!" cerocosnya dengan kecepatan maksimal.
Laras hanya bisa mengulas senyum kecut yang tidak akan ada yang paham tentang itu. Sebelum kembali ke meja kerjanya, Laras satu kali lagi menoleh ke arah Reza, yang mana saat yang bersamaan Reza menangkap pandangannya. Dalam tatapan dalam yang sempat di tangkap oleh Reza, Laras seakan memaki dengan tatapan itu. Mencaci begitu lugasnya dan mengutuk Reza yang benar-benar tidak punya cela buruk sedikitpun di tempatnya berpijak. Beruntung sekali nasib laki-laki sialan itu!
Sudah nyaris dua bulan lamanya Laras ikut bergabung dengan perusahaan Kosmetik yang di pimpin oleh Owner bernama Benara Atmaja ini. Cosmetic Chielie adalah yang terdepan di tahun ini. Sudah banyak BA terkenal yang mempromosikan brand-brand yang ada di bawah naungan Chielie. Namun, sebagaimana meroketnya perusahaan ini, Laras hanya bisa menduduki posisi sebagai desainer produk. Itu juga yang paling bawah. Hanya sebagai cadangan saja untuk dijadikan bahan inspirasi para pendesain senior untuk membuat inovasi lebih berkesan.
Lalu apa? Ya begitulah. Gajinya hanya sebatas UMR tanpa pemasukan lain. Mengingat suaminya sudah tidak mau menafkahi juga terjerat dengan mertua yang muluk-muluk, membuat uang tiga juta tiga ratus ribu itu hanya sebatas angin lalu.
Setelah berbincang sejenak menghabiskan waktu makan siang, tiba-tiba saja Nia, selaku pengawas para anak desain, mendatangi meja Laras sambil bertanya,
"Udah dapat apa aja satu hari ini, Ras?"
Laras sontak bangun dari duduknya begitu suara tidak asing itu menyapa rungunya dan langsung saja menjawab,
"Ada beberapa yang saya buat, Mbak. Kenapa ya, Mbak? Tumben datang ke meja saya. Harusnya panggil saja, Mbak, saya bisa datang ke ruangan Mbak."
Nia menggeleng kecil. "Nggak sopan rasanya, Ras. Saya ke sini mau bilang hal penting."
"Ada apa ya, Mbak?"
Nia sedikit resah. Terlihat dari raut wajahnya yang tidak biasa. Laras jadi ikut penasaran, ada apa ya?
"Ras, kamu bisa nggak yang persentasi ke bos hari ini? Jujur, saya nggak bisa mikir yang lain lagi Ras? Rekan senior kamu lagi izin hari ini. Dan saya juga belum paham penuh apa aja yang kamu buat. Jadi kamu aja ya yang presentasi tentang inovasi baru ini? Mau ya, Ras?"
Laras mendadak keringat dingin begitu mendengar pernyataan Nia. Dia juga ikut meragu akan hal yang hendak di ajukan terhadapnya. Bagaimana bisa Laras mempresentasikan hasil desainnya yang mana notabenenya dia hanya sebagai junior? Apa pantas? Sepertinya tidak.
"Mbak, mana bisa saya yang presentasi. Saya juga masih pemula, Mbak. Belum paham banget sama semua ini. Suruh orang lain aja deh, Mbak. Saya nggak bisa, Mbak." Jelas saja Laras menolak.
"Nggak ada siapa-siapa lagi selain kamu. Udah Ras, satu kali ini aja. Kalau pun harus di marahain sama bos, ya anggap aja ini semacam ujian. Kan selama kamu di sini nggak pernah ada yang protes. Itung-itung biar lebih jago buat desain kalau emang di komplain. Tapi kalau di puji itu beda lagi ceritanya. Bisa-bisa kamu di angkat jadi desainer di kelas senior kamu."
"Tapi, Mbak..."
"Udah, saya nggak mau tahu lagi." Nia melirik arlojinya. "Empat puluh menit lagi udah harus siap-siap ya, Ras. Kita ketemu sama bos di ruang rapat biasa. Susun aja dulu poin-poin yang akan kamu jabarkan. Habis itu datang ke ruangan. Ingat, sebelum bos datang, kamu udah di sana duluan. Bisa berabe kalau dia yang duluan duduk. Nggak sopan! Ingat, 'kan?"
