/0/13515/coverbig.jpg?v=d6af7dfcc48f2586de8c8509651bb865)
Sisil dan keluarganya selalu dikucilkan oleh keluarga besarnya, keluarga besarnya selalu menganggap Sisil orang miskin yang tidak pantas untuk ikut andil dalam acara apapun, Sisil akan membuktikan kepada keluarga besarnya bahwa dia mampu mengangkat derajat kedua orang tuanya, dia akan membalaskan dendam kepada orang-orang yang telah menghina dan merendahkannya.
(Kita kayanya ga usah undang keluarga miskin ya, palingan juga kasih amplop sepuluh ribu tapi yang datang sekeluarga, belum lagi makan nya pada rakus karena dirumah nya biasa makan nasi garam hahaha) tiba-tiba Susi membuka percakapan di grup WhatsApp keluarga, Minggu depan kakak nya Susi, bernama Sintya menikah.
(Lagi ngomongin siapa sih?) tanya Septian anak dari uwak Jeni, kakak nya bapak.
(Ya siapa lagi kalo bukan keluarga miskin yang anak sulung nya pergi rantau tapi ga kaya-kaya) jawab Susi, dia adalah anak dari paman Adit.
(Ohahahah, iya mending jangan di undang aja, malah jadi beban, belum lagi nanti mereka pasti bungkus banyak makanan) balas lagi Septian.
Aku geram membaca grup WhatsApp keluarga besar, aku tau mereka sedang menyindir keluarga bapaku, mereka dengan santainya menggunjing keluargaku, sedangkan ada aku dan ke-2 adiku di grup itu, tapi mereka sama sekali tidak peduli.
Ting
Ting
"Halo kak? Apa kakak sudah baca wa grup? Mereka menyindir kita kak!" adiku mengadu padaku, terdengar dari suaranya bahwa dia sedang marah.
"Kakak sudah baca!" jawabku kesal.
"Kakak kapan pulang? aku sudah tidak tahan dengan perlakuan mereka pada keluarga kita, belum lagi wak Jeni suka datang kerumah minta-minta uang atau ga makanan matang dirumah, bahkan dengan tega nya wak Jeni sering menghabiskan lauk nya," aku kaget dengan pengakuan Lisa adiku, sejak kapan wak Jeni berprilaku seperti pengemis.
"Masa iya? Berati mereka yang kelaparan dong? Apa bapak ga bisa tegas pada kakak nya itu?" selidiku, aku penasaran dengan situasi dirumahku.
"Bapak sering membentak wak Jeni, tapi kakak tau sendiri dia seperti apa, dia malah memaksa masuk bahkan mencari apa yang dia inginkan sendiri, bahkan dia tidak sungkan untuk menggeledah dompet bapak!" astagaaa! jadi begini kelakuan uwak Jeni selama ini, bahkan ibu atau anak-anaknya saja sungkan untuk membuka-buka dompet milik bapak.
"Kaka harus gimana Lis?" tanyaku bingung.
"Sebaiknya mulai detik ini, kakak kasihkan saja uang yang biasa kakak kasih untuk bapak itu padaku, aku yakin wak Jeni gaakan menyangka kalo uang nya ada di aku, supaya Wak Jeni ga leluasa mengambil uang milik bapak yang kakak berikan, Kaka cepet pulang dong makanya!" titah Lisa.
Aku pun mengiyakan untuk segera pulang kampung, aku geram sekali dengan kelakuan keluarga bapaku itu, ditambah juga sikap bapak yang menurutku tidak bisa tegas kepada keluarganya.
(Septian, bilang pada ibumu yang kaya itu, jangan suka minta-minta uang dan makanan kerumah bapaku, yang miskin itu bapaku atau ibumu) cukup sudah aku bersabar membaca hinaan mereka, aku pun membalas pesan itu dengan kejam, tak tanggung! Aku mengirim pesan itu di grup keluarga besar.
(Lah masa iya sih? Septian coba konfirmasi, apa betul wak Jeni suka minta makanan dan uang pada uwak Anas?) balas Susi penasaran, aku yakin Septian sedang ketar-ketir saat ini.
1 menit
3 menit
5 menit
Tidak ada jawaban dari Septian.
