/0/6433/coverbig.jpg?v=1420b19d6e6bc2d76777bd556d270fb1)
Tergodanya seorang lelaki dengan salah satu mahasiswinya sendiri yang notabene sebaya dengan anak sulungnya. Semakin parahnya sakit sang istri hingga penolakan kedua anaknya membuat cerita ini menarik. Akankah dia tetap memilih sang kekasih atau kembali pada wanita yang sudah dia nikahi hampir 25 tahu lamanya?
Janice melenguh panjang saat sapuan hangat dari embusan napas lelaki di atasnya menelusuri seluruh tubuh sintalnya. Wanita 23 tahun itu meremas sprei hingga kusut. Mata lentiknya terpejam lama demi menikmati setiap detik kehangatan bersama Satriyo. Lelaki yang 20 tahun lebih tua darinya itu terus meluapkan seluruh kehangatannya pada wanita yang hampir dua minggu ini tidak ditemuinya.
"Mas ... jangan tinggalin Janice lagi, ya!" ucap Janice tak berdaya saat semua kenikmatan mencapai puncaknya. Satriyo tergeletak tak berdaya di samping tubuh Janice. Lengan kokohnya memeluk pinggang aduhai milik wanita itu.
Satriyo tersenyum manis di tengah kelelahannya. "Iya, Sayang." Sebuah kecupan hangat dan lama mendarat di kening sang wanita. Janice memeluk lelaki itu seolah tak ingin dipisahkan.
"Mas, sih, lama nggak ke sini!" Janice merajuk. Satriyo meraih dagu belahnya dan menciumnya sekilas. Wanita itu semakin cemberut.
"Kan Mas harus ngajar semester pendek, Sayang!"
"Ah, bohong!"
Janice melepaskan pelukan dan berbalik, membelakangi Satriyo. Lelaki itu tersenyum menatap punggung mulus Janice. Dia mendekat, meraba kulit sehalus porselen itu, dan mengecupnya. Lengan kokohnya melingkari pinggang Janice.
"Kok, bohong, sih. Mas jujur, lho!"
"Bilang aja lagi sibuk liburan sama mereka, iya, kan?"
Satriyo menarik tubuh Janice untuk menghadapnya. "Kok nggak percayaan gitu, sih, sama Mas?"
Janice masih cemberut. Membuat Satriyo semakin gemas. Dielusnya pipi halus tanpa make-up itu dengan lembut. Bibir sensual dan tebal Janice diusap dengan ibu jarinya. Gemas, Satriyo menyerangnya dengan ciuman bertubi-tubi. Janice berusaha memberontak. Namun sayang, dia juga sangat membutuhkan dan amat menyukai perlakukan Satriyo itu. Jadilah mereka kembali bergumul hangat di balik selimut yang menahan hawa dingin karena hujan di luar. Suara rintik hujan bagai backsound untuk kemesraan mereka di malam itu. Berpadu dengan suara desahan dan jeritan kecil menahan nikmat dari mulut keduanya. Seluruh kerinduan tumpah. Bersamaan dengan keringat dan cairan kenikmatan dari keduanya. Membuatnya terus terbuai hingga akhirnya lelah dan terlelap.
Dering ponsel membangunkan Janice. Wanita cantik itu menggeliat. Memerhatikan sekitar dan tersenyum menatap sosok di sampingnya. Sosok yang tengah melingkarkan lengannya di perut Janice. Sosok lelaki yang tengah tertidur pulas. Jemari Janice bergerak pelan mengusap bibir dan menelusuri wajahnya. Bibirnya tersenyum penuh bahagia.
"Aku sayang banget sama kamu, Mas," ucapnya pelan.
Tiba-tiba Satriyo bergerak dan memeluknya erat. Jemari lelaki itu menggelitik pinggang Janice. Janice berteriak geli dan meronta. Bukannya berhenti, Satriyo semakin beringas. Bukan hanya gelitikan, tapi ciuman dan gigitan kecil menghampiri tubuh seksinya.
