/0/6658/coverbig.jpg?v=6ddf3846795b2e35b6aade1bd2089ce0)
Warning! 21+! Bijak dalam membaca! Juliana Kiehf yang memimpikan pernikahan yang bahagia, dengan suami yang mencintai dan menjaganya, justru terjebak dalam pernikahan yang lambat laun melenyapkan kebahagiannya. Kedatangan Jaden Kahfi mantan kekasihnya membuatnya semakin memantapkan diri untuk berpisah dengan Rafli sang suami. Kedua putranya yang sudah beranjak remaja, pun ikut serta mendukung perceraian Juliana dan ayahnya Rafli. "Dalam ikatan, aku memang milik orang lain. Tapi hatiku, masih untukmu, selalu, selamanya," ucapnya pasti. Saat ikatan suci yang terikrar penuh janji, tak mampu menandingi ikatan cinta yang abadi di hati, perselingkuhan pun rentan terjadi. Apakah Juliana mampu mempertahankan pernikahannya seperti harapannya? Atau melepasnya demi kebahagian yang selalu ia idamkan.
Sidang pertama pengadilan agama sudah selesai. Aku menghela nafas berat. Sesak dan lega, bercampur menjadi satu di dalam dada. Rasanya aku bingung apa yang sebenarnya harus kusyukuri dari perpisahan ini. Di satu sisi ini jalan yang memang diperlukan. Sudah pasti. Sebuah keharusan. Di sisi lain, hatiku berat dan enggan. Apa lagi yang menghalangi? Kedua putraku? Nafkah mereka?
Bahkan putra sulungku sangat membencinya, membenci ayah mereka. Bukan karena aku mengompori mereka untuk tak menghormati ayahnya. Mereka sendiri yang memutuskannya. Ya. Mereka sudah cukup dewasa untuk paham soal kasih sayang. Sosok ayah yang seperti apa yang bisa membuat mereka nyaman?
Mas Rafli, nama suamiku? Ah. Mantan suami maksudku. Apa yang salah sebenarnya? Ekonomi? Idaman lain? Rasanya tak ada yang benar-benar menjadi alasan untuk ku meminta cerai darinya. Namun tak ada lagi harapan untuk kita melanjutkan lagi pernikahan ini. Ke mana pun kita membawa haluan bahtera suci kita ini, tak akan ada bedanya. Kapal kita, sudah karam.
Boleh aku jujur saja? Aku hanya butuh perhatiannya. Kasih sayangnya lagi. Komunikasinya, dan waktu untuk anak-anak. Sungguh, berat sekali jika aku terus melakukan semua peran ini sendirian. Dan terlebih adalah 'Cinta' apakah sebenarnya aku masih mencintainya? Atau mungkin hanya perasaan masih ingin menerima cinta darinya?
Jika saja tidak ada dia, mungkin aku akan terus berada di balik bayang-bayangnya. Mas Rafli yang ramah, tutur katanya yang lembut, nada bicaranya yang mendayu. Itu semua yang kusuka darimu. Dan jika boleh sekarang pun masih sangat menginginkan itu darimu.
Namun dia datang. Datang lagi padaku. Menyadarkanku betapa ini semua hanya sia-sia. Jika hanya aku yang berjuang. Hanya aku yang mendayung, aku yang memutar haluan, aku juga yang mengatur awak kapal. Ya. Aku tak bisa. Aku hanya wanita lemah.
Aku sangat lemah. Terutama padamu. Jaden Kahfi, seorang pria yang usianya tak jauh dariku. Pria yang belasan tahun lalu sangat kucintai, sebelum bertemu dengan mas Rafli. Mantan pertama dan terakhirku, sebelum aku memutuskan menerima pinangan dari mas Rafli.
Setahun yang lalu ....
"Juliana, izinkan aku membawamu pergi darinya," bisiknya saat pertama kali kami bertemu lagi setelah belasan tahun terakhir.
Aku membisu, mengusap bulir air mata yang baru saja jatuh ke pipiku.
"Jika aku tahu bahwa kau tak bahagia dengannya, sudah kubawa kau dari dulu," tambahnya.
Aku tahu itu hanya bualan semata. Ia sendiri memiliki istri, sungguh brengsek ia mengatakan hal itu padaku. Lantas aku bangkit dan hendak pergi meninggalkannya. Tak diduga, ia menahan lenganku.
"Jika bukan karenanya, kenapa kamu menangis sendirian di sini?" tanyanya penasaran.
