/0/5026/coverbig.jpg?v=6b0541cf5ce5c276a47550f412b121d4)
Bagaimana rasanya jika rumah tangga yang kita bangun, hancur karena campur tangan mertua? Memiliki suami yang lebih memilih ibunya dari pada anak dan istrinya. Pengalaman hidup membuatku kuat menjalani liku kehidupan. Meskipun manusia memiliki batas kesabaran. "Kamu memilih Mami, atau perempuan sundal itu?!" seru mertuaku. Seperti biasa, suamiku memilih ibunya. Sedangkan aku dan Fito, harus merasakan terlunta-lunta menikmati pahit getir kehidupan. Mertuaku tersenyum puas, saat Mas Bo'eng pergi meninggalkan kami. "Kasihan kamu, jadi kurus seperti ini! Emangnya, gak dikasih makan, ya?" sindirnya lagi. Aku hanya diam memendam semua rasa dalam hati, berusaha untuk tidak termakan emosi. Hatiku terkoyak kembali.
Menikah adalah sebuah pilihan hidup, semua memimpikan pernikahan yang sempurna. Memiliki pasangan dan jalan hidup yang sesuai keinginan hati. Akan tetapi, ketika Tuhan memberikan pasangan dan jalan hidup yang penuh liku, apakah kita harus menolaknya?
Siapa pun tak ingin memiliki pasangan yang bersifat buruk, tidak ada yang ingin hidup susah. Sejatinya, wanita ingin memiliki suami yang setia dan perhatian. Tapi tidak untukku.
Sebuah takdir yang harus dijalani dengan sebuah keterpaksaan, membuat hidup seperti di neraka.
Tuhan menciptakan wanita dengan kekuatan yang super dahsyatnya. Meski hanya memiliki dua tangan, para wanita mampu melakukan semua pekerjaan rumah dan lainnya. Walaupun kekuatan lelaki lebih besar dari perempuan.
Pun denganku, walaupun lelah menyelimuti tubuh, aku tak pernah mengeluh. Memilih diam adalah caraku untuk tetap bertahan. Tinggal bersama mertua, rasanya seperti bukan menantu saja. Lebih cocok sebagai pembantu.
Sejak hamil anak pertama, Mas Bo'eng memboyongku tinggal di rumah ibunya. Tentu saja, bukan hanya kami yang tinggal di sana. Ada dua adiknya yang masih bersekolah dan bekerja.
Rumah kontrakan kecil dengan dua kamar itu, menjadi saksi betapa tersiksanya aku. Kamar utama, ditempati oleh mertuaku dan dua anaknya, Rian dan Risa. Sedangkan kamar belakang, diisi oleh kami-aku, Mas Bo'eng, dan anak kami.
Tinggal bersama mertua dan ipar, tak membuatku merasa seperti layaknya keluarga pada umumnya. Bahkan, mereka tak pernah menganggap diri ini sebagai menantu dan ipar.
Anakku bernama Fito, umurnya baru satu tahun. Setiap pagi tugasku adalah menyiapkan sarapan untuk penghuni rumah ini, menyapu, mencuci pakaian, bahkan sampai mengambil air di sumur umum yang terletak di belakang rumah. Untuk kebutuhanku dan Fito, mertuaku tidak memperbolehkan memakai air PAM. Alasannya, penggunaan air jika ada anak kecil, akan memperbesar biaya listrik.
Pernah suatu ketika, aku telat bangun dikarenakan badanku sakit semua. Sindiran dan hinaan tak lupa mereka sampaikan kepadaku. Tentu sakit hati bila mendengarnya, tetapi aku mencoba untuk tetap bertahan dalam keadaan ini.
"Enak, ya, tinggal gratis di sini, makan tidur gak perlu bayar. Nge-charge pun pakai listrik, listrik itu bisa mengalir, ya, harus di bayar!" Risa dan mertuaku saling berbalas.
"Iya, udah numpang gratis bukannya rajin dikit, kek," sambung mertuaku.
Aku hanya mendengarkan mereka dari dalam kamar, tentu saja mereka tahu kalau aku tidak tidur. Suamiku masih tertidur pulas, ia tak mendengar ucapan keluarganya. Telingaku bagaikan sudah kebal dengan hinaan mereka.
"Lebih baik pelihara anjing, ada balas budinya," celetuk Risa. Ingin menangis pun tak ada gunanya bagiku, itu hanya akan memperlihatkan kelemahanku saja.
