Bagaimana jadinya kalau seorang Anindya yang bandel dan suka bikin onar diperebutkan oleh dua Gus beradik kakak? Anindya Alisya Syahreza. Anindya merupakan salah satu siswi paling bandel di sekolahnya. Sehari-harinya selalu ada aja ulahnya yang membuat guru geleng-geleng kepala, contohnya sering membully adek kelas yang dirasa mengusiknya, bertengkar dengan Hafiz dan bolos dari mata pelajaran yang di bencinya. Anindya bolos tidak sendirian saja, melainkan bersama kedua temannya, seperti Lita Olivia dan Gilang Wicaksana. Hingga akhirnya keputusan orang tua Anindya merubah segalanya, Anindya di masukkan pondok pesantren milik sahabat Ayahnya.
Burung-burung telah berkicau di pagi hari. Matahari sudah terbit dari timur hingga masuk celah-celah jendela kamar orang yang sedang terlelap dalam tidurnya.
Alarm di nakasnya berbunyi, namun dihempaskan hingga hancur oleh pemiliknya. Sudah beberapa kali beli alarm namun nihil tidak ada yang selamat.
"ANINDYA, BANGUN... TELAT NANTI SEKOLAHNYA!!" Teriak Nisa, Bundanya.
"Apaan sih Bun... Anindya di skors tauuu, jadi nggak sekolah," Kata Anindya sembari menggeliat dalam tidurnya, mencari posisi yang lebih nyaman.
"Kamu tuh yah... Buat ulah apa lagi sampe di skors?!" Nisa duduk disebelah Anindya, menarik tangan putri semata goleknya.
"Anindya bully adek kelas," Jawab Anindya bangun dengan ogah-ogahan.
"Kenapa bully Adek kelas? Bisa-bisanya, Bunda nggak ngajarin ya!"
"Habisnya ngusik Anindya sih..."
Bunda menghela napas panjangnya. "Awas kalo besok-besok kena skors lagi, Bunda masukin kamu ke pondok pesantren tau rasa," Ucap Nisa saking gregetnya.
Anindya hanya memutar bola matanya malas, mana tega Bundanya memasukkannya di pondok pesantren. Anindya pun melanjutkan tidurnya yang sempat terusik lagi.
"JANGAN TIDUR LAGI ANINDYA!! ANAK SIAPA SIH? GEMES DEH."
"Bunda ih! Anindya masih ngantuk tadi malem begadang liat drakor, lagian nanti Anindya mau keluar," Ujar Anindya kembali bangun.
"Keluar kemana? Sama siapa?" Sergap Nisa cepat dengan pertanyaan.
"Biasa hehe, jalan-jalan sama sepupu," Jawab Anindya berjalan ke kamar mandinya.
"Dari pada jalan-jalan, mending ikut Bunda aja." Tawar Nisa.
Anindya membalikkan badannya seketika. "Kemana, Bun?" Tanya nya antusias. "Liburan kah?"
Nisa tersenyum tipis. "Ke pondok pesantren temen Ayah, mau ikut?"
Anindya mendengus. "Nggak nggak, Anindya nggak mau, nanti malah ribet disuruh pakai jilbab, pakai ciput, pakai baju syar'i dan apalah itu banyak banget peraturannya. Males."
"Udah Bunda tebak sih, pasti nggak mau ikut. Lain kali harus ikut, Bunda maksa," Nisa menyipitkan matanya, menatap Anindya.
"Iya Bunda... Tapi lain kali yaaaa."
"Alhamdulillah deh, akhirnya kamu mau juga." Nisa merubah ekspresi wajahnya menjadi sumringah.
"Lain kalinya dikali-kali ya, Bun!" Teriak Anindya kala Bundanya keluar kamar.
Anindya pun bersiap-siap sebelum Gilang-Sepupunya menyusul. Selesai mandi ia langsung berganti baju dan menggunakan make up natural.
Sambil menunggu dijemput, Anindya memainkan ponselnya yang tidak dibuka sedari semalam, kan kasian kesepian.
Anindya membuka room chatnya bersama Lita, teman lamanya.
Anindya: P
Litai: Nape nyai?
Anindya: Ikut gw yok
Litai: Kmn emg?
Anindya: jln sm Gilang
Litai: Lo lupa ato gmn dah, gw lg di sklh 🐕
Anindya: Gw gk lupa! gw cm nnya lo join kagak?
Litai: Klo iya macem mna keluar sklh ini bestyy😭
Anindya: Tnggl bobol pager blkng sklh ap sshny sih Ta!
Litai: Wah! Ajaran sesat
Anindya: Lo jadi gk sih! Ribet amat😑
Litai: Ya jadilah, Gw kan
Berperi ketemanan
Anindya: Gw tnggu di taman
Litai: Ya iyalah! Masa
Di toilet
(Read)
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Teriak Gilang sembari menyalimi punggung tangan Tantenya.
"Astaghfirullah, ampunilah ponakan saya ya Allah." Nisa menjingkat kaget mendengar teriakan ponakannya, anak dari kakaknya.