"Jangan ikut campur," kataku ketus. Namun ia malah terkekeh.
"Kamu tidak berubah, masih sama seperti dulu. Cantik, dan jutek," rayunya.
Aku mendengus. "Dasar buaya darat, sudah punya istri, beraninya menggoda istri orang lain," dengusku.
"Dalam ikatan, aku memang milik orang lain. Tapi hatiku, masih untukmu, selalu, selamanya," ucapnya pasti.
'Omong kosong,' batinku. Aku sendiri bisa jatuh cinta pada mas Rafli walaupun menikah karena perjodohan. Lalu apa dia bilang? Masih untukku? Hatinya? Memuakkan.
Gegas aku beranjak pergi setelah menepis lengannya. Tanpa diduga ia malah datang ke rumahku, mengajak kedua putraku bermain game, dan menjajani mereka. Sontak membuatku panik takut tiba-tiba mas Rafli datang dan menanyaiku siapa dia. Namun tidak. Bodohnya aku, mas Rafli hanya pulang sebulan sekali. Itu pun jika membawa uang. Jika tidak ia tak akan pulang.
Serendah itu ia berpikir tentangku. Padahal aku hanya butuh dirinya, bukan uangnya. Beberapa kali kukatakan bahwa jika bersama kita pasti bisa mencari jalan keluar. Namun apa? Ia hanya sibuk mencari uang, dan terus menyuapku dengan uang yang bahkan tak sampai sebulan sekali ia kirim. Seolah aku hanya akan menerimanya jika ada uang.
Hingga enam bulan terakhir baru kutahu, dari mana ia mendapatkan uang. Ya. Berjudi. Pantas semua aset dan kendaraan kami ludes tak bersisa. Ia sudah kecanduan berjudi.
Luluh lantah hatiku, mengingat ia pun menggadaikan rumah yang masih kutinggali bersama anak-anakku. Bahkan ia diam-diam mengakali tanda tangan ibuku untuk meminjam uang pada rentenir. Badai menerpa hatiku sekaligus. Sejauh itu aku tak mengenalnya. Ternyata tanpa komunikasi, kami bukan siapa-siapa.
Di situlah Jaden mengambil alih hatiku lagi. Perlahan tapi pasti, godaannya tak mampu kutolak. Biaya sekolah, cicilan rumah, nafkah sehari-hari, ia dengan terang-terangan merampas semua kewajiban mas Rafli.
"Bagaimana jika istrimu tahu kau menyia-nyiakan uangmu untuk wanita lain? Bahkan wanita bersuami?" tanyaku suatu ketika, saat mengajak anak-anak bermain ke taman bermain.
Lagi. Dia hanya terkekeh. "Istri?" cebiknya. Kuabaikan lagi, tak berniat mendalami kehidupannya lebih jauh.
Hampir setahun berlalu, ia terus menjadi pahlawan dibalik layarku. Hutang mas Rafli yang hampir terhitung belasan juta, pun lunas dibayarkan oleh Jaden. Tentu tanpa sepengetahuan siapa pun termasuk kedua orang tuaku yang teramat menyayangi mas Rafli seperti pada anaknya sendiri.
"Jangan lakukan hal yang sia-sia kumohon, bahkan diriku pun tak akan cukup untuk membayar hutang padamu," ucapku.
"Tidak. Bahkan menyentuhmu saja semua uang dariku tak akan seimbang," tuturnya.
'Cih. Dia sendiri mengabaikan istrinya,' cebikku dalam batin. Baiklah. Jika dia mau begitu, toh bukan aku yang pinta. Kan? Pikirku.
Hingga suatu hari Jaden memintaku datang. Katanya ingin menitipkan uang untuk sulungku yang hendak Ujian sekolah. Ujian? Aku tersentak kaget. Seburuk itukah aku menjadi seorang ibu, bahkan aku tak tahu anakku sendiri mau Ujian.
Ah, tidak! Bukan itu poin pentingnya. Sejak kapan Raffa sulungku, bertukar pesan dengan pria ini? Tapi baiklah. Toh mas Rafli tak akan sanggup membayarkan uang Ujian Raffa, pikirku lagi. Ia hanya sibuk mengumpulkan uang untuk taruhan berjudi.
"Sekarang mas belum pegang de. Nanti bulan depan mas kasih. Kali ini mas yakin akan menang. Tunggu saja ya! Mas akan kembalikan semua aset dan kendaraan kita, lalu beli rumah baru," serunya terakhir kali saat kupinta uang untuk bayar listrik.