(Ayo balas Septian, kok diem aja? keluargamu miskin kan? Sampe minta-minta makan ke bapaku, ingat ya Septian, jangan sembarangan kalo menghina orang, ingat didalam perutmu ada makanan dari bapaku!) balasku kejam, sekali-kali manusia seperti Septian ini harus diberikan pelajaran.
Kring
Kring
Kring
Panggilan masuk dari wak Jeni, aku yakin dia sudah membaca pesanku di grup, dan sekarang dia berniat untuk melabraku.
"Hal....,"
"Heh gadis miskin! kamu mau mempermalukan Ku depan keluarga besar? Kamu fikir kamu siapa? sudah merasa kaya karena merantau kamu? Kerja jadi babu admin online saja belagu!" Tanpa salam Wak Jeni langsung memaki-ku, benar-benar tidak ada sopan santun nya, meskipun dia lebih tua dariku seharusnya Wak Jeni tidak bersikap seperti itu.
Keluarga besarku tahu-nya Aku hanya bekerja sebagai admin online, 2 tahun aku merantau di ibukota, memang pada awalnya aku bekerja sebagai admin online di suatu olshop yang sudah terkenal, karena kebaikan owner-nya, aku pun diberi peluang untuk membuka olshop barang-barang rumah tangga, dan Alhamdulillah sekarang olshop ku sudah maju pesat, bahkan aku sudah punya 3 karyawan.
"Waallaikumsallam Wak Jeni yang miskin, apa aku ga salah dengar? Memang faktanya begitu kan, bahwa wak yang miskin, mulai detik ini jangan pernah lagi meminta apapun pada bapaku, atau wak akan semakin aku permalukan!" ancamku padanya.
"Hahahah kamu mengancam saya? anak orang miskin berani-beraninya mengancam seorang juragan kontrakan di desa ini, lagian nenek kakek mu sebelum meninggal sudah menitipkan saya pada bapakmu, jadi bapakmu masih harus bertanggung jawab atas semua kebutuhanku!" ingin aku tertawa sekencang-kencangnya depan wajah uwak ku yang tidak tahu diri ini, padahal Wak jeni sudah menikah bahkan anak nya sudah besar, masa masih minta-minta kepada bapakku.
"Uwak kan sudah menikah, apa suamimu cacat? Atau pengangguran? Dan apa mungkin hanya beban keluarga saja? Tidak ada lagi tanggung jawab bapak untukmu wak! aku tidak pernah bermain-main dengan ucapanku, awas saja kalo kamu berani-beraninya meminta makanan atau kebutuhan pada bapaku!"
Klik.
Aku mematikan gawaiku sepihak, aku melihat WhatsApp grup keluarga, Septian sedang di introgasi oleh saudara-saudara sosialitanya.
Aku tidak akan tinggal diam lagi, lihat saja.
Masih teringat jelas di benakku, ketika 2 tahun silam aku lulus sekolah SMK, Rani sahabatku di kampung mengajakku bekerja di kota sebagai admin online shop, aku meminta uang kepada bapak untuk ongkos pergi ke sana.
"Pak, Sisil boleh minta uang? Buat ongkos ke Jakarta," pintaku pada bapak.
Bapak menghela nafas panjang...
"Bapak sekarang tidak punya uang, tapi akan bapak usahakan meminjam untuk kamu pergi ke kota, apa kamu sudah yakin untuk pergi ke Jakarta?" Tanya bapa menatapku lekat.
"Sisil sangat yakin untuk pergi ke sana, di sini Sisil juga bingung mau kerja apa, mudah-mudahan rezeki Sisil memang ada di ibu kota," jawabku meyakinkan bapak.
"Yasudah, lusa kan kamu pergi nya? Sekarang bapak mau keluar dulu, tunggu sebentar ya!" akupun mengangguk, bapa pergi entah kemana meminjam uang, pak, Sisil berjanji, jika sukses nanti akan membahagiakan bapak.
Sekitar 15 menit aku menunggu bapak, aku mendengar suara yang sangat aku takutkan saat itu, iya itu suara Wak Jeni.
"Sisil, Sisil!" teriak wak Jeni dengan nafas memburu.
"Ada apa Wak?" tanyaku Takut.
