/0/8309/coverbig.jpg?v=9cf6f47892e753dba8a9fd8b8dc5e189)
Lima belas tahun menjadi duda membuat seorang Serkan Faruk Hakeem mati rasa terhadap kaum wanita. Ia betah hidup menyendiri sambil membesarkan putri semata wayangnya hingga berhasil menyekolahkannya ke jurusan Ilmu Hukum sama seperti dirinya. Ia bangga pada anak gadisnya, akan tetapi di sisi lain ia dibuat pusing dengan permintaan konyolnya. Bagaimana bisa duda berumur sepertinya dijodohkan dengan Naura Athiyah, sahabat putrinya sendiri?
Suasana hening menyelimuti ruangan kerja dengan warna coklat dan putih yang mendominasinya. Seorang pria berkulit putih, memiliki mata bulat yang indah, hidung mancung, rahang tegas yang disertai bulu-bulu tipis, dan juga kerutan di beberapa bagian wajahnya sedang membaca salah satu dokumen yang berisi gugatan cerai seorang aktris cantik yang tengah naik daun.
Aktris tersebut mengajukan gugatan cerai karena suaminya telah melakukan tindakan penganiayaan terhadap dirinya selama satu tahun terakhir, bahkan ia pernah dirawat di ruang ICU karena mengalami luka bakar di beberapa bagian tubuhnya akibat tersiram cairan kimia berbahaya. Ia menggunakan jasa pria itu agar memuluskan gugatannya. Tentu saja agar ia segera bercerai dan sang suami dijebloskan ke penjara. Pria itu mengamati surat hasil visum dari rumah sakit beserta foto-foto bagian tubuhnya yang terdapat luka akibat penganiayaan tersebut.
Pria itu mengambil gagang telepon yang terletak di atas meja kerjanya dan menghubungi sekretarisnya.
"Gisella, hubungi Nyonya Vania sekarang! Iya, yang aktris korban penganiayaan itu. Sampaikan bahwa berkas gugatannya sudah lengkap. Berkas ini saya sendiri yang akan setor ke pengadilan. Dia tinggal tunggu surat panggilan sidang di pengadilan agama nanti. Baiklah, lanjutkan pekerjaanmu!"
Pria itu menutup teleponnya. Ia menghela napasnya dalam-dalam sebelum melanjutkan kembali pekerjaannya. Pikirannya tentang kasus perceraian yang tengah ia tangani membuatnya tersenyum kecut.
Serkan Faruk Hakeem adalah nama pria itu. Ia seorang duda berusia 41 tahun yang berprofesi sebagai pengacara yang terkenal karena kecerdasannya dalam membantu kliennya dengan kasus hukum yang bermacam-macam, mulai dari perceraian, sengketa lahan atau harta warisan, penggelapan dana, dan berbagai kasus kriminal lainnya.
Tidak mudah bagi seorang Serkan untuk menjadi seperti saat ini. Ia pernah bekerja di firma hukum milik orang lain selama sepuluh tahun sebelum akhirnya ia memiliki modal yang cukup untuk membangun firma hukumnya sendiri. Kini firma hukum yang ia dirikan memiliki sepuluh orang pegawai dan lima pengacara yang berusia lebih muda darinya namun cakap dalam bekerja seperti dirinya.
Semua kesuksesan yang ia raih hanya dirinya dan putri tunggalnya yang menikmatinya. Selama lima belas tahun ia menjadi single parent, menjadi ayah sekaligus ibu untuk putrinya yang bernama Dilara Feriha Azra. Bila ia bekerja, putrinya ditemani baby sitter yang bekerja dari pagi hingga ia pulang dari kantor. Setelah baby sitternya pulang, ia mengambil peran sebagai ibu untuknya, mulai dari menyuapinya, membuatkan susu, membacakan dongeng, dan menemaninya bermain. Semua ia jalani tanpa bantuan sosok istri.
Serkan merasa tak membutuhkan sosok istri. Cukup sekali ia terluka karena pengkhianatan seorang wanita. Cemila yang berprofesi sebagai model tega berselingkuh dengan fotografer yang merupakan partner kerja mantan istrinya tersebut, bahkan Cemila lebih memilih pergi tanpa mempedulikan putrinya yang waktu itu berusia enam tahun terus menangis karena berusaha mencegah kepergian ibunya. Ia pergi karena menilai Serkan tak bisa memberikan apa yang ia inginkan karena saat itu Serkan masih harus menjalani pendidikan profesi khusus advokat hingga Serkan belum bisa memberikan nafkah yang cukup untuknya dan putrinya.