Setelah kupastikan semua pintu aman dan terkunci, kgegas kulajukan motor menemui Jaden. Seperti biasa dia menungguku di samping gedung proyek yang sedang ia garap. Ya. Dia seorang insinyur ahli, bekerja sama dengan para arsitek.
Di sanalah ia menungguku sambil menyesap rokok. Rokok? Setahuku dia tidak meroko. Ah udahlah. Terlepas dari itu, ada yang berbeda kali ini. Wajahnya terlihat gelap, maksudku bukan gelap yang merajuk pada warna. Ia terlihat kusut dan semrawut. Kantung matanya yang tajam terlihat sedikit coklat, poninya yang biasa tertata klimis, dibiarkan jatuh menutupi keningnya hingga alis. Dengan mengenakan setelan kaos oblong dan celana jeans. Tidak rapih seperti biasanya, namun menurutku lebih bagus seperti itu.
'Seksi,' batinku tanpa sadar.
"Hai ...." sapanya lemah saat mendapatiku mendekat ke arahnya. Kubalas dengan seulas senyum.
Tak seperti biasa yang selalu ribut menyambutku dengan segala usahanya, ia hanya duduk sambil menggeser air minum botol di atas meja ke arahku. "Minum dulu, pasti capek," ucapnya susah payah.
Mau tak mau aku jadi bertanya, "kamu kenapa?" tanyaku terus terang. Ia malah terkekeh. Menyebalkan.
"Sorry. Aneh aja. Ini pertama kalinya kamu nanya kenapa ke aku," ucapnya. Aku tak ambil pusing atau memperpanjang obrolan.
"Aku gak bisa lama-lama," ucapku setelah meneguk air dari botol itu.
Ia pun merogoh saku celananya lalu menyodorkannya padaku. Dan tanpa tahu malu aku bangkit hendak pergi setelah menerima amplop tebal darinya. Terlihat wajah pasrahnya seolah mengatakan, 'mau bagaimana lagi?'
Gegas aku beranjak. Namun tak diduga ia mengeluh pelan. "Kamu ... Kejam," lirihnya kudengar jelas meski sangat pelan.
'Kejam?' batinku. Jujur memang kelihatannya kejam kan? Tapi kan memang mau bagaimana lagi? Mau apa lagi? Dia yang menawarkan, dan susah payah mau direpotkan keluargaku. Namun saat itu hatiku yang lemah, akan merasa sangat berdosa jika mengabaikannya begitu saja.
Aku pun kembali menghampirinya, dan duduk bersisian. Memegang pundaknya lalu kutanya sekali lagi, "Kamu ada masalah apa?" tanyaku, seolah membuka jasa dengar. Sebatas sahabat tak apa kan? Pikirku.
Tak diduga ia malah menyandarkan kepalanya ke bahuku.
"Aku baru resmi cerai," ungkapnya. Aku sedikit kaget, membulatkan netra, namun segera kuatur kembali ekspresi.
"Cerai?" tanyaku, ia mengangguk.
"Sejujurnya aku tak benar-benar ingin menikahinya. Aku hanya menolongnya lantaran ia hamil duluan. Tak pernah sekalipun kusentuh dia. Dan sekarang, ia kembali dengan laki-laki yang menghamilinya. Seolah aku hanya pengganggu di antara mereka. Salah lagi. Lagi-lagi aku yang salah," keluhnya panjang, sedikit lirih memilukan. Aku pun sedikit terenyuh.
"Sesak sekali rasanya." Ia menerawang jauh langit pekat tanpa cahaya bulan atau pun gemintang itu.
"Kamu tidak salah," belaku untuk menenangkannya.
"Lalu? Siapa yang salah?" tanyanya sambil mengangkat wajah, menatapku intens. Terlalu dekat. Jantungku tiba-tiba berdegup kencang.
"Aku frustrasi saat mengetahui kau dijodohkan. Saat itu aku hampir mati karena gila. Tak bisa kah kau menungguku? Padahal aku sedang berjuang untukmu." Desisnya tepat di wajahku.
'Jadi aku yang salah?' batinku.
Melipat dahi, tak mengerti. Aku pun beringsut menggeser tubuh menjauh darinya namun ia mencekal pergelangan tanganku.
"Ya! Salahmu," desisnya lagi.
Kini ia semakin mendekatkan wajah.
