/0/13672/coverbig.jpg?v=20250123145543)
Ghina harus menerima penghianatan terhebat sepanjang hidupnya selama bekerja di pabrik, tempat dimana ia bekerja. Hanya saja, penghianatan itu berbuah manis hingga dia dipertemukan dengan Arie sebagai foreman di pabrik itu. Setelah menerima semua penghinaan maupun penghianatan itu, Ghina rela menikahi Arie sebagai wujud balas dendamnya terhadap sang mantan. Bagaimana selanjutnya saat sang mantan tahu kalau Ghina menikahi Foreman itu? Akankah mereka berdua bertahan dengan pernikahan rahasianya sesuai dengan aturan perusahaan? Ataukah Ghina rela pindah demi suaminya yang bekerja di pabrik itu?
M.Arie Rifaldi yang kujumpai hari ini, masih banyak senyum seperti biasanya. Senyumnya selalu mengembang membuat para wanita klepek-klepek. Aku jadi heran. Bagaimana Arie sebagai formen sektor 11 belum memiliki pendamping di sisinya? Sedangkan dirinya itu tidak memiliki kekurangan satu pun selain banyak orang yang menyukainya. Jatuh cinta? Tentu saja. Namun aku bisa apa? Kehidupanku hanyalah orang yang tidak memiliki apa-apa. Ketahuilah bahwa aku memiliki banyak hutang, tidak memiliki rumah, kuliah belum lulus, dan ibu yang harus aku biayai sendiri.
Terlambat untuk mencintainya saking diriku begitu malu bila dihadapkan oleh kenyataan yang begitu berat ini.
Kemarin lusa, ketika aku dimintai olehnya menjadi cutting di salah satu pabrik XX. Aku sangatlah senang sekaligus menangisi diriku yang masih belum bisa sempurna menjadi bagian dari cutting. Bersamaan dengan ketidaksempurnaanku ini, aku banyak diomelin oleh para senior karena diriku masih belum sempurna menjaga cutting. Keinginan besarku agar bisa menguasai talenta semua itu harus dihadapkan oleh banyak ujian dengan ke-irian teman-temanku. Sebelum alarm kue itu berbunyi, aku menyortir kue yang tadinnya tidak bisa menjadi bisa. Hanya saja, ketika alarm kue itu berbunyi dan kuenya mengalami kemautan yang tidak tertolonglah, membuat diriku ketar-ketir. Haruskah aku berlari? Aku takut kalau diriku terkena Surat Peringatan dari pabrik akibat diriku yang tidak bisa cutting kue dengan sempurna sebagaimana para senior itu. Tidak, aku bukan tidak suka belajar hal yang baru, tapi aku takut mendapatkan surat peringatan itu dibandingkan hanya diomelin saja. Aku takut hal itu akan terjadi padaku.
"Udah dari tadi aku ngeliat kamu jagain cutting sampai terlihat was-was seperti lihat pemilik pabrik saja. Kenapa tidak dibuat nyaman saja?" Aku terlonjak kaget. Suara itu benar-benar membuat jantungku berdebar-debar.
"Ya pak. Namanya juga kalau dilihatin," kataku lalu cepat menyortir kuenya kembali.
"Langsung jujur, deh. Kamu keberatan kalau dimintai cutting?" Aku menghela napas. Sudah ketahuan. "Kalau aku bilang aku keberatan, bapak bakal marah?" Alih-alih rentetan omelan, yang kudapatkan malah senyum manisnya dia. Pria yang lebih muda di hadapanku ini mulai mengikis jarak. Tangan hangatnya mengelus suraiku penuh tanda tanya. Apakah dia melakukannya karena cinta? Ataukah sebatas atasan maupun bawahan?
Kemudian dia berkata, "Tidak perlu khawatir. Namanya juga belajar." Kata-kata itu yang kutunggu selama ini terucap dengan fasih melalui bibir ranumnya itu. Kata-kata yang menjadikanku sebagai pengisi semangatku ketika moodku turun drastis melihat mantan yang sudah menikahi teman paling kupercayai itu.