"Udah, Mas. Please!" ucap Janice berusaha menahan gerakan Satriyo. Lelaki itu terengah-engah di atas tubuh Janice. Jemari Janice mengusap dada bidang dan kokoh lelaki yang sudah berkepala lima itu.
"Ada telepon tuh!" Janice melirik ponsel Satriyo di atas meja yang terus berdering sejak tadi. Satriyo hanya mencebik dan tak menoleh.
"Aku tidak peduli! Kamu mencuri perhatianku!" Satriyo menjawil hidung bangir wanita blasteran Indo-Rusia itu. Janice hanya tersenyum dan mengecup hidung Satriyo sekilas.
"Mas nggak ngajar?"
Satriyo bergerak. Dia duduk di tepi ranjang, menatap Janice yang berselimut tak sempurna di sampingnya. "Ngajar, kok, nanti jam 10."
Janice ikut duduk. Dia melendot manja dan bersandar di bahu Satriyo.
"Kenapa? Masih kangen, ya?"
Janice mengangguk cepat. Satriyo tersenyum. Dia meraih Janice ke dalam rengkuhannya. Jemari mereka saling bertaut. Menyalurkan kehangatan dan kerinduan masing-masing. Mereka saling tatap penuh arti.
"Nanti malem pasti nggak ke sini!" ucap Janice merajuk. Satriyo mengusap bibirnya pelan.
"Aku sudah dua hari nggak pulang, Sayang. Mereka nanti curiga!"
"Ah, biarin aja!"
"Kok gitu?"
"Ya biar mereka sekalian tahu hubungan kita."
"Ehm, jangan sekarang, ya. Sabar, ya!"
"Sampai kapan?"
Satriyo mengerling dan berpikir. "Entahlah!"
Janice merajuk. Dia bangkit dan meninggalkan Satriyo di ranjang. Tubuh sintal dan padat itu tanpa busana. Dia melenggang menuju kursi. Satriyo menahan napas memperhatikan tubuh yang semalaman dipeluknya itu. Janice meraih kimono dan mengenakannya. Dia duduk di kursi rias, menyisir rambut.
"Aku juga butuh kepastian, Mas."
Satriyo menghela napas panjang. Dia menatap Janice dari pantulan cermin. Wanita itu tengah membersihkan wajahnya dengan kapas dan pembersih.
"Mas tega ngeliat aku hidup begini terus?"
Satriyo menunduk. Matanya menatap benda perak yang melingkari jari manisnya. Cincin yang sudah ada di sana 20 tahun ini. Benda yang juga masih melingkar dengan setia di jari yang lain.
"Emang Mas nggak bosen liat Mbak Manda terus? Masih sakit-sakitan kan dia?"
Dada Satriyo berdesir halus. Mendengar nama Manda, dia mendadak resah. Ada rasa bersalah ketika wanita yang mengenakan cincin satunya itu membayang di dalam pikirannya. Apalagi dia muncul di saat-saat seperti ini. Saat dia tengah bersama wanita muda yang empat bulan ini dia sembunyikan. Wanita muda, cantik, dan menggoda yang sering dia jumpai di kampus tempat dia mengajar.
"Ehm, kamu ujian jam berapa?" tanya Satriyo seolah mengalihakn pembicaraan. Janice menoleh dengan wajah masam. Di kembali merengut.
"Malah ngalihin topik!" rutuknya.
Satriyo hanya tersenyum. Dia berdiri, menutupkan handuk di tubuh bagian bawahnya. Lelaki itu menuju meja, mengambil ponsel. Matanya sempat melihat name tag-nya yang berdekatan dengan kartu ujian Janice. Satriyo Singgih yang bersebelahan dengan kartu nama bertuliskan Janice Michella Harsono lengkap dengan foto cantik wanita itu.
"Mau Mas anterin atau ...."