"Aamiin ya Allah..." Gilang meraup muka setelahnya.
"Anindya mana, Tante?"
"Anak Tante satu itu tuh! Kebo banget, Tante bangunin harus pake jurus-jurus yang manjur, baru bisa bangun," Ujar Nisa masih kesal dengan kejadian tadi.
"Curhat nih, Tan?" Tanya Gilang menaik turunkan alisnya tersenyum lebar.
"Nggak, cuci piring. Ya iyalah curhat."
"Iya deh, biar fast," Ucap Gilang sambil menuju sofa dan mendudukkan pantatnya.
Tak lama kemudian, seorang perempuan berjalan dengan riang menuruni tangga, lengkap dengan membawa tas ransel dan ponsel di genggamannya.
"Annyeong! Good pagi epribadehh!!" Teriak Anindya menyapa.
Bundanya hanya memutar bola matanya malas, sedangkan Ayahnya hanya menganggukkan kepala sambil melanjutkan makannya.
"Astaghfirullah Bundaaaa!!"
"Kenapa?"
"Bunda udah nggak sayang sama Anindya?" Tanya Anindya memasang wajah sedihnya.
Bundanya mengelus dadanya sabar. "Sayang banget PAKE BANGET, orang kamu anak semata golek nya Bunda."
"Anindya juga sayang Bunda deh." Respon Anindya mencium pipi Bundanya.
"Oh iya sayang." Panggil Bunda.
"Kenapa, Bun?" Balas Anindya dengan mata yang seolah menanyakan 'apa'.
"Jadi mau ikut Bunda nggak?" Tanya Bunda berharap yang keluar dari mulut Anindya adalah kata iya.
"Kan udah Anindya kasih tahu tadi, masa kurang jelas." Anindya memanyunkan bibirnya dan duduk dimeja makan.
"Mau jadi Sholihah nggak?"
"Iya, yang penting nggak jadi Sholihin tukang sayur nggak papa," Balasnya terkekeh pelan, sementara Gilang menepuk-nepuk pundak Anindya menyemburkan tawanya.
Emang mempunyai anak seperti Anindya membutuhkan ekstra sabar.
"Tahu zina? Zina adalah perbuatan yang buruk, sebuah perbuatan yang keji, jalan yang nggak benar, makanya kalau mau jadi Sholihah jangan pacaran. Kalau udah terlanjur sekarang juga putusin." Terang Bunda dengan kalimat panjangnya.
Anindya memposisikan tubuhnya menghadap Bundanya. "Iya, kalau Anindya nggak lupa. Hehe" Balas Anindya terkekeh pelan.
"Apa? Coba ulang."
"Iya-iya, Bun. Anindya insyaAllah nggak akan pacaran."
"Bagus, kalo sampe ngelanggar langsung Bunda nikahin."
Anindya menganggukkan kepalanya cepat. "Iya nggak papa. Tapi kalo suaminya ganteng, pinter, peka, kaya raya, sholeh, dan rajin menabung."
"Iya, itu mau kamuuuu."
"Aminin, Bundaaa."
Nisa menggelengkan kepalanya. "Bunda jelasin ya, singkat saja kalau dalam Islam, ada beberapa jenis zina yang perlu diketahui beserta perbedaannya. yaitu zina Al-Laman, zina muhsan dan ghairu muhsan."
"Kalau zina Al-Laman itu dilakukan oleh seseorang menggunakan panca indra. Rasulullah pernah bersabda yang artinya telah diterapkan bagi anak-anak Adam yang pasti terkena, kedua mata zinanya adalah melihat, kedua telinga zinanya adalah mendengar, lisan zinanya adalah berkata-kata, tangan zinanya adalah menyentuh, kaki zinanya adalah berjalan, hati zinanya adalah keinginan atau hasrat, dan yang membenarkan dan mendustakan adalah kemaluan."
"Jadi kalau Anindya ngeliat cowo ganteng itu juga zina, Bun?"
"Kalau ngeliatnya hanya sekilas dan emang nggak sengaja tak apa, tapi kalau ngeliatnya lama... itu zina mata namanya." Bunda menjelaskan.
"Terkecuali sama mahramnya boleh-boleh saja, seperti Ayah, Bunda, Om, Tante." Tambah Niko, Ayah Anindya.
"Jauh-jauh sana lo, bukan mahram gue." Anindya mengibaskan tangannya dan menjulurkan lidahnya pada Gilang disebelahnya.
"Eh-eh, jangan gitu juga dong cielah."
Bunda dan Ayah Anindya tertawa dibuatnya.
"Terus kalau zina muhsan dan ghairu muhsan itu apa?" Tanya Gilang tak menggubris perkataan Anindya, menatap wajah Ayah dan Bunda Anindya.
"Zina muhsan itu bagi pasangan suami istri yang melakukan perselingkuhan hingga melakukan hubungan intim, jenis zina ini terjadi karena melibatkan alat kelamin yang bukan mahramnya."
