Ada saat dimana hati merindu Meski sering dilukai. Namun hati tetap mencintai Sekalipun berdarah darah. Adakalanya mencintai dan bahagia Hari-hari bagaikan bunga Sehingga kau bagaikan putri raja. Dicintai dan mencintai bagaikan layangan Jika kau kendurkan tali dia akan terbang tinggi, Jika kau kencangkan dan kau hentakkan tali, Kemungkinan dia akan putus Pun akhirnya terbang jua.
"Aku sudah tidak menginginkanmu lagi, pergilah dari rumahku. Aku muak dan tidak ingin melihatmu. Ceraikan aku sekarang, cemburumu itu berlebihan bahkan kamu tidak melihat orangnya siapa kamu menuduhku berselingkuh. Kamu pikir aku murahan yang bisa jatuh ke tangan laki-laki manapun?"
Kalimat pamungkas yang selalu diucapkan istriku Vina setiap kali kami bertengkar.
Kami sudah enam tahun menikah dan mempunyai satu anak angkat. Lantaran Vina yang tak kunjung hamil meski sudah berobat ke mana-mana, Vina memutuskan agar kami mengadopsi seorang anak.
Aku menyetujui keputusan Vina meskipun dengan sedikit terpaksa, dia menganggap kalau aku lah yang tidak bisa membuahkan benih di rahimnya dan sikap Vina yang arogan serta ingin menang sendiri membuatku selalu mengalah.
Meskipun sikap Vina yang begitu egois dan tidak pernah menghargaiku, aku tidak bisa meninggalkannya karena aku sangat mencintainya.
Semenjak kehidupan ekonomi kami menurun dan aku tidak memiliki penghasilan tetap, Vina semakin tidak menghormatiku. Dia bersikap sesuka hatinya, bergaul dengan siapa saja bahkan dengan pemuda- pemuda tetangga rumah kami yang umurnya jauh dibawah Vina.
Vina sangat suka dipuji dan disanjung apalagi oleh lawan jenis. Dia bermulut manis kepada siapa pun terutama kepada pria lain tapi tidak kepadaku, suaminya.
Vina mempunyai sebuah Salon di samping rumah, yang di kelolanya sendiri dan memiliki beberapa orang karyawan. Salonnya cukup rame dan penghasilannya lebih besar dari padaku. Setiap hari pemuda tetangga rumahku menjadikan Salon Vina sebagai tempat berkumpul sampai malam hari.
Aku tidak menyukai cara bergaul Vina yang seperti itu karena dia sekarang bukan hanya berstatus sebagai istriku tapi juga ibu bagi seorang anak yang kini sudah berusia satu tahun.
Seperti malam ini, setelah teman-temannya pulang aku menegurnya kembali dan terjadilah pertengkaran yang sebenarnya bukan hanya sekali dua kali terjadi.
Rumah tanggaku di hiasi dengan pertengkaran dan hinaan dari Vina bukan dengan kasih sayang dan cinta. Namun, aku tidak bisa berbuat apa-apa.
"Aku bilang pergi dari rumahku dan kemasi semua barang-barangmu!" Ucap Vina sambil berteriak.
Aku masih tidak bergeming mendengar kata-kata Vina meskipun dia sudah mengusirku. Entah mengapa aku tidak bisa meninggalkannya. Aku masih berharap suatu saat dia berubah dan kembali lagi kepadaku.
Vina melempar satu tas pakaianku keluar dari kamar karena aku tidak menuruti perintahnya. Dia terlihat serius kali ini dan ingin segera terbebas dariku.
"Aku tidak akan pergi ke manapun dan aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Bagimu pernikahan mungkin hanya main-main tapi bagiku pernikahan adalah sesuatu yang sakral dan harus ku pertahankan!" Aku mulai tersulut emosi mendengar segala hinaan yang di ucapkan Vina.
"Benarkah? Lalu apa saja yang bisa kamu lakukan untuk mempertahankan pernikahan? Uang saja kamu tak punya, bagaimana caramu memenuhi kebutuhanku? Sementara untuk keperluan sehari-hari saja masih aku yang menanggungnya. Bahkan di tempat tidur pun kamu tak bisa memuaskan aku." Ucap Vina sambil menaruh telunjuknya di depan wajahku.
Kata-katanya sungguh menyakitkan hati. Dia tida berpikir apa yang dikatakannya akan melukai perasaan orang lain.
"Bukan karena aku yang tidak bisa memenuhi kebutuhanmu tapi kamu yang tidak pernah menghargai pemberianku. Cara hidupmu yang sosialita membuat apa yang aku berikan selalu kurang. Bukan aku yang tidak bisa memuaskanmu di ranjang tapi karena kamu yang tidak pernah mau menerimaku dengan sepenuh hati. Kamu menuntut untuk aku puaskan sementara kamu tidak pernah menjalani kewajibanmu sebagai seorang istri dengan baik!"