Risa seorang gadis berusia 17 tahun, ia bekerja di salah satu toko di Jakarta. Sedangkan Rian, masih sekolah di bangku kelas 1 SMP.
"Dasar aja si Bo'eng, ngambil istri pemalas gitu. Asal ketemu aja, sih!" umpat mertuaku.
Serba salah, ingin keluar pun aku sudah malu. Apakah mereka menganggap aku sebagai pembantu? Memang, pernikahan kami tidak direstui oleh keluarganya.
Setelah puas menyindir, mereka pun pergi. Mertuaku setiap paginya mengantarkan Risa sampai ke stasiun kereta, setelah itu ia akan pulang dan kembali melanjutkan tidurnya.
Aku keluar kamar saat Ibu dan anak itu pergi, menyapu, mengelap kaca, serta mencuci piring bekas mereka pakai tadi. Setelah bersih, aku kembali merendam pakaian di halaman depan-perkarangan depan lebih luas, jadi selain menjemur digunakan untuk mencuci pakaian juga-dan menyikat kamar mandi.
Aku memaksakan diri untuk melakukan semuanya, mumpung Fito masih tertidur pulas. Lapar begitu terasa, aku mencari sesuatu di dapur. Barangkali ada yang bisa dimakan. Tidak ada apa pun. Hanya kopi dan teh. Baiklah, aku memilih untuk menyeduh kopi instan.
Ibu menyusui memang mudah lapar. Aku harus bagaimana lagi? Suamiku tidak bekerja, untuk membeli sesuatu pun tidak mungkin. Pukul sembilan pagi, kerjaan rumah tangga telah selesai dikerjakan. Tinggal menunggu mertuaku pulang membawa sayuran dari pasar, itupun jika ia membelinya.
Baru saja ingin menyesap kopi yang hampir dingin, anakku menangis mungkin ia lapar, buru-buru aku menghampiri dan menggendongnya. Takut jika Mas Bo'eng terbangun, ia tidak suka mendengar suara tangis anaknya.
Tak lama, mertuaku pun pulang. Tanpa diperintah, gegas membukakan pintu pagar persis asisten rumah tangga yang sedang menunggu majikannya pulang.
Ada beberapa plastik belanjaan yang tergantung di motornya. Setelah mematikan mesin motor, ia masuk begitu saja tanpa mengucapkan sepatah katapun. Sambil menggendong Fito, aku membawa semua belanjaan nyonya besar itu.
"Ini siapa yang nyeduh kopi Mami?!" teriaknya dari dalam. Gegas aku menghampiri pemilik rumah itu dengan setengah berlari. Hampir saja bawaan di tangan kanan terlepas.
"Maaf, Mi. Tadi July yang nyeduh," ucapku menunduk. Seperti maling yang tertangkap.
"Dasar gak tau diri, sudah numpang gratis, pake berani-beraninya ngambil barang orang lain!" hujatnya.
Tak berapa lama, pintu kamarku terbuka. Ya, Mas Bo'eng bangun karena mendengar teriakan ibunya.
"Aduh, berisik amat, sih?! Gak tau apa, ada yang masih tidur?!" bentaknya.
"Ini, nih! Maling kopi Mami, dasar gak tau diri, udah bangun siang masih berani nyeduh kopi segala!" hardiknya kembali.
Mas Bo'eng mendekat dan menjambak rambutku, sakit sekali.
"Lu maunya apa, sih? Tau diri, dong, tinggal di rumah orang bangun pagian dikit!" Bau mulutnya begitu menguar saat hidungku berdekatan dengan wajahnya.
Aku hanya bisa menangis, tidak taukah jika aku lelah? Berharap, Tuhan akan membalas semua perlakuan mereka terhadapku. Aku selalu berdoa, agar Tuhan dapat membukakan pintu hati Mas Bo'eng.
Sejak tinggal bersama ibunya, perlakuan suamiku semakin menjadi. Ia tak mau mencari pekerjaan, untuk membeli susu Fito pun, harus menunggu sedekah dari seseorang. Semiris itu hidupku.
Ada sesal yang menjalar dalam hati, andai saja waktu dapat diulang kembali. Aku tak ingin menerima lamaran Mas Bo'eng, memang salahku tidak mencaritahu terlebih dahulu tentang asal usul suamiku.
Nasi telah menjadi bubur, seberat apapun cobaan hidup, aku akan menerima semuanya dengan keikhlasan. Meskipun terlihat seperti orang bodoh. Semua demi anakku.