Namun, sayangnya aku sangat bodoh. Dari dulu aku tidak pernah mendapatkan cinta yang berbalas bila aku menyukainya terlebih dahulu. Berbeda bila pria yang menyukaiku, akan aku terima dengan standarku. Aku tak pernah memedulikan semua tentangnya. Aku terlalu gengsi mengakui kalau cintaku kepada Arie ialah kasih sayang ataukah hanya sekedar pelampiasan demi melupakan mantan. Dan kuakui, aku keterlaluan.
"Baik pak. Terima kasih atas ucapannya." Itu ucapku sebelum akhirnya aku menyudahi diriku menjadi cutting dan kembali bekerja sebagai helper packaging lagi.
Iya. Aku selalu menahan perasaanku setelah melihat seseorang yang aku cintai karena diriku seorang wanita. Namun yang kulakukan di hari-hari berikutnya ialah tidak menarik perhatian darinya, tapi dia selalu memperhatikan aku yang membuat teman-temanku iri kalau Foreman bernama Arie selalu mendekatiku dan menyuruhku. Bagaimana, aku terlalu kaku bukan?
Di hari berikutnya, aku sempat termenung sebelum berangkat kerja ke pabrik. Bagaimana tidak? Aku kepikiran bila Foremanku tengah dihasut oleh teman-temanku. Aku senang, kalau Foremanku selalu bersikap lembut kepadaku, tapi ada saat kekhawatiran tak mendasar itu muncul dari pikiranku. Ketika jadwal kerjaku dipindahkan ke sektor lain, apakah benar-benar karena off? Ataukah Foremanku terkena hasutan teman-temanku? Ataukah agar diriku bisa belajar menjadi multitalent?
Ketika ibuku menghampiriku yang sedang banyak pikiran hari ini, senyumku memudar.
"Ngapain mikirin lelaki yang belum tentu berjodoh, bukan? Kalau dia sudah menjadi jodohmu tidak perlu ada yang dikhawatirkan, sekalipun Foremanmu mendapatkan banyak hasutan. Atau kalau sudah waktunya, pasti akan dipertemukan dalam pelaminan. Tidak ada tempat yang lebih indah selain bergantung kepada Allah yang telah menciptakan semua manusia berpasang-pasangan!"
Belum sempat ibuku mendengarkan keluh kesahku, tapi ibu sudah mengetahui isi hatiku yang benar-benar menohok sekali. Setelah itu, perjalanan ke tempat kerjaku penuh dengan ketenangan, tapi di dalam hatiku yang paling dalam, aku bersedih. Tak apa jika kalian menganggapku wanita yang lemah bagaikan gelas-gelas kaca.
Mencapai setengah perjalanan, langkahku tiba-tiba berhenti. Saat itu aku merasa insecure. Apakah aku bisa bertemu jodohku di usiaku yang ke dua puluh empat ini? Akankah Foreman Arie menyukaiku yang tidak memiliki apa-apa ini? Ataukah aku haru menjadi wanita nakal yang menggoda pria agar segala urusan duniaku selesai?
Aku ingin melunasi hutangku, aku ingin memiliki rumah dan dilamar oleh pria yang menyayangiku setulus hati. Namun, diriku terlalu rapuh untuk berharap banyak begitu. Tidak juga, sih. Karena ketika aku melangkahkan kakiku lagi ke pabrik, aku berharap semoga langkahku ini menghapus dosaku yang bagaikan butiran pasir tak terhitung ini. Dan akhirnya kuputuskan untuk berharap kepada Allah yang menciptakan aku untuk menyelesaikan segala masalahku.
Tujuan pertamaku tentu saja melunasi hutangku. Itu sedikit dengan kebohongan. Aku berbohong kepada ibuku kalau uang gajiku dipotong oleh pabrik, padahal aku pakai demi membayar hutang. Sesuai dugaanku, awalnya ibuku tak mempercayainya, tapi aku menggunakan alasan yang masuk akal hingga ibuku mempercayai diriku. Niatnya diriku, ingin menggunakan uang gaji Novel bukan uang dari pabrik, tapi apalah daya uang gajiku di Novel ditahan dengan alasan yang tak masuk diakal, membuat diriku harus berbohong. Tentu saja, hatiku selalu gelisah kalau memikirkan kebohongan itu, aku merasa makin tak pantas menemukan jodoh, apalagi menyukai Foremanku di Pabrik XX itu. Namun, aku bisa apa kalau tidak menggunakan gaji dari hasil kerjaku? Soalnya, tak ada seorang pun yang mau membantuku.