Malam ini benar-benar seperti neraka. Suara kami bersahutan memekakkan telinga, tidak peduli dengan tetangga yang sudah terlelap tidur. Meskipun demikian tidak pernah sekalipun aku mengangkat tangan kepadanya.
"Kalau kamu memang merasa aku bukanlah istri yang baik untuk mu, ya sudah. Ceraikan aku!"
"Cukup Vina, hentikan. Semua ada batasnya, kamu sudah sangat keterlaluan. Sekali saja, tolong dengarkan aku. Aku ini sua-."
Braakkk ...
Belum selesai aku bicara, Vina sudah pergi dan membanting pintu kamar. Dia menguncinya dari dalam sehingga aku tidak bisa masuk.
Aku mengalah. Ku pungut tas pakaian yang tadi di lemparkan Vina dan memindahkannya ke ruang tamu. Meskipun sudah di usir aku tetap tidak bisa meninggalkannya.Lagi pula, apa yang akan dikatakan orang tuaku nanti kalau mereka tahu aku pergi dari rumah istriku. Aku tidak tega melukai hati mereka.
Keesokan harinya. Untuk menghindari pertengkaran yang akan berlanjut kuputuskan untuk pergi pagi-pagi sekali dari rumah, Kembali ke kota tempat aku bekerja.
Vina sama sekali tidak menyusul atau menemuiku untuk melepasku pergi. Begitulah sifatnya, dia memang egois dan tidak mau mengalah.
Motorku melaju dengan pelan meninggalkan kediamanku sambil sesekali melihat ke arah rumah melalui kaca spion, berharap Vina ada di sana untuk melihatku tapi tentu saja itu tidak lah mungkin.
Lima menit perjalanan. Aku membelokkan motorku ke halaman rumah om dan tante Vina untuk berpamitan kepada mereka. Selama ini hanya mereka yang memahamiku dan aku sudah menganggap mereka seperti orang tuaku sendiri.
"Loh, Galang. Pagi- pagi sekali kamu mau kemana?" Ucap tante Dinda setelah membukakan pintu untukku.
"Saya mau pamit Tante, mau kembali ke tempat kerja sekarang."
"Kenapa tiba-tiba, bukankah rencananya lusa baru mau balik? Kamu bertengkar lagi dengan Vina, ya?" tanya tante Dinda.
Aku hanya diam dan tersenyum tanpa berniat menjawab pertanyaan tante Dinda.
"Ya sudah, ayo masuk dulu. Kamu sudah sarapan? Mari kita sarapan sama-sama, tidak baik kalau kamu pergi dengan perut kosong seperti itu."
Tante Dinda dan suaminya memang selalu baik kepadaku tapi bukan berarti aku datang kerumahnya untuk mengadukan perangai keponakannya. Tante Dinda juga sudah tahu kelakuan istriku. Jadi, tanpa kukatakan dia sudah mengetahuinya.
Di lingkungan tempat tinggal kami Vina memang sudah menjadi buah bibir. Setiap hari hanya dia yang menjadi topik pembicaraan dan Vina tidak pernah peduli dengan semua itu.
Dia melakukan apa pun yang dia anggap benar, bergaul bebas dengan para pria, nongkrong sampai tengah malam layaknya seperti orang yang tidak punya ikatan.
"Kali ini apalagi yang menjadi bahan pertengkaranmu, Lang?" tanya tante Dinda.
"Bukan aku yang mencari masalah, Tan. Semalam Vina marah dan mengusirku gara-gara aku menyuruhnya untuk membatasi diri untuk bergaul dengan pemuda-pemuda kampung pengangguran yang menjadikan salonnya sebagai tempat nongkrong."
"Tante tahu sendiri, aku tidak setiap hari ada di rumah tentu itu akan menimbulkan fitnah nantinya bagi orang banyak. Vina tidak menjaga kehormatan keluarganya dan tidak menghargai aku sama sekali." Lanjutku.
"Iya Lang, kamu tahu sifatnya Vina seperti apa, kan? Jangankan kamu atau pun tante, mama nya sendiri saja angkat tangan dengan kelakuannya,"
"Iya Tante, Kemarin aku juga dapat info kalau Vina sedang menjalin hubungan dengan Seno, suaminya Dian. Ketika aku menanyakan padanya dia semakin marah, menuduhku cemburu buta dan curiga tanpa alasan." Tuturku.