Pernikahan Serkan dan Cemila memang tidak diawali dengan cara baik-baik. Lebih tepatnya, mereka terpaksa menikah karena kesalahan satu malam yang mereka lakukan di bawah pengaruh alkohol di klub malam. Pertama kali mereka mabuk dan pertama kali itu pula mereka melakukan hubungan layaknya suami istri. Padahal usia mereka saat itu masih sangat muda. Serkan berusia dua puluh tahun dan Cemila berusia delapan belas tahun. Sebelumnya mereka adalah teman baik. Status mereka yang masih mahasiswa membuat mereka merasakan kesulitan ekonomi di awal pernikahan. Meskipun begitu, orang tua mereka masih berbaik hati membantu mereka secara finansial hingga hidup mereka menjadi lebih baik. Pernikahan yang tanpa landasan cinta, akan tetapi bagi Serkan itu tak menjadi masalah. Ia sudah berusaha maksimal menjadi suami dan ayah yang bertanggungjawab untuk Cemila dan Dilara meskipun Cemila seperti tak menganggap usaha kerasnya. Cemila yang terbiasa hidup dalam kemewahan tak mampu diajak hidup sederhana bersama Serkan hingga Cemila tertarik menjadi seorang model dan enggan mengurus Dilara yang masih bayi, bahkan Dilara kecil tak pernah merasakan setetes pun ASI dari ibu kandungnya.
Perceraiannya dengan Cemila tak hanya melukai hatinya. Putri satu-satunya pun menjadi begitu benci pada ibunya itu. Serkan memang tak memiliki sedikit pun rasa cinta untuk Cemila. Namun, tetap saja egonya tetap terluka karena untuk pertama kalinya ia dikhianati seorang wanita. Akhirnya ia tetap sendiri sampai detik ini. Baginya, cinta hanyalah omong kosong. Sosok wanita hanya akan tertarik pada dirinya yang sekarang, bukan pada dirinya di masa lalu yang belum memiliki apa-apa. Intinya, ia menganggap tidak akan ada wanita yang tulus mencintainya dan juga putri tunggalnya.
Serkan tersadar dari lamunan panjangnya. Ia mengusap kasar wajahnya lalu kembali menenggelamkan diri dalam kesibukan. Kasus hukum yang akan ia tangani bulan ini cukup banyak dan yang lebih mendominasi adalah kasus perceraian.
Setelah tiga jam, pria itu melepaskan kacamatanya lalu memijit pelan keningnya. Ia menarik napasnya lalu menghembuskannya secara perlahan. Ia bangkit dari kursi kebesarannya lalu berjalan mengambil gelas dan mengisinya dengan air putih dingin dari dispenser di ruangannya itu. Sensasi sejuk ia rasakan saat air perlahan turun menuju kerongkongannya yang terasa kering. Setelah dahaganya hilang, ia meletakkan gelasnya lalu kembali duduk di kursinya. Tak lama ia mendengar ponselnya bergetar. Nama putrinya terlihat di layar ponselnya.
"Papa! Jadi jemput gak sih?" tanya Dilara dengan nada manja sesaat setelah Serkan menjawab teleponnya.
"Jadi, Sayang. Ini lagi siap-siap. Kerjaan Papa baru beres," jawab Serkan.
"Ya udah, Dilara tunggu Papa. Bye!"
Serkan tersenyum saat Dilara mematikan panggilannya. Ia merapikan sejenak penampilannya sore ini. Gurat kelelahan terlihat jelas di wajah tampannya. Namun, ia tak peduli apapun jika itu menyangkut putrinya. Tanpa membuang waktu lagi, ia segera mengambil kunci mobil, tas kerjanya, dan jas biru navy untuk ia pakai kembali. Setelah itu, ia meninggalkan ruang kerjanya menuju lantai satu dan bersiap meninggalkan kantor firma hukumnya.
***
Di halaman gedung fakultas Hukum, seorang gadis berambut panjang dengan warna coklat bernama Dilara mengentakkan kakinya karena kesal teleponnya tidak dijawab oleh sang ayah. Sudah satu jam ia menunggu sejak ia menelepon terakhir kali, tetapi ayahnya belum datang juga. Naura, sahabat gadis itu hanya bisa menenangkannya.
"Ih, kesal banget deh! Papa mana sih?"
Gadis yang mengenakan jilbab hijau muda dan gamis hijau muda dan putih itu mengusap pelan pundak Dilara.