"Apa kamu tidak cukup membebani bapakmu dan juga aku? sudah cukup selama kamu sekolah, bapakmu sering meminjam uang kepadaku, sekarang bapakmu juga mau meminjam uang untuk kamu pergi ke ibu kota? apa kamu tidak ada capek nya bikin keluarga susah terus?" bentak wak Jeni padaku, bapak berusaha menenangkan nya.
"Teh, sudahlah lagian setiap aku minjam uang sama teteh pasti aku ganti, malah teteh minta dilebihkan aku kasih, ga pernah aku Sampai tidak bayar atau tidak melebihkan!" sanggah bapak membelaku.
"Ya tetap saja kamu menyusahkanku Anas, kamu pikir setiap kamu meminjam aku tinggal memetik uang dari pohon?" ujar wak Jeni tidak mau kalah.
Sayup-sayup terdengar suara bu ustadzah, aku terkaget bu ustazah langsung membuka gamisnya terlihat beha dan cd hitam yang ia kenakan.. Aku benar-benar terpana seorang ustazah membuka gamisnya dihadapanku, aku tak bisa berkata-kata, kemudian beliau membuka kaitan behanya lepas lah gundukan gunung kemabr yang kira-kira ku taksir berukuran 36B nan indah.. Meski sudah menyusui anak tetap saja kencang dan tidak kendur gunung kemabar ustazah. Ketika ustadzah ingin membuka celana dalam yg ia gunakan….. Hari smakin hari aku semakin mengagumi sosok ustadzah ika.. Entah apa yang merasuki jiwaku, ustadzah ika semakin terlihat cantik dan menarik. Sering aku berhayal membayangkan tubuh molek dibalik gamis panjang hijab syar'i nan lebar ustadzah ika. Terkadang itu slalu mengganggu tidur malamku. Disaat aku tertidur…..
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
Aku, Sonia, seorang wanita berusia 23 tahun, terjebak dalam masalah keuangan yang parah akibat hutang pengobatan anakku yang mengidap Thalassemia dan harus menjalani perawatan medis yang sangat mahal dan berkelanjutan. Hidupku yang penuh kesulitan berubah drastis ketika aku bekerja dengan Mr. Wei, seorang CEO sukses berusia 45 tahun. Di tengah kemelut keuangan dan tekanan emosional, aku menemukan pelarian dalam pelukan Mr. Wei. Kehangatan dan dukungan yang dia berikan membuatku merasa dihargai dan dicintai, sesuatu yang telah lama hilang dalam pernikahanku. Namun, kebahagiaan kami tidak lepas dari konflik; suamiku mulai curiga dan berbagai rintangan muncul, menguji keteguhan hati kami. Cerita ini menggambarkan dinamika cinta yang penuh gairah dan sakit hati, pengkhianatan yang menyakitkan, serta pencarian jati diri dan pengampunan. Dengan latar belakang kehidupan kami yang kontras, aku dan Mr. Wei harus menghadapi pilihan-pilihan sulit dan mempertanyakan nilai-nilai yang kami anut. Akankah cinta kami mampu mengatasi semua rintangan? atau akankah kami terperangkap dalam lingkaran drama dan penderitaan?
WARNING 21+ !!! - Cerita ini di buat dengan berhalu yang menimbulkan adegan bercinta antara pria dan wanita. - Tidak disarankan untuk anak dibawah umur karna isi cerita forn*graphi - Dukung karya ini dengan sumbangsihnya Terimakasih
"Meskipun merupakan gadis yatim piatu biasa, Diana berhasil menikahi pria paling berkuasa di kota. Pria itu sempurna dalam segala aspek, tetapi ada satu hal - dia tidak mencintainya. Suatu hari setelah tiga tahun menikah, dia menemukan bahwa dia hamil, tetapi hari itu juga hari suaminya memberinya perjanjian perceraian. Suaminya tampaknya jatuh cinta dengan wanita lain, dan berpikir bahwa istrinya juga jatuh cinta dengan pria lain. Tepat ketika dia mengira hubungan mereka akan segera berakhir, tiba-tiba, suaminya tampaknya tidak menginginkannya pergi. Dia sudah hampir menyerah, tetapi pria itu kembali dan menyatakan cintanya padanya. Apa yang harus dilakukan Diana, yang sedang hamil, dalam jalinan antara cinta dan benci ini? Apa yang terbaik untuknya?"