Namaku July, merantau dari rumah ke Jakarta pada saat usiaku 21 tahun. Terlahir dari keluarga miskin, membuatku bertekad mengadu nasib ke Ibu kota.
Aku mengunjungi temanku bernama Irma, ia bekerja di salah satu warung nasi di daerah Poris Indah, tangerang. Irma mengajakku untuk bekerja bersama dengannya. Pemilik warung pun memberi kesempatan padaku, hingga akhirnya aku tak sengaja bertemu dengan Mas Bo'eng.
Kegiatan Mas Bo'eng adalah sebagai karyawan pabrik lampu di daerah Cengkareng, ia sering mampir ke warung ini di jam-jam makan siang. Ternyata, rumahnya pun di dekat sini juga.
Awalnya, aku tak begitu memperhatikan Mas Bo'eng. Ia lebih akrab dengan Irma, karena memang Irma adalah karyawan lama di warung nasi milik Mpok Minah. Seorang janda paruh baya yang masih seksi itu sangat ramah kepada siapa saja.
Setelah tiga bulan bekerja, aku baru menyadari jika warung ini lebih banyak laki-laki yang datang, dan memiliki rahasia lain. Aku pernah bertanya pada Irma, kenapa pengunjung lebih banyak laki-laki. Ia mengatakan, jika wanita pasti memasak dan jarang membeli sayur atau sekedar makan di sini.
Irma dan karyawan lainnya sering digoda oleh pria-pria itu, tak jarang mereka meraba bokong Irma ataupun teman-teman lainnya. Aku sedikit risih bila ada yang bersikap kurang ajar seperti itu.
Selama bekerja, aku masih menumpang pada Irma. Ia menyewa kamar kost di belakang perumahan ini. Lambat laun, aku mengenal Mas Bo'eng dari Irma. Aku pikir, Irma dan Mas Bo'eng ada hubungan spesial tadinya. Ternyata aku salah. Irma adalah seorang PSK, sejak tahu aku lebih memilih pindah.
Semua berlalu begitu saja, kedekatan aku dengan Mas Bo'eng pun semakin intens. Gadis polos bertemu dengan pria kota, banyak hal yang diajarkan oleh Mas Bo'eng padaku. Anehnya, aku begitu penurut dengannya. Apapun yang ia suruh, dengan polos mengikutinya.
Hingga sampai suatu saat, Mas Bo'eng dan aku tinggal dalam satu kamar yang sama. Berkali-kali juga menyaksikan kegilaannya bersama perempuan lain selain diri ini, seperti orang yang bodoh ketika ia berkata tidak seperti apa yang terlihat, dan kembali memaafkannya lagi.
Banyak yang memberitakan jika Mas Bo'eng memakai susuk pengasihan, tetapi aku tak mempercayai ucapan mereka. Aku tahu jika Irma juga menjalin hubungan dengan Mas Bo'eng, tetapi mereka selalu menyangkalnya.
Irma memang cantik dan seksi, ia pun begitu memikat. Pernah suatu ketika, Irma menginap di kost kami. Aku terlelap begitu saja, sedangkan mereka masih terjaga. Entah kenapa aku terbangun saat mendengar rintihan halus, menyaksikan sendiri Mas Bo'eng meraba tubuh Irma.
Mereka terkejut, Mas Bo'eng meminta maaf padaku, ia berkata kalau salah sentuh. Mas Bo'eng mengira, Irma adalah aku. Tentu saja alasan yang tidak masuk diakal. Aku luluh kembali untuk kesekian kalinya.
Warning 21+ Harap bijak memilih bacaan. Mengandung adegan dewasa! Bermula dari kebiasaan bergonta-ganti wanita setiap malam, pemilik nama lengkap Rafael Aditya Syahreza menjerat seorang gadis yang tak sengaja menjadi pemuas ranjangnya malam itu. Gadis itu bernama Vanessa dan merupakan kekasih Adrian, adik kandungnya. Seperti mendapat keberuntungan, Rafael menggunakan segala cara untuk memiliki Vanessa. Selain untuk mengejar kepuasan, ia juga berniat membalaskan dendam. Mampukah Rafael membuat Vanessa jatuh ke dalam pelukannya dan membalas rasa sakit hati di masa lalu? Dan apakah Adrian akan diam saja saat miliknya direbut oleh sang kakak? Bagaimana perasaan Vanessa mengetahui jika dirinya hanya dimanfaatkan oleh Rafael untuk balas dendam semata? Dan apakah yang akan Vanessa lakukan ketika Rafael menjelaskan semuanya?