Setelah siang datang, Foremanku mulai memintaku agar menjadi cutting lagi demi mengganti Karina yang sedang sakit. Sejujurnya aku sangat suka kalau dimintai cutting oleh Foremanku, tapi kemampuanku masih belum cukup karena seniornya membatasi hal-hal yang membuat diriku belum bisa sepenuhnya. Tapi rasa insecureku mengalahkan segalanya. Sejujurnya aku lelah bila melihat wajah teman-temanku yang tak suka kepadaku bila diriku berada di posisi cutting, tapi ada kesempatan itu tidak mungkin aku tolak, bukan?
Maka dari itu ketika aku telah selesai menjadi Cutting, aku langsung mencuci tanganku yang banyak bekas kuenya, padahal sudah menggunakan sapu tangan plastik. Rasanya ada kebahagiaan tersendiri saat aku berada di posisi cutting, karena aku tidak mengantuk, maupun debaran jantungku yang terus-menerus berdebar tak karuan. Aku benar-benar merasakan namanya hidup belajar dari kata 'penasaran.'
Namun kuakui, rasa bahagiaku mulai luntur lagi, saat aku dialihkan ke sektor lain. Jadi kehidupanku benar-benar diuji saat aku berada di posisi atas hingga posisiku berada paling bawah. Kalian tahu? Aku ikut sedih, senang bagaikan gado-gado yang mengaduk-aduk perasaanku menjadi satu. Satu-satunya yang membuat diriku bertahan ialah didukung oleh Ibuku sendiri dan semangat dari Foremanku.
Caranya Foremanku yang berbicara, sungguh menenangkan dan menyenangkan hati. Siapa yang tak merasa hangat melihat Foreman Arieku kalau begitu?
Sudah petang. Aku kembali berjalan kaki menuju kosanku. Tak aku sadari kalau Foremanku sudah menungguku. Tentu saja, hal itu membuatku senang akibat Foremanku mengajak diriku jalan. Aku mencubit pipiku, takutnya hanyalah mimpi. Tenyata, saat diriku merasakan sakit di bagian wajahku, aku merasa ini ialah nyata. Apakah Allah mengabulkan doaku?
Iya, kadang kuperhatikan dia memang tampan. Entahlah, aku pikir Foremanku memiliki maksud lain denganku, aku tidak boleh berharap terlalu banyak. Takutnya, diriku akan kecewa akan kenyataan sebagaimana mantanku yang membuat namauku buruk di hadapan semua orang dan menikahi temanku yang sudah menghianati diriku.
Lalu aku berjalan berdua dengannya bersama menggunakan motor. Banyak mata yang menatap tajam kepadaku. Tentu saja, Foreman Arie ialah incaran para gadis di Pabrik XX itu, tapi nyatanya dia malah berdekatan denganku. Kulihat dirinya ingin berkata tentang diriku, tapi dia belum memulai pembicaraan. Haruskah aku bersikap agresif? Ataukah bersikap menjadi gadis acuh?
Nuna tak pernah membayangkan kalau dirinya akan melakukan perjalanan waktu. Seingatnya, dirinya telah menunaikan pekerjaan skripsi yang tak kunjung ditanda tangani dosen. Melewati perjalanan waktu, ia kembali menjadi bayi. Namun, tak pernah ia bayangkan kalau dirinya akan bertemu raja dan ratu iblis di dunia gaib. Lantas, bagaimana perjalanan waktunya dalam menangani setiap pria tampan di ranah dunia gaib? Akankah, ia kembali ke dunia asalnya?
WARNING 21+ !!! - Cerita ini di buat dengan berhalu yang menimbulkan adegan bercinta antara pria dan wanita. - Tidak disarankan untuk anak dibawah umur karna isi cerita forn*graphi - Dukung karya ini dengan sumbangsihnya Terimakasih
Setelah dua tahun menikah, Sophia akhirnya hamil. Dipenuhi harapan dan kegembiraan, dia terkejut ketika Nathan meminta cerai. Selama upaya pembunuhan yang gagal, Sophia mendapati dirinya terbaring di genangan darah, dengan putus asa menelepon Nathan untuk meminta suaminya itu menyelamatkannya dan bayinya. Namun, panggilannya tidak dijawab. Hancur oleh pengkhianatan Nathan, dia pergi ke luar negeri. Waktu berlalu, dan Sophia akan menikah untuk kedua kalinya. Nathan muncul dengan panik dan berlutut. "Beraninya kamu menikah dengan orang lain setelah melahirkan anakku?"