"Jadi bertanggung jawablah," ucapnya lalu tanpa aba-aba menciumku brutal.
Melumat bibirku hingga terasa sedikit perih. Perlahan rasanya berubah sedikit manis, seperti ... Alkohol? Dia baru saja minum. Sontak aku meronta mencoba melepaskan diri. Namun ia sangat kuat. Tanpa sadar aku terbuai terbawa suasana. Teringat kembali saat pertama kali melakukannya dulu.
"Kamu teramat kejam ...." bisiknya.
Dialah ciuman pertamaku, dan rasanya masih sama. Tidak! Ini berbeda, ia sekarang sangat ahli hingga membuatku melenguh disela pagutan kami. Menyadari aku terbawa suasana ia melepaskan bibirnya dariku, menatapku intens, dengan tatapan menggoda ia meraih pinggangku.
Tanpa tahu malu aku tak menolaknya. Ya. Sejauh ini aku sudah cukup menahan diri. Tapi kali ini ia berhasil mengunciku. Ia menggendongku menuju mobilnya. Lantas melakukannya lagi di sana.
Perlahan aku mengalungkan lengan di lehernya. Ia pun melingkarkan lengan di pinggangku. Setengah jam berlalu, dan permainan semakin panas. Ia mulai berani menjamah satu persatu bagian tubuhku. Hingga ke intinya, ia mendikte semuanya tanpa terlewat satu pun.
Sungguh! Aku sangat menikmatinya. Berbulan-bulan mas Rafli tak menyentuhku. Rasa yang kurindukan, sentuhan yang sangat kuinginkan. Malam itu tuntas. Aku terpuaskan. Semua hasrat membaraku tersalurkan sepenuhnya oleh Jaden. Kegiatan kami yang keesokannya kusesali.
Dialah Archiles Germaino Putra. Tuan muda yang menghabiskan malam bersama seorang Nona Housemaid. Putra satu-satunya Germain Santano Van Rough, pemilik perusahaan ritel terbesar dan terpopuler saat ini. Sebuah kesalahan yang Nona kira, justru adalah sebuah kebahagiaan bagi Archiles. Lantaran sang Tuan muda memang sudah sejak lama mencintai pembantu cantik yang ia panggil dengan sebutan Nona itu. Namun saat semuanya berjalan sesuai rencana dan harapan Archiles, tetiba saja sebuah kenyataan hadir di hadapannya. Bersamaan dengan berita kehamilan Nona, ia justru dihadapkan dengan sebuah kenyataan. Lantas apakah malam panas yang ia lakukan dengan Nona saat itu akan terus membuahkan kebahagiaan? Ataukah justru malapetaka? Cinta beda kasta yang klise dapatkah mendiskriminasi kekuatan cinta Nona dan sang tuan Muda?
(18+!) Mengandung edukasi remaja. Kamu .... Seperti rintikan hujan yang turun perlahan di tengah gurun pasir yang gersang saat aku merasa dahaga. Membuatku tak berdaya di saat tak punya pilihan lain selain menunggumu datang membasahiku. Terkadang aku berpikir, tidak bisakah kamu menjadi segelas air saja? Agar aku lebih mudah menegukmu, lalu hausku cepat reda. Cinta adalah sebuah kata penuh makna, mewakili segala macam emosi yang berkaitan dengan rasa ketertarikan. Cinta datang bersamaan dengan obsesi dan keikhlasan. Berbicara tentang seberapa kuat menggenggam atau saling melepaskan. Mempertahankan sebuah rasa yang pekat pada awalnya, dan memudar pada akhirnya. Zheyya gadis sederhana dan Kanha pemuda playboy, dua insan yang memiliki sisi dengan latar belakang yang berbeda. Ketika benci perlahan menjadi cinta. Bisakah berlabuh di muara yang sama di penghujung rasa?
Yuvina, pewaris sah yang telah lama terlupakan, kembali ke keluarganya, mencurahkan isi hatinya untuk memenangkan hati mereka. Namun, dia harus melepaskan identitasnya, prestasi akademisnya, dan karya kreatifnya kepada saudara perempuan angkatnya. Sebagai imbalan atas pengorbanannya, dia tidak menemukan kehangatan, hanya pengabaian yang lebih dalam. Dengan tegas, Yuvina bersumpah akan memutus semua ikatan emosional. Berubah, dia sekarang berdiri sebagai ahli seni bela diri, mahir dalam delapan bahasa, seorang ahli medis yang terhormat, dan seorang desainer terkenal. Dengan tekad yang baru ditemukan, dia menyatakan, "Mulai hari ini dan seterusnya, tidak ada seorang pun di keluarga ini yang boleh menyinggungku."
