/0/6095/coverbig.jpg?v=790aa63b5d16a6d684ab5afbd8e1273a)
Sri gadis remaja terpaksa menikah saat usia remaja. Perubahan dalam hidupnya, membuat ia terganggu mentalnya, akibat trauma dan juga luka batin yang ia rasakan. Seorang pria brengsek yang tega mencuri kehormatannya sehingga membuahkan hasil seong putri yang tak bisa di cintanya. Apa jadinya jika ternyata pria itu adalah seseorang yang sangat dekat dengannya, bahkan yang seharusnya menjaganya. Perjalanan hidup yang tak sesuai ekspektasinya perlahan mendewasakan gadis itu. Mengantarkan ia menjadi gadis yang tangguh dan juga memiliki alasan kuat untuk bangkit dan bertahan.
CERITA INI HANYALAH FIKTIF BELAKA
TOKOH, TEMPAT DAN JALAN CERITA HANYALAH IMAJINASI PENULIS. TIDAK ADA KAITANNYA DENGAN KISAH DI DUNIA NYATA.
TOLONG AMBIL BAIKNYA DAN BUANG BURUKNYA
SELAMAT MENIKMATI CERITA
DITUNGGU KOMEN
KRITIK DAN JUGA SARANNYA.
******
Sri,kamu itu loh udah punya anak, sifat malasnyadikurangi."
Omelan wanita paruh baya itu menggema di seluruh ruangan.Tangannya sibuk kesana kemari membereskan kamar yang tampak sangat berantakan.
"Suami berangkat kerja, malah masih enak tidur. Anakkamu dari tadi nangis minta susu jangan dibiarin."
Lelah sudah mulutnya berbusa, tampak tak di gubris olehputrinya. Si pemalas itu masih asik bergelung di balik selimut tebalnya.
Wanita paruh baya itu menarik nafas, lantas berjalan menuju dapur. Tak tega membiarkan cucunya menangis sedari tadi, akhirnya ia buatkan susu juga.
"Rani haus" di usapnya rambut cucunya.
Gadis kecil usia belum genap tiga tahun itu mengangguk antusias, lantas dengan lahap meminum susunya.
Sudah pukul sembilan ibunya masih belum bangun. Entah sudah berapa lama anak ini menangis, yang jelas matanya sudah sembab, suara pun ikut serak. Mungkin jika ia tak datang, anak itu akan menangis sampai tertidur lagi.
****
Gadis kecil itu kini tampak lebih rapih, setelah mandi dan dipakaikan bedak oleh neneknya. Bau apek dan pesing yang sedari tadi melekat pada tubuhnya, berganti dengan aroma minyak telon dan juga bedak khas bayi.
"Rani lapar, kita makan ya. Tadi nenek bawakan lauk ayam goreng kesukaan Rani". Sang nenek menyuapi cucunya dengan telaten.
Anak itu lahap sekali. Entah apa dia semalam makan atau tidak. Berkali-kali bertambah nasi barulah ia berhenti makan.
"Nyang ...(kenyang)".
"Rani kenyang?"
"Heem" anak itu mengangguk. Matanya mulai sayu.
"Rani ngantuk kita bobo di kamar, ya"
Rukayah sang nenek segera menggendong cucunya. Di elus-elus sebentar, anak itu langsung tertidur. Sementara di liatnya sekilas sang putri masih memejamkan mata. Tak ada tanda-tanda ia akan bangun. Tak ingin mengomel lagi, wanita itu langsung menyingsingkan lengan bajunya. Di ambilnya air satu gayung penuh, lalu menyiramkannya ke badan anaknya itu.
"Air ... Air ... Banjir" Sri langsung gelagapan, tangannya melambai-lambai ke samping, seperti hendak berenang.
"Ibu ... " Teriaknya kencang
"Kenapa aku disiram" wanita itu bersungut-sungut, marah, di raihnya handuk dan segera masuk ke dalam kamar mandi.
"Kapan datang, Bu?"
Wanita itu sudah terlihat lebih rapih, dengan home dress selutut yang membalut tubuh jenjangnya.