Sebagai wanita aku dinyatakan mandul dan tidak mungkin akan memiliki keturunan, Suamiku William tidak keberatan dengan tidak adanya anak diantara kami, dia berjanji akan selalu mencintaiku apapun keadaanya, tapi semua itu hanyalah tipuan belaka. Suamiku memiliki wanita simpanan dibelakangku bahkan wanita itu kini sedang mengandung anaknya. Aku yang mengetahui itu tidak bisa lagi menahan kemarahanku sehingga tanpa sengaja aku menampar wanita jalang itu dan mendorongnya hingga terjatuh, aku tidak menyangka jika akan menyebabkan wanita itu keguguran. William yang mengetahui berita ini langsung menjatuhkan talak perceraian. Aku diminta meninggalkannya dan menandatangani surat tanpa diizinkan membawa properti apapun yang seharusnya menjadi milikku. Aku harus segera pergi dengan pakaian yang menempel ditubuhku. Setelah Tiga tahun aku kembali untuk sebuah pembalasan dendam. Bersama Pria lain...
WARNING 21+ !!! - Cerita ini di buat dengan berhalu yang menimbulkan adegan bercinta antara pria dan wanita. - Tidak disarankan untuk anak dibawah umur karna isi cerita forn*graphi - Dukung karya ini dengan sumbangsihnya Terimakasih
Bagi publik, dia adalah sekretaris eksekutif CEO. Di balik pintu tertutup, dia adalah istri yang tidak pernah diakui secara resmi. Jenessa sangat gembira ketika mengetahui bahwa dia hamil. Tapi kegembiraan itu digantikan dengan ketakutan ketika suaminya, Ryan, menghujani kasih sayangnya pada cinta pertamanya. Dengan berat hati, dia memilih untuk melepaskan pria itu dan pergi. Ketika mereka bertemu lagi, perhatian Ryan tertangkap oleh perut Jenessa yang menonjol. "Anak siapa yang kamu kandung?!" tuntutnya. Tapi dia hanya mencemooh. "Ini bukan urusanmu, mantan suamiku tersayang!"
Cerita ini banyak adegan panas, Mohon Bijak dalam membaca. ‼️ Menceritakan seorang majikan yang tergoda oleh kecantikan pembantunya, hingga akhirnya mereka berdua bertukar keringat.
Pada hari Livia mengetahui bahwa dia hamil, dia memergoki tunangannya berselingkuh. Tunangannya yang tanpa belas kasihan dan simpanannya itu hampir membunuhnya. Livia melarikan diri demi nyawanya. Ketika dia kembali ke kampung halamannya lima tahun kemudian, dia kebetulan menyelamatkan nyawa seorang anak laki-laki. Ayah anak laki-laki itu ternyata adalah orang terkaya di dunia. Semuanya berubah untuk Livia sejak saat itu. Pria itu tidak membiarkannya mengalami ketidaknyamanan. Ketika mantan tunangannya menindasnya, pria tersebut menghancurkan keluarga bajingan itu dan juga menyewa seluruh pulau hanya untuk memberi Livia istirahat dari semua drama. Sang pria juga memberi pelajaran pada ayah Livia yang penuh kebencian. Pria itu menghancurkan semua musuhnya bahkan sebelum dia bertanya. Ketika saudari Livia yang keji melemparkan dirinya ke arahnya, pria itu menunjukkan buku nikah dan berkata, "Aku sudah menikah dengan bahagia dan istriku jauh lebih cantik daripada kamu!" Livia kaget. "Kapan kita pernah menikah? Setahuku, aku masih lajang." Dengan senyum jahat, dia berkata, "Sayang, kita sudah menikah selama lima tahun. Bukankah sudah waktunya kita punya anak lagi bersama?" Livia menganga. Apa sih yang pria ini bicarakan?
Julita diadopsi ketika dia masih kecil -- mimpi yang menjadi kenyataan bagi anak yatim. Namun, hidupnya sama sekali tidak bahagia. Ibu angkatnya mengejek dan menindasnya sepanjang hidupnya. Julita mendapatkan cinta dan kasih sayang orang tua dari pelayan tua yang membesarkannya. Sayangnya, wanita tua itu jatuh sakit, dan Julita harus menikah dengan pria yang tidak berguna, menggantikan putri kandung orang tua angkatnya untuk memenuhi biaya pengobatan sang pelayan. Mungkinkah ini kisah Cinderella? Tapi pria itu jauh dari seorang pangeran, kecuali penampilannya yang tampan. Erwin adalah anak haram dari keluarga kaya yang menjalani kehidupan sembrono dan nyaris tidak memenuhi kebutuhan. Dia menikah untuk memenuhi keinginan terakhir ibunya. Namun, pada malam pernikahannya, dia memiliki firasat bahwa istrinya berbeda dari apa yang dia dengar tentangnya. Takdir telah menyatukan kedua orang itu dengan rahasia yang dalam. Apakah Erwin benar-benar pria yang kita kira? Anehnya, dia memiliki kemiripan yang luar biasa dengan orang terkaya yang tak tertandingi di kota. Akankah dia mengetahui bahwa Julita menikahinya menggantikan saudara perempuannya? Akankah pernikahan mereka menjadi kisah romantis atau bencana? Baca terus untuk mengungkap perjalanan Julita dan Erwin.