"Naik mobil sendiri aja! Lagian kan Mas langsung pulang ke rumah!" jawab Janice sewot. "Pulang ke rumah tempat anak dan istri Mas tercinta!"
Janice membanting daun pintu kamar mandi dengan keras, meninggalkan Satriyo yang menggelengkan kepala dan terkekeh.
"Tapi tetap kamu tempat Mas pulang sesungguhnya, Sayang!" ucap Satriyo sedikit berteriak dari lubang kunci daun pintu kamar mandi. Janice yang mendengar itu tersenyum senang. Semakin tersenyum saat menatap pantulan wajah semringahnya di cermin. Dengan cepat dia bergerak, menarik lengan Satriyo yang masih berdiri di depan pintu kamar mandi. Lelaki itu terkejut, tapi kemudian langsung mengangkat tubuh Janice hingga menempel di dinding. Mereka berpagut mesra.
Sementara di sebuah rumah mewah yang lain. Seorang wanita dengan wajah pucat menatap ke halaman. Seolah menunggu seseorang. Kacamatanya berembun karena terlalu dekat dengan teras dan terkena embun dari hujan deras yang belum juga reda.
"Mami ngapain di situ, sih?" tegur seorang remaja dengan seragam SMA mendekati kursinya. Gadis berlesung pipi dan berkulit manis itu adalah Pelangi. Kilau Pelangi Princhesa Satriyo, begitu nama di name tag seragamnya. Dia berjongkok di samping sang mami. Hidung dan bibirnya menciumi tangan yang mulai keriput, tapi tetap halus itu.
"Nggak apa-apa, Nak. Seneng aja liat hujan."
"Seneng apa lagi mikir yang lain?" celetuk seorang lelaki dari dalam. Dia mengibas-ngibaskan rambut gondrongnya yang masih basah. Membuat cipratan airnya mengenai Pelangi.
"Abang Langit! Basah ini!" teriaknya. Yang dipanggil Langit hanya tergelak lantas memapah sang mama untuk masuk ke rumah.
"Haha, kan kamu belum mandi! Weekk!"
Pelangi merutuk kesal. Sementara mami mereka hanya tersenyum dan geleng-geleng kepala. Mereka lantas duduk berdekatan di meja makan. Satu kursi masih kosong. Kursi untuk kepala keluarga mereka. Namun kemudian terisi karena Langit duduk di sana.
"Yuk, aku yang pimpin doa!" ucap Langit menengadahkan tangan, memimpin doa sebelum makan.
Sarapan yang dibuat Pelangi memang enak, tapi tetap terasa hambar di lidah Manda. Wanita 50 tahun itu menahan getir ketika menyadari sang suami yang sudah dua hari ini tidak pulang. Entah ke mana dia sekarang, Manda hanya bisa menebak. Berbeda dengan kedua anaknya yang hanya tahu jika papi mereka tengah lembur dan disibukkan dengan tugasnya sebagai seorang dosen. Langit percaya itu, karena di kampus dia masih sering bertemu sang papi. Begitupun Pelangi yang juga sering melihat papinya ketika di musola kampus yang bersebelahan dengan yayasan tempat dia bersekolah.
Hujan terus turun, bahkan semakin deras. Langit memutuskan menggunakan mobil maminya untuk ke kampus sekalian mengantar sang adik. Manda melepas mereka dengan senyum bangga. Senyum yang menutupi luka yang mulai menimbulkan borok bernanah karena terlalu lama dipendam. Luka yang hanya dia dan Tuhan yang tahu.
....