"Udah sejak tadi, saat Rani menangis kencang. Mungkin kalau ibu tak datang ia akan tertidur dengan perut lapar"
"Salahnya sendiri gak sabaran nunggu aku bangun"
"Kamu itu ya Sri, ibu suruh ngontrak agar kamu mandiri biar gak apa-apa ngandelin ibu. Sudah seminggu pindah rumah, kamu belum ada perubahan." ucap wanita paruh baya itu, sambil tangannya sibuk melipat tumpukan baju yang sudah berhari-hari berada di atas sofa ruang tengah itu.
Tanpa peduli ocehan ibunya, wanita itu langsung mengambil makanan yang tadi di bawa sang ibu. Melahap makanan yang masih berada dirantang sampai tandas, bahkan untuk sekedar mengambil piring saja ia malas.
"Kamu habiskan semua makanannya? Lalu Rani nanti siang makan apa?"
"Nanti kan ibu bisa masak lagi" jawabnya dengan santai. Kini ia tengah sibuk membersihkan jari-jarinya dengan mulut, lalu masuk ke kamar tanpa mencucinya lagi.
Rukayah bergedik geli, melihat kelakuan putrinya.
Terdengar ketukan pintu bertalu-talu, di saat wanita paruhbaya itu melipat pakaian anak menantu beserta cucunya.
"Bu, maaf Sri nya ada?" Wanita paruh baya bergincu semerah darah, berdiri di hadapan ibu Rukayah saat ia membuka pintu.
"Ada apa ya Bu?"
"Oh ini Bu, saya mau nagih cicilan baju ibu Sri"
"Berapa jumlahnya, Bu"
"Totalnya satu juta lima ratus, di cicil sekaliseminggu, tiga ratus ribu selama lima Minggu, Bu"
"Sebentar ya, Bu, saya panggil anaknya dulu"
"Baiklah Bu, tolong jangan lama ya, saya masih maunagih ketempat lain."
Ibu Rukayah berjalan ke arah kamar, saat pintu ia Buka terlihat Sri yang sedang rebahan sambil menatap layar hp di tangannya.
"Sri di depan ada yang nagih hutang, sana kamu bayar dulu"
"Oh ... Itu kemaren aku ambil baju bagus banget loh Bu, seragam sama Mas dan Rani."
Bu Rukayah menghela nafas, satu lagi kebiasaan buruk anaknya ini, senang berbelanja entah perlu atau tidak, yang penting suka langsung ambil saja. Sebenarnya tak masalah kalau mereka berkecukupan. Gaji suaminya sebagai honorer di institusi pemerintah itu, hanya cukup untuk hidup sederhana saja.
"Bayar dulu ya Bu, aku gak pegang uang" nah ini yang Bu Rukayah takutkan, unjung-ujungnya dia yang akan bayar.
"Ini terakhir kalinya ibu bayar hutangmu, lain kali jangan harap lagi" Bu Rukayah pergi dengan gondok setengah mati. Dia memang bukanlah orang berada. Tetapi toko kelontong miliknya sebenarnya cukup untuk mereka hidup layak. Hanya saja dia tak ingin putrinya selalu bergantung padanya, dia ingin putrinya lebih mandiri dan bertanggung jawab.
Syifa, yang seorang Ibu rumah tangga dengan ketiga anaknya, harus menerima kenyataan bahwa sang suami yang bernama Danu tega mengkhinatinya dengan sahabat istrinya sendiri. Syifa sama sekali tidak bersedih, justru dia akan membalaskan dendam pada sang suami dan juga selingkuhannya dengan caranya yang cerdik. Apakah itu? Yuk kepoin dan baca ceritanya hingga tamat.
