oan sebagai seorang lelaki muncul dihati. Arga sema
ya saja batang itu begitu gemuk, mulutku sempat kewalahan m
dengus Arga, pantatnya menghantam selangkangan Aryanti ba
terbawa permainan Arga juga bersiap menyambut orgasmenya. Dengan kuat Aryanti
nya dimulutmuuu..." teriak Arga bersamaan de
mprotkan cairannya tepat dilubang
ar dari bibir Aryanti memberikan jawaban akan noda yang mengering pada roknya, justru membuat pelepasan Arga semakin dahsyat. Batang besar itu menghujam semakin dalam, dan
ang diterima Aryanti semakin sempurna. Seakan tak ingin kehilangan, liang
yat, tapi kali ini ada sensasi yang berbeda. Membuat ego Arga memuncak untuk membuktikan dirinyalah yan
gemuruh nafasnya, walau bagaimanapun Arga adalah suaminya, da
u, akuu, mengakui semua kesalahanku membiarkannya teru
nti dengan berpura-pura marah, namun hatinya tak tega, dan lagi-lagi entah mengapa, sungguh, tak
di ceritakanlah semuanya," ucap Arga sambil memaink
ng permainan bibir atau sedotan pada dada yang membuat ta
berjanjilah untuk tidak marah sayang, karena aku melakukan ini se
trinya itu akhirnya terdiam, Kenapa aku harus menyesal dan
ak tau bagaimana mungkin batangnya dapat bertahan begitu lama, dan aku merasa kasihan denga
manja didalam selimu
nya Arga, dirasakannya batang itu mulai terjaga,
ku semakin keatas dan menyibak celana dalamku. Kau pasti tau sayang, aku sangat ingin menyelesaikan permainan itu secepatnya, agar tidak terlalu merasa berdosa kepadamu, tapi aku juga tak mampu me
g ditambah miliknya yang kembali menerima sodokan pelan
putih milikku. Meski baruuu saja mendapatkan pelepasan, birahi memaksa tanganku untuk kembali. Membenamkan wajahnya di selangkanganku dan berharap lidahnya memasuki liaaaangku se
justru sangat menyukai itu, dan kini istrinya telah mendapatkan kenikmatan itu dari pria lain. Cerita Aryanti bagaikan dongeng mesum yang menghantarkan
sebuah kesepakatan. Bila aku bersedia menerima batangnya pada milikku maka di
Arga cepat, miliknya semakin menger
r tak apalah jika benda itu beberapa saat mencari kenikmatan di kemaluanku. Sekali mengayuh dayung dua pulau
i kurasa cukup dengan melepas celana dalam dan mengangkat rokku hingga ke pinggul, dia dapat dengan bebas menyetubuhiku dan melakukan apapun yang dimaunya dengan selangkanganku. Seperti yang kuduga, dengan mudah batang itu berhasil m
rtandang didadaku, namun apa yang dilakukannya itu justru membuatku semakin terangsang, lidahnya menjilat dan men
kesulitan ketika harus melepas rokku yang terlalu ketat, sehingga aku harus melakukannya sendiri dengan berdiri membelakangi
staf bawahannya, tengah mendengus penuh nafsu menjilati lubang belakangku. Aku membungkukkan badanku mencoba memberi ruang untuk lidahnya yang menjelajah kedu
isi dan apa yang sedang kulakukan saat itu, aku merasa bagaikan seorang pelacur yang bersedia melayani apapun yang diinginkan pelanggannya. Tapi posisi itu tetap sa