"Sabar, Dilara! Papa lo pasti masih sibuk sekarang. Lo tungguin aja!"
"Tapi kan dia udah janji sama gue, Ra! Ih, Papa!"
Naura hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Ia begitu maklum dengan sikap manja Dilara jika itu berkaitan dengan ayahnya. Apalagi saat ini Dilara tengah menghadapi tamu bulanannya. Lengkap sudah.
"Sini deh! Lo duduk dulu! Tarik napas dalam-dalam, terus hembuskan pelan-pelan!"
Dilara mengikuti perintah Naura dan ia melakukannya berulang-ulang hingga ia perlahan tenang.
Naura mengeluarkan minuman coklat dingin yang sempat ia beli di kantin gedung fakultas Hukum, tempat Dilara kuliah, saat ia berniat menemui gadis itu. Ia yang melihat minuman itu segera meraihnya dengan mata berbinar.
"Ah, Naura! Lo benar-benar tahu keinginan gue. Thanks!" seru Dilara.
Naura lagi-lagi menggelengkan kepalanya. Ia sendiri tengah membuka botol air mineral dingin untuk dirinya dan segera meneguknya perlahan.
"Ra, mau gak lo jadi mama gue?" tanya Dilara.
Naura tersedak. Ia mendelik pada Gaby yang memasang ekspresi tanpa dosa.
"Lo kalau ngomong kadang gak pake otak, ya! Ya kali gue jadi ibu tiri lo. Emang lo gak takut kalo gue tiba-tiba jadi ibu tiri yang jahat gitu?" Naura menjawab dengan nada ketus.
"Eh, Naura, kita itu udah sahabatan dari SMA. Lagi pula muka lo tuh gak cocok jadi orang jahat," ujar Dilara
Naura terkekeh sambil memukul pelan pundak Dilara. "Gue terlalu muda buat papa lo itu."
"Ra, umur papa gue emang udah kepala empat, tapi fisiknya masih kuat lho. Lo kan belum pernah lihat papa gue sih, jadi lo mikir gitu. Makanya, lo temenin gue di sini biar lo tahu betapa gantengnya papa gue!"
"Oh, jadi ini tujuan lo minta gue ke sini?" Mata Naura memicing.
Dilara hanya tersenyum geli sambil mengangguk. Pemandangan yang membuatnya begitu menyebalkan di mata Naura. Naura mendengus kesal dan memilih meneguk air dinginnya hingga tersisa setengah botol.
"Lo jangan terlalu berharap, Dil! Papa lo pasti punya kepribadian yang lebih matang dibanding gue. Gue yakin kalo tipe papa lo itu bukan gue. Lo cari deh wanita lain yang lebih dewasa dari gue!"
"Yah, Naura! Padahal dari dulu gue pengen banget jodohin lo sama Papa," ujar Dilara, lirih.
"Dari dulu? Sejak kapan?" tanya Naura tak percaya.
"Sejak pertama kali gue ketemu lo!" jawab Dilara.
"What? Itu sih pas kita masih pake seragam putih abu-abu! Yang bener aja lo, Dilara!"
Naura menghela napas pelan. Dilara masih menampilkan wajah innocent seraya memohon padanya.
"Ra, please! Cuma lo kandidat ideal untuk jadi ibu tiri gue. Mau, ya?"
Naura menggelengkan kepalanya.
"Atau gini aja deh, Ra. Lo kenalan dulu sama Papa beberapa lama. Kalo lo gak suka, lo boleh kok nolak. Meskipun gue ngarep sih lo terima. Gimana?" tawar Dilara sembari memainkan alisnya.
Naura terdiam. Pikirannya menolak, tetapi hatinya tidak tega pada sahabatnya itu. Sahabat yang selalu menemaninya di saat ia kesepian, bahkan tak jarang Dilara menginap di kos sederhana yang sudah ia tinggali sejak ia SMA. Dirinya yang yatim piatu sejak SMP dan keluarga dari pihak ibu dan ayahnya yang acuh tak acuh padanya membuat ia begitu memahami perasaan Dilara yang juga selalu kesepian.
Dilara tumbuh tanpa pengasuhan sang ibu dan sang ayah yang sibuk bekerja membuat ia begitu beruntung memiliki sahabat seperti Naura, sosok gadis lemah lembut namun berhati baja.