Seto lalu merebahkan tubuh Anissa, melumat habis puting payudara istrinya yang kian mengeras dan memberikan gigitan-gigitan kecil. Perlahan, jilatannya berangsur turun ke puser, perut hingga ke kelubang kenikmatan Anissa yang berambut super lebat. Malam itu, disebuah daerah yang terletak dipinggir kota. sepasang suami istri sedang asyik melakukan kebiasaan paginya. Dikala pasangan lain sedang seru-serunya beristirahat dan terbuai mimpi, pasangan ini malah sengaja memotong waktu tidurnya, hanya untuk melampiaskan nafsu birahinya dipagi hari. Mungkin karena sudah terbiasa, mereka sama sekali tak menghiraukan dinginnya udara malam itu. tujuan mereka hanya satu, ingin saling melampiaskan nafsu birahi mereka secepat mungkin, sebanyak mungkin, dan senikmat mungkin.
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
Binar Mentari menikah dengan Barra Atmadja,pria yang sangat berkuasa, namun hidupnya tidak bahagia karena suaminya selalu memandang rendah dirinya. Tiga tahun bersama membuat Binar meninggalkan suaminya dan bercerai darinya karena keberadaannya tak pernah dianggap dan dihina dihadapan semua orang. Binar memilih diam dan pergi. Enam tahun kemudian, Binar kembali ke tanah air dengan dua anak kembar yang cerdas dan menggemaskan, sekarang dia telah menjadi dokter yang berbakat dan terkenal dan banyak pria hebat yang jatuh cinta padanya! Mantan suaminya, Barra, sekarang menyesal dan ingin kembali pada pelukannya. Akankah Binar memaafkan sang mantan? "Mami, Papi memintamu kembali? Apakah Mami masih mencintainya?"
Untuk memenuhi keinginan terakhir kakeknya, Sabrina mengadakan pernikahan tergesa-gesa dengan pria yang belum pernah dia temui sebelumnya. Namun, bahkan setelah menjadi suami dan istri di atas kertas, mereka masing-masing menjalani kehidupan yang terpisah, dan tidak pernah bertemu. Setahun kemudian, Sabrina kembali ke Kota Sema, berharap akhirnya bertemu dengan suaminya yang misterius. Yang mengejutkannya, pria itu mengiriminya pesan teks, tiba-tiba meminta cerai tanpa pernah bertemu dengannya secara langsung. Sambil menggertakkan giginya, Sabrina menjawab, "Baiklah. Ayo bercerai!" Setelah itu, Sabrina membuat langkah berani dan bergabung dengan Grup Seja, di mana dia menjadi staf humas yang bekerja langsung untuk CEO perusahaan, Mario. CEO tampan dan penuh teka-teki itu sudah terikat dalam pernikahan, dan dikenal tak tergoyahkan setia pada istrinya. Tanpa sepengetahuan Sabrina, suaminya yang misterius sebenarnya adalah bosnya, dalam identitas alternatifnya! Bertekad untuk fokus pada karirnya, Sabrina sengaja menjaga jarak dari sang CEO, meskipun dia tidak bisa tidak memperhatikan upayanya yang disengaja untuk dekat dengannya. Seiring berjalannya waktu, suaminya yang sulit dipahami berubah pikiran. Pria itu tiba-tiba menolak untuk melanjutkan perceraian. Kapan identitas alternatifnya akan terungkap? Di tengah perpaduan antara penipuan dan cinta yang mendalam, takdir apa yang menanti mereka?
Yuvina, pewaris sah yang telah lama terlupakan, kembali ke keluarganya, mencurahkan isi hatinya untuk memenangkan hati mereka. Namun, dia harus melepaskan identitasnya, prestasi akademisnya, dan karya kreatifnya kepada saudara perempuan angkatnya. Sebagai imbalan atas pengorbanannya, dia tidak menemukan kehangatan, hanya pengabaian yang lebih dalam. Dengan tegas, Yuvina bersumpah akan memutus semua ikatan emosional. Berubah, dia sekarang berdiri sebagai ahli seni bela diri, mahir dalam delapan bahasa, seorang ahli medis yang terhormat, dan seorang desainer terkenal. Dengan tekad yang baru ditemukan, dia menyatakan, "Mulai hari ini dan seterusnya, tidak ada seorang pun di keluarga ini yang boleh menyinggungku."