"Jang, kamu sudah gak sabar ya?." tanya Mbak Wati setelah mantra selesai kami ucapkan dan melihat mataku yang tidak berkedip. Mbak Wati tiba tiba mendorongku jatuh terlentang. Jantungku berdegup sangat kencang, inilah saat yang aku tunggu, detik detik keperjakaanku menjadi tumbal Ritual di Gunung Keramat. Tumbal yang tidak akan pernah kusesali. Tumbal kenikmatan yang akan membuka pintu surga dunia. Mbak Wati tersenyum menggodaku yang sangat tegang menanti apa yang akan dilakukannya. Seperti seorang wanita nakal, Mbak Wati merangkak di atas tubuhku...
Riani sangat menyayangi pacarnya. Meskipun pacarnya telah tidak bekerja selama beberapa tahun, dia tidak ragu-ragu untuk mendukungnya secara finansial. Dia bahkan memanjakannya, agar dia tidak merasa tertekan. Namun, apa yang pacarnya lakukan untuk membalas cintanya? Dia berselingkuh dengan sahabatnya! Karena patah hati, Riani memutuskan untuk putus dan menikah dengan seorang pria yang belum pernah dia temui. Rizky, suaminya, adalah seorang pria tradisional. Dia berjanji bahwa dia akan bertanggung jawab atas semua tagihan rumah tangga dan Riani tidak perlu khawatir tentang apa pun. Pada awalnya, Riani mengira suaminya hanya membual dan hidupnya akan seperti di neraka. Namun, dia menemukan bahwa Rizky adalah suami yang baik, pengertian, dan bahkan sedikit lengket. Dia membantunya tidak hanya dalam pekerjaan rumah tangga, tetapi juga dalam kariernya. Tidak lama kemudian, mereka mulai saling mendukung satu sama lain sebagai pasangan yang sedang jatuh cinta. Rizky mengatakan dia hanyalah seorang pria biasa, tetapi setiap kali Riani berada dalam masalah, dia selalu tahu bagaimana menyelesaikan masalahnya dengan sempurna. Oleh karena itu, Riani telah beberapa kali bertanya pada Rizky bagaimana dia bisa memiliki begitu banyak pengetahuan tentang berbagai bidang, tetapi Rizky selalu menghindar untuk menjawabnya. Dalam waktu singkat, Riani mencapai puncak kariernya dengan bantuannya. Hidup mereka berjalan dengan lancar hingga suatu hari Riani membaca sebuah majalah bisnis global. Pria di sampulnya sangat mirip dengan suaminya! Apa-apaan ini! Apakah mereka kembar? Atau apakah suaminya menyembunyikan sebuah rahasia besar darinya selama ini?
WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?
Chelsea mengabdikan tiga tahun hidupnya untuk pacarnya, tetapi semuanya sia-sia. Dia melihatnya hanya sebagai gadis desa dan meninggalkannya di altar untuk bersama cinta sejatinya. Setelah ditinggalkan, Chelsea mendapatkan kembali identitasnya sebagai cucu dari orang terkaya di kota itu, mewarisi kekayaan triliunan rupiah, dan akhirnya naik ke puncak. Namun kesuksesannya mengundang rasa iri orang lain, dan orang-orang terus-menerus berusaha menjatuhkannya. Saat dia menangani pembuat onar ini satu per satu, Nicholas, yang terkenal karena kekejamannya, berdiri dan menyemangati dia. "Bagus sekali, Sayang!"
Seto lalu merebahkan tubuh Anissa, melumat habis puting payudara istrinya yang kian mengeras dan memberikan gigitan-gigitan kecil. Perlahan, jilatannya berangsur turun ke puser, perut hingga ke kelubang kenikmatan Anissa yang berambut super lebat. Malam itu, disebuah daerah yang terletak dipinggir kota. sepasang suami istri sedang asyik melakukan kebiasaan paginya. Dikala pasangan lain sedang seru-serunya beristirahat dan terbuai mimpi, pasangan ini malah sengaja memotong waktu tidurnya, hanya untuk melampiaskan nafsu birahinya dipagi hari. Mungkin karena sudah terbiasa, mereka sama sekali tak menghiraukan dinginnya udara malam itu. tujuan mereka hanya satu, ingin saling melampiaskan nafsu birahi mereka secepat mungkin, sebanyak mungkin, dan senikmat mungkin.