Sepasang Suami-Istri yang hidup bahagia, dan sudah mempunyai seorang Putri kecil, Kehidupannya mereka Cukup mapan, dimana Angga sang suami bekerja di bidang Export-Import. Kehidupan percintaan mereka juga cukup baik, "Ratih" yang mempunya body bak Gitar Spanyol, tubuh yg tinggi, dan wajah yang cantik, demikian juga "Angga" si Suami, Badan yang Atletis, wajah yang tampan dan bersih. Suatu malam, Maling memasuki rumah mereka, selain menguras harta, tapi juga menguran keringat "Ratih & Angga" bagaimana kelanjutan-nya & Perubahan apa yang akan dirasakan Suami-Istri tersebut? silahkan di simak!
Sayup-sayup terdengar suara bu ustadzah, aku terkaget bu ustazah langsung membuka gamisnya terlihat beha dan cd hitam yang ia kenakan.. Aku benar-benar terpana seorang ustazah membuka gamisnya dihadapanku, aku tak bisa berkata-kata, kemudian beliau membuka kaitan behanya lepas lah gundukan gunung kemabr yang kira-kira ku taksir berukuran 36B nan indah.. Meski sudah menyusui anak tetap saja kencang dan tidak kendur gunung kemabar ustazah. Ketika ustadzah ingin membuka celana dalam yg ia gunakan….. Hari smakin hari aku semakin mengagumi sosok ustadzah ika.. Entah apa yang merasuki jiwaku, ustadzah ika semakin terlihat cantik dan menarik. Sering aku berhayal membayangkan tubuh molek dibalik gamis panjang hijab syar'i nan lebar ustadzah ika. Terkadang itu slalu mengganggu tidur malamku. Disaat aku tertidur…..
Untuk memenuhi keinginan terakhir kakeknya, Sabrina mengadakan pernikahan tergesa-gesa dengan pria yang belum pernah dia temui sebelumnya. Namun, bahkan setelah menjadi suami dan istri di atas kertas, mereka masing-masing menjalani kehidupan yang terpisah, dan tidak pernah bertemu. Setahun kemudian, Sabrina kembali ke Kota Sema, berharap akhirnya bertemu dengan suaminya yang misterius. Yang mengejutkannya, pria itu mengiriminya pesan teks, tiba-tiba meminta cerai tanpa pernah bertemu dengannya secara langsung. Sambil menggertakkan giginya, Sabrina menjawab, "Baiklah. Ayo bercerai!" Setelah itu, Sabrina membuat langkah berani dan bergabung dengan Grup Seja, di mana dia menjadi staf humas yang bekerja langsung untuk CEO perusahaan, Mario. CEO tampan dan penuh teka-teki itu sudah terikat dalam pernikahan, dan dikenal tak tergoyahkan setia pada istrinya. Tanpa sepengetahuan Sabrina, suaminya yang misterius sebenarnya adalah bosnya, dalam identitas alternatifnya! Bertekad untuk fokus pada karirnya, Sabrina sengaja menjaga jarak dari sang CEO, meskipun dia tidak bisa tidak memperhatikan upayanya yang disengaja untuk dekat dengannya. Seiring berjalannya waktu, suaminya yang sulit dipahami berubah pikiran. Pria itu tiba-tiba menolak untuk melanjutkan perceraian. Kapan identitas alternatifnya akan terungkap? Di tengah perpaduan antara penipuan dan cinta yang mendalam, takdir apa yang menanti mereka?
Istriku Lidya yang masih berusia 25 tahun rasanya memang masih pantas untuk merasakan bahagia bermain di luar sana, lagipula dia punya uang. Biarlah dia pergi tanpaku, namun pertanyaannya, dengan siapa dia berbahagia diluar sana? Makin hari kecurigaanku semakin besar, kalau dia bisa saja tak keluar bersama sahabat kantornya yang perempuan, lalu dengan siapa? Sesaat setelah Lidya membohongiku dengan ‘karangan palsunya’ tentang kegiatannya di hari ini. Aku langsung membalikan tubuh Lidya, kini tubuhku menindihnya. Antara nafsu telah dikhianati bercampur nafsu birahi akan tubuhnya yang sudah kusimpan sedari pagi.
Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."