Riani sangat menyayangi pacarnya. Meskipun pacarnya telah tidak bekerja selama beberapa tahun, dia tidak ragu-ragu untuk mendukungnya secara finansial. Dia bahkan memanjakannya, agar dia tidak merasa tertekan. Namun, apa yang pacarnya lakukan untuk membalas cintanya? Dia berselingkuh dengan sahabatnya! Karena patah hati, Riani memutuskan untuk putus dan menikah dengan seorang pria yang belum pernah dia temui. Rizky, suaminya, adalah seorang pria tradisional. Dia berjanji bahwa dia akan bertanggung jawab atas semua tagihan rumah tangga dan Riani tidak perlu khawatir tentang apa pun. Pada awalnya, Riani mengira suaminya hanya membual dan hidupnya akan seperti di neraka. Namun, dia menemukan bahwa Rizky adalah suami yang baik, pengertian, dan bahkan sedikit lengket. Dia membantunya tidak hanya dalam pekerjaan rumah tangga, tetapi juga dalam kariernya. Tidak lama kemudian, mereka mulai saling mendukung satu sama lain sebagai pasangan yang sedang jatuh cinta. Rizky mengatakan dia hanyalah seorang pria biasa, tetapi setiap kali Riani berada dalam masalah, dia selalu tahu bagaimana menyelesaikan masalahnya dengan sempurna. Oleh karena itu, Riani telah beberapa kali bertanya pada Rizky bagaimana dia bisa memiliki begitu banyak pengetahuan tentang berbagai bidang, tetapi Rizky selalu menghindar untuk menjawabnya. Dalam waktu singkat, Riani mencapai puncak kariernya dengan bantuannya. Hidup mereka berjalan dengan lancar hingga suatu hari Riani membaca sebuah majalah bisnis global. Pria di sampulnya sangat mirip dengan suaminya! Apa-apaan ini! Apakah mereka kembar? Atau apakah suaminya menyembunyikan sebuah rahasia besar darinya selama ini?
Istriku yang nampak lelah namun tetap menggairahkan segera meraih penisku. Mengocok- penisku pelan namun pasti. Penis itu nampak tak cukup dalam genggaman tangan Revi istriku. Sambil rebahan di ranjang ku biarkan istriku berbuat sesukanya. Ku rasakan kepala penisku hangat serasa lembab dan basah. Rupanya kulihat istriku sedang berusaha memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Namun jelas dia kesulitan karena mulut istriku terlalu mungil untuk menerima penis besarku. Tapi dapat tetap ku rasakan sensasinya. Ah.... Ma lebih dalam lagi ma... ah.... desahku menikmati blowjob istriku.
Cerita bermula, ketika Adam harus mengambil keputusan tinggal untuk sementara di rumah orang tuanya, berhubung Adam baru saja di PHK dari tempat ia bekerja sebelumnya. "Dek, kalau misalnya dek Ayu mau pergi, ngga papa kok. " "Mas, bagaimanapun keadaan kamu, aku akan tetap sama mas, jadi kemanapun mas pergi, Aku akan ikut !" jawab Ayu tegas, namun dengan nada yang membuat hati kecil Adam begitu terenyuh.
"Jang, kamu sudah gak sabar ya?." tanya Mbak Wati setelah mantra selesai kami ucapkan dan melihat mataku yang tidak berkedip. Mbak Wati tiba tiba mendorongku jatuh terlentang. Jantungku berdegup sangat kencang, inilah saat yang aku tunggu, detik detik keperjakaanku menjadi tumbal Ritual di Gunung Keramat. Tumbal yang tidak akan pernah kusesali. Tumbal kenikmatan yang akan membuka pintu surga dunia. Mbak Wati tersenyum menggodaku yang sangat tegang menanti apa yang akan dilakukannya. Seperti seorang wanita nakal, Mbak Wati merangkak di atas tubuhku...