"Sedangkan zina ghairu muhsan adalah jenis zina yang dilakukan oleh pasangan yang belum menikah atau belum resmi menjadi suami istri. Jenis zina ini sangat perlu dihindari, karena pasangan yang belum menikah dapat terhasut godaan dan hawa nafsu, sehingga melakukan perbuatan zina." Lanjutnya.
"Udah paham sekarang?" Tanya Bunda bersedekap dada menatap Anindya dan Gilang bergantian.
Anindya dan Gilang tersenyum sembari menganggukkan kepalanya kompak.
"Baik anak-anak, sekian materi hari ini, saya mau berangkat ke kantor dulu," Kata Ayah Anindya.
"Iya, pak guru." Balas Anindya.
"Dengerin kata Tulus, Om!" Intrupsi Gilang.
Ayah Anindya mengernyitkan dahinya dan menggerakkan alis sebelahnya.
"Hati-hati dijalan," Ucap Gilang tersenyum bangga.
"Siappp."
Anindya dan Gilang menyalimi tangan Niko sebelum berangkat.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh."
"Bunda." panggil Anindya setelah Ayahnya benar-benar hilang dari penglihatannya.
"Iya?"
"Anindya pamit jalan-jalan yah?"
"Yaudah hati-hati, Gilang jaga Anak Tante ya."
"Gampang Tan, bocah semprul kayak gini doang."
"Bilang apa lo!!" Mata Anindya membulat sempurna menatap Gilang tajam.
"Ampun deh, maapinnn." Gilang menumpu kedua tangannya meminta ampun.
Seto lalu merebahkan tubuh Anissa, melumat habis puting payudara istrinya yang kian mengeras dan memberikan gigitan-gigitan kecil. Perlahan, jilatannya berangsur turun ke puser, perut hingga ke kelubang kenikmatan Anissa yang berambut super lebat. Malam itu, disebuah daerah yang terletak dipinggir kota. sepasang suami istri sedang asyik melakukan kebiasaan paginya. Dikala pasangan lain sedang seru-serunya beristirahat dan terbuai mimpi, pasangan ini malah sengaja memotong waktu tidurnya, hanya untuk melampiaskan nafsu birahinya dipagi hari. Mungkin karena sudah terbiasa, mereka sama sekali tak menghiraukan dinginnya udara malam itu. tujuan mereka hanya satu, ingin saling melampiaskan nafsu birahi mereka secepat mungkin, sebanyak mungkin, dan senikmat mungkin.
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
Novel Ena-Ena 21+ ini berisi kumpulan cerpen romantis terdiri dari berbagai pengalaman romantis dari berbagai latar belakang profesi yang ada seperti CEO, Janda, Duda, Mertua, Menantu, Satpam, Tentara, Dokter, Pengusaha dan lain-lain. Semua cerpen romantis yang ada pada novel ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga bisa sangat memuaskan fantasi para pembacanya. Selamat membaca dan selamat menikmati!
Selama tiga tahun pernikahannya dengan Reza, Kirana selalu rendah dan remeh seperti sebuah debu. Namun, yang dia dapatkan bukannya cinta dan kasih sayang, melainkan ketidakpedulian dan penghinaan yang tak berkesudahan. Lebih buruk lagi, sejak wanita yang ada dalam hati Reza tiba-tiba muncul, Reza menjadi semakin jauh. Akhirnya, Kirana tidak tahan lagi dan meminta cerai. Lagi pula, mengapa dia harus tinggal dengan pria yang dingin dan jauh seperti itu? Pria berikutnya pasti akan lebih baik. Reza menyaksikan mantan istrinya pergi dengan membawa barang bawaannya. Tiba-tiba, sebuah pemikiran muncul dalam benaknya dan dia bertaruh dengan teman-temannya. "Dia pasti akan menyesal meninggalkanku dan akan segera kembali padaku." Setelah mendengar tentang taruhan ini, Kirana mencibir, "Bermimpilah!" Beberapa hari kemudian, Reza bertemu dengan mantan istrinya di sebuah bar. Ternyata dia sedang merayakan perceraiannya. Tidak lama setelah itu, dia menyadari bahwa wanita itu sepertinya memiliki pelamar baru. Reza mulai panik. Wanita yang telah mencintainya selama tiga tahun tiba-tiba tidak peduli padanya lagi. Apa yang harus dia lakukan?
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.
Marsha terkejut saat mengetahui bahwa dia bukanlah anak kandung orang tuanya. Karena rencana putri asli, dia diusir dan menjadi bahan tertawaan. Dikira terlahir dari keluarga petani, Marsha terkejut saat mengetahui bahwa ayah kandungnya adalah orang terkaya di kota, dan saudara laki-lakinya adalah tokoh terkenal di bidangnya masing-masing. Mereka menghujaninya dengan cinta, hanya untuk mengetahui bahwa Marsha memiliki bisnis yang berkembang pesat. “Berhentilah menggangguku!” kata mantan pacarnya. “Hatiku hanya milik Jenni.” “Beraninya kamu berpikir bahwa wanitaku memiliki perasaan padamu?” kata seorang tokoh besar misterius.