Sejak dulu, ia menginginkan sosok ibu seperti Naura, tetapi ia malu mengungkapkannya. Meskipun mereka seumuran, Dilara melihat Naura memiliki pribadi yang lebih dewasa dibanding dirinya. Ia yakin inilah waktu yang tepat mempertemukan Naura dengan ayahnya. Ia hanya ingin melihat ayahnya bahagia dengan hidup bersama wanita yang tepat. Ia yakin Naura-lah wanita itu.
Setelah Naura berpikir sejenak, ia menganggukkan kepalanya. Dilara bersorak kegirangan karena sahabatnya mengabulkan permintaannya. Dilara memeluk erat Naura hingga gadis itu merasa sesak napas.
"Dil, Lepasin! Gue gak mau mati muda!"
Dilara segera melepaskan pelukannya sembari terkekeh, sedangkan Naura hanya mendengus kesal.
Sebuah mobil Mercedes Benz silver keluaran terbaru muncul di hadapan mereka. Seorang pria keluar dari dalamnya sambil tersenyum hangat pada mereka. Dilara berlari untuk segera memeluk sang ayah.
"Papa!" seru Dilara.
Serkan menyambut putrinya dengan pelukan hangatnya. "Maaf, ya. Papa telat."
"Iya, Papa telat banget! Untung aja ada sahabat Dilara di sini!"
Serkan mengalihkan pandangannya dan terpaku sejenak pada tatapan teduh dan senyum ramah gadis itu lalu ia balas dengan senyum tipisnya.
"Ra, sini!"
Naura terkejut dan melangkahkan kakinya dengan ragu. Dengan tak sabar, Dilara menarik lengan Haura agar segera sampai di hadapan ayahnya.
"Papa, kenalin sahabat Dilara"
Naura menangkupkan kedua tangannya di depan dadanya seraya tersenyum ramah.
"Saya Naura, Om!"
"Saya Serkan, papanya Dilara. Terima kasih sudah menemani putri saya," kata pria itu.
Naura hanya menganggukkan kepalanya sambil tetap tersenyum.
"Ra, gak apa-apa nih gue tinggal? Lo jadi naik motor sendiri deh," ujar Dilara yang merasa tidak enak.
"It's okay, Dil! Gue udah biasa sendiri kok."
"Lain kali kita pulang bareng ya, Ra. Bye!" pamit Dilara sambil melambaikan tangannya.
Naura hanya membalas lambaian tangannya sambil tersenyum. Ia terus berdiri di tempatnya hingga mobil mewah itu menjauh.
***
Dilara tengah menyiapkan makan malam bersama Danti, asisten rumah tangga yang telah mengasuhnya sejak ia ditinggalkan ibunya. Serkan yang baru turun dari kamarnya setelah ia membersihkan diri terkejut melihat putrinya sibuk di dapur yang menyatu dengan ruang makan.
"Tumben anak Papa sibuk di dapur. Kamu sehat, kan?"
"Ih, Papa! Dilara sehat-sehat aja tahu! Papa tuh yang terlalu sibuk sampai gak liat perubahan aku!" dengus Dilara.
Serkan menatap Dilara dengan rasa bersalah. Ia melangkah menuju putrinya lalu mengusap pelan puncak kepalanya.
"Maafkan Papa, Nak," ucap Serkan, lirih.
Dilara tersenyum sembari mengusap rahang tegas yang tak lagi ditumbuhi bulu-bulu tipis. Sepertinya sang ayah sudah mencukurnya.
"Papa gak perlu minta maaf sama Dilara. Papa masih bersama Dilara sudah lebih dari cukup."
Serkan mengambil tangan itu lalu mengecupnya dengan penuh perasaan.
"Papa, Dilara boleh gak minta sesuatu?"
"Apa itu, Sayang?"
"Papa nikah sama Naura, ya!" ujar Dilara sembari tersenyum penuh arti.
Istriku Lidya yang masih berusia 25 tahun rasanya memang masih pantas untuk merasakan bahagia bermain di luar sana, lagipula dia punya uang. Biarlah dia pergi tanpaku, namun pertanyaannya, dengan siapa dia berbahagia diluar sana? Makin hari kecurigaanku semakin besar, kalau dia bisa saja tak keluar bersama sahabat kantornya yang perempuan, lalu dengan siapa? Sesaat setelah Lidya membohongiku dengan ‘karangan palsunya’ tentang kegiatannya di hari ini. Aku langsung membalikan tubuh Lidya, kini tubuhku menindihnya. Antara nafsu telah dikhianati bercampur nafsu birahi akan tubuhnya yang sudah kusimpan sedari pagi.