Selama dua tahun, Brian hanya melihat Evelyn sebagai asisten. Evelyn membutuhkan uang untuk perawatan ibunya, dan dia kira wanita tersebut tidak akan pernah pergi karena itu. Baginya, tampaknya adil untuk menawarkan bantuan keuangan dengan imbalan seks. Namun, Brian tidak menyangka akan jatuh cinta padanya. Evelyn mengonfrontasinya, "Kamu mencintai orang lain, tapi kamu selalu tidur denganku? Kamu tercela!" Saat Evelyn membanting perjanjian perceraian, Brian menyadari bahwa Evelyn adalah istri misterius yang dinikahinya enam tahun lalu. Bertekad untuk memenangkannya kembali, Brian melimpahinya dengan kasih sayang. Ketika orang lain mengejek asal-usul Evelyn, Brian memberinya semua kekayaannya, senang menjadi suami yang mendukung. Sekarang seorang CEO terkenal, Evelyn memiliki segalanya, tetapi Brian mendapati dirinya tersesat dalam angin puyuh lain ....
Megan dipaksa menggantikan kakak tirinya untuk menikah dengan seorang pria yang tanpa uang. Mengingat bahwa suaminya hanyalah seorang pria miskin, dia pikir dia harus menjalani sisa hidupnya dengan rendah hati. Dia tidak tahu bahwa suaminya, Zayden Wilgunadi, sebenarnya adalah taipan bisnis yang paling berkuasa dan misterius di kota. Begitu dia mendengar desas-desus tentang hal ini, Meagan berlari ke apartemen sewaannya dan melemparkan diri ke dalam pelukan suaminya. "Mereka semua bilang kamu adalah Tuan Fabrizio yang berkuasa. Apakah itu benar?" Sang pria membelai rambutnya dengan lembut. "Orang-orang hanya berbicara omong kosong. Pria itu hanya memiliki penampilan yang mirip denganku." Megan menggerutu, "Tapi pria itu brengsek! Dia bahkan memanggilku istrinya! Sayang, kamu harus memberinya pelajaran!" Keesokan harinya, Tuan Fabrizio muncul di perusahaannya dengan memar-memar di wajahnya. Semua orang tercengang. Apa yang telah terjadi pada CEO mereka? Sang CEO tersenyum. "Istriku yang memerintahkannya, aku tidak punya pilihan lain selain mematuhinya."
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
Blurb : Adult 21+ Orang bilang cinta itu indah tetapi akankah tetap indah kalau merasakan cinta terhadap milik orang lain. Milik seseorang yang kita sayangi
"Jang, kamu sudah gak sabar ya?." tanya Mbak Wati setelah mantra selesai kami ucapkan dan melihat mataku yang tidak berkedip. Mbak Wati tiba tiba mendorongku jatuh terlentang. Jantungku berdegup sangat kencang, inilah saat yang aku tunggu, detik detik keperjakaanku menjadi tumbal Ritual di Gunung Keramat. Tumbal yang tidak akan pernah kusesali. Tumbal kenikmatan yang akan membuka pintu surga dunia. Mbak Wati tersenyum menggodaku yang sangat tegang menanti apa yang akan dilakukannya. Seperti seorang wanita nakal, Mbak Wati merangkak di atas tubuhku...
Kayla Herdian kembali ke masa lalu dan terlahir kembali. Sebelumnya, dia ditipu oleh suaminya yang tidak setia, dituduh secara salah oleh seorang wanita simpanan, dan ditindas oleh mertuanya, yang membuat keluarganya bangkrut dan membuatnya menggila! Pada akhirnya, saat hamil sembilan bulan, dia meninggal dalam kecelakaan mobil, sementara pelakunya menjalani hidup bahagia. Kini, terlahir kembali, Kayla bertekad untuk membalas dendam, berharap semua musuhnya masuk neraka! Dia menyingkirkan pria yang tidak setia dan wanita simpanannya, membangun kembali kejayaan keluarganya sendirian, membawa Keluarga Herdian ke puncak dunia bisnis. Namun, dia tidak menyangka bahwa pria yang dingin dan tidak terjangkau di kehidupan sebelumnya akan mengambil inisiatif untuk merayunya: "Kayla, aku tidak punya kesempatan di pernikahan pertamamu, sekarang giliranku di pernikahan kedua, oke?"