Karena tidak punya wewenang untuk menolak, akhirnya Laras pun mengangguk meski masih ragu. Tidak terasa kalau telapak tangan juga kakinya sudah basah akan keringat efek gugup yang datang tiba-tiba. Apalagi jantungnya yang ikut-ikutan memompa cepat. Duh, bikin ketar-ketir aja nih kerjaan!
Mana Laras belum pernah bertemu dengan si bos yang sering di ceritakan oleh rekan-rekannya. Kata mereka, bos ini adalah tipe laki-laki yang hangat juga terkesan bersahabat. Akan tetapi memerhatikan setiap kesalahan kecil. Sering mendikte hal-hal yang diluar nalar. Bagaimana cara Laras mengatasi ini?
Andra sudah bercerai tiga kali dan terus saja dengan perkara yang sama. Tiba di malam pertama, dirinya akan diceraikan oleh istri-istrinya. Bertemunya Andra dengan Antari, membuatnya ingin menutup segala kejengkelan hidup dengan mengajak perempuan itu menikah kontrak.
Dicampakkan istri, dicintai gadis bayaran senilai 50 Ribu.
Livia ditinggalkan oleh calon suaminya yang kabur dengan wanita lain. Marah, dia menarik orang asing dan berkata, "Ayo menikah!" Dia bertindak berdasarkan dorongan hati, terlambat menyadari bahwa suami barunya adalah si bajingan terkenal, Kiran. Publik menertawakannya, dan bahkan mantannya yang melarikan diri menawarkan untuk berbaikan. Namun Livia mengejeknya. "Suamiku dan aku saling mencintai!" Semua orang mengira dia sedang berkhayal. Kemudian Kiran terungkap sebagai orang terkaya di dunia.Di depan semua orang, dia berlutut dan mengangkat cincin berlian yang menakjubkan. "Aku menantikan kehidupan kita selamanya, Sayang."
Setelah dua tahun menikah, Sophia akhirnya hamil. Dipenuhi harapan dan kegembiraan, dia terkejut ketika Nathan meminta cerai. Selama upaya pembunuhan yang gagal, Sophia mendapati dirinya terbaring di genangan darah, dengan putus asa menelepon Nathan untuk meminta suaminya itu menyelamatkannya dan bayinya. Namun, panggilannya tidak dijawab. Hancur oleh pengkhianatan Nathan, dia pergi ke luar negeri. Waktu berlalu, dan Sophia akan menikah untuk kedua kalinya. Nathan muncul dengan panik dan berlutut. "Beraninya kamu menikah dengan orang lain setelah melahirkan anakku?"
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Ketika istrinya tak lagi mampu mengimbangi hasratnya yang membara, Valdi terjerumus dalam kehampaan dan kesendirian yang menyiksa. Setelah perceraian merenggut segalanya, hidupnya terasa kosong-hingga Mayang, gadis muda yang polos dan lugu, hadir dalam kehidupannya. Mayang, yang baru kehilangan ibunya-pembantu setia yang telah lama bekerja di rumah Valdi-tak pernah menduga bahwa kepolosannya akan menjadi alat bagi Valdi untuk memenuhi keinginan terpendamnya. Gadis yang masih hijau dalam dunia dewasa ini tanpa sadar masuk ke dalam permainan Valdi yang penuh tipu daya. Bisakah Mayang, dengan keluguannya, bertahan dari manipulasi pria yang jauh lebih berpengalaman? Ataukah ia akan terjerat dalam permainan berbahaya yang berada di luar kendalinya?
Hari itu adalah hari yang besar bagi Camila. Dia sudah tidak sabar untuk menikah dengan suaminya yang tampan. Sayangnya, sang suami tidak menghadiri upacara tersebut. Dengan demikian, dia menjadi bahan tertawaan di mata para tamu. Dengan penuh kemarahan, dia pergi dan tidur dengan seorang pria asing malam itu. Dia pikir itu hanya cinta satu malam. Namun yang mengejutkannya, pria itu menolak untuk melepaskannya. Dia mencoba memenangkan hatinya, seolah-olah dia sangat mencintainya. Camila tidak tahu harus berbuat apa. Haruskah dia memberinya kesempatan? Atau mengabaikannya begitu saja?
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.