Kehidupan Leanna penuh dengan kesulitan sampai Paman Nate-nya, yang tidak memiliki hubungan kerabat dengannya, menawarinya sebuah tempat tinggal. Dia sangat jatuh cinta pada Nate, tetapi karena Nate akan menikah, pria itu dengan kejam mengirimnya ke luar negeri. Sebagai tanggapan, Leanna membenamkan dirinya dalam studi andrologi. Ketika dia kembali, dia terkenal karena karyanya dalam memecahkan masalah seperti impotensi, ejakulasi dini, dan infertilitas. Suatu hari, Nate menjebaknya di kamar tidurnya. "Melihat berbagai pria setiap hari, ya? Bagaimana kalau kamu memeriksaku dan melihat apakah aku memiliki masalah?" Leanna tertawa licik dan dengan cepat melepaskan ikat pinggangnya. "Itukah sebabnya kamu bertunangan tapi belum menikah? Mengalami masalah di kamar tidur?" "Ingin mencobanya sendiri?" "Tidak, terima kasih. Aku tidak tertarik bereksperimen denganmu."
Setelah menghabiskan malam dengan orang asing, Bella hamil. Dia tidak tahu siapa ayah dari anak itu hingga akhirnya dia melahirkan bayi dalam keadaan meninggal Di bawah intrik ibu dan saudara perempuannya, Bella dikirim ke rumah sakit jiwa. Lima tahun kemudian, adik perempuannya akan menikah dengan Tuan Muda dari keluarga terkenal dikota itu. Rumor yang beredar Pada hari dia lahir, dokter mendiagnosisnya bahwa dia tidak akan hidup lebih dari dua puluh tahun. Ibunya tidak tahan melihat Adiknya menikah dengan orang seperti itu dan memikirkan Bella, yang masih dikurung di rumah sakit jiwa. Dalam semalam, Bella dibawa keluar dari rumah sakit untuk menggantikan Shella dalam pernikahannya. Saat itu, skema melawannya hanya berhasil karena kombinasi faktor yang aneh, menyebabkan dia menderita. Dia akan kembali pada mereka semua! Semua orang mengira bahwa tindakannya berasal dari mentalitas pecundang dan penyakit mental yang dia derita, tetapi sedikit yang mereka tahu bahwa pernikahan ini akan menjadi pijakan yang kuat untuknya seperti Mars yang menabrak Bumi! Memanfaatkan keterampilannya yang brilian dalam bidang seni pengobatan, Bella Setiap orang yang menghinanya memakan kata-kata mereka sendiri. Dalam sekejap mata, identitasnya mengejutkan dunia saat masing-masing dari mereka terungkap. Ternyata dia cukup berharga untuk menyaingi suatu negara! "Jangan Berharap aku akan menceraikanmu" Axelthon merobek surat perjanjian yang diberikan Bella malam itu. "Tenang Suamiku, Aku masih menyimpan Salinan nya" Diterbitkan di platform lain juga dengan judul berbeda.
Sepasang Suami-Istri yang hidup bahagia, dan sudah mempunyai seorang Putri kecil, Kehidupannya mereka Cukup mapan, dimana Angga sang suami bekerja di bidang Export-Import. Kehidupan percintaan mereka juga cukup baik, "Ratih" yang mempunya body bak Gitar Spanyol, tubuh yg tinggi, dan wajah yang cantik, demikian juga "Angga" si Suami, Badan yang Atletis, wajah yang tampan dan bersih. Suatu malam, Maling memasuki rumah mereka, selain menguras harta, tapi juga menguran keringat "Ratih & Angga" bagaimana kelanjutan-nya & Perubahan apa yang akan dirasakan Suami-Istri tersebut? silahkan di simak!
Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."
Rumornya, Laskar menikah dengan wanita tidak menarik yang tidak memiliki latar belakang apa pun. Selama tiga tahun mereka bersama, dia tetap bersikap dingin dan menjauhi Bella, yang bertahan dalam diam. Cintanya pada Laskar memaksanya untuk mengorbankan harga diri dan mimpinya. Ketika cinta sejati Laskar muncul kembali, Bella menyadari bahwa pernikahan mereka sejak awal hanyalah tipuan, sebuah taktik untuk menyelamatkan nyawa wanita lain. Dia menandatangani surat perjanjian perceraian dan pergi. Tiga tahun kemudian, Bella kembali sebagai ahli bedah dan maestro piano. Merasa menyesal, Laskar mengejarnya di tengah hujan dan memeluknya dengan erat. "Kamu milikku, Bella."