/0/4737/coverbig.jpg?v=20250121182630)
Bagiku, lebih baik seperti ini. Hidup dalam kesendirian dan rasa hampa yang kuharap mampu mengobati kecewa dan luka dalam hati. enam tahun pergi dan sendiri, hatiku masih terasa nyeri. Tak apa, kuyakin waktu kan mengobati sakit ini seiring kesendirian yang kupertahankan. Kami menikah, dengan cinta, dengan rasa percaya. Namun, ia menghianati semua saat kami harus terpisah jarak. Aku pergi tanpa sudi bertemu dengannya setelah kupergoki ia mendua. Rasanya sakit, saat pengorbanan yang kulakukan ternyata tak sedikitpun berharga di matanya. Enam tahun berlalu. Aku masih terseok dengan hati yang selalu perih setiap mengingat bagaimana ia mencium wanita itu. Saat hidupku sudah mulai tenang dengan sepi dan hampa yang kubuat, takdir mengujiku dengan pertemuan kami. IA datang dan tinggal dekat denganku, lalu menawarkan masa depan yang dulu pernah ia janjikan kepadaku lagi.
"Happy anniversary ke enam bulan, pangeran aku!"
Aku melirik pada sosok gadis berpakaian putih abu-abu yang berteriak riang dari meja kasir resto cepat saji ini menuju salah satu meja. Langkahnya ringan sekali meski membawa banyak burger dan soda dalam baki yang gadis itu pegang. Wajahnya ceria dengan senyum tak tak juga hilang dari wajahnya.
Aku menyeringai dengan decih remeh dalam hati. Anak jaman sekarang. Enam bulan dan perayaan masa kebersamaan, terlalu lebay. Aku memusatkan lagi perhatianku pada sketsa-sketsa gaun anak-anak yang tengah kukerjakan. Meski ini bukan pekerjaan utama yang memberiku gaj bulanan untuk hidup di kota ini, tetap saja aku harus menyelesaikan beberapa sketsa agar bisa segera kueksekusi menjadi gaun indah dan kujual.
Untuk beberapa hal termasuk menggambar, kadang aku memang butuh tempat seperti restauran cepat saji ini hanya untuk mencari suasana baru. Di hari kerja seperti saat ini, restauran cepat saji tak seramai saat akhir minggu. Apalagi, saat ini jam tiga sore dan para pekerja kantoran pasti tak ada yang berniat mampir untuk makan siang.
"Aku gak sangka banget, Sayang, kita sudah bersama selama ini. Aku makin sayang sama kamu."
Demi Tuhan, runguku sedikit muak dengan kalimat yang gadis itu ucapkan. Suaranya lantang dengan nada ceria. Jika sudah begini, fokusku jadi sedikit goyah dan bola mataku mau tak mau melirik lagi pada sepasang bocah ingusan yang kuyakin, laki-lakinya saja paling baru mengalami mimpi basah satu dua kali.
Gadis itu menyodorkan gelas minuman pada pacarnya, lalu melanjutkan minum satu sedotan berdua. Iyuh, menjijikkan. Kalau uang jajannya kurang, lebih baik makan bakso kaki lima saja alih-alih resto tetapi segalanya dibagi dua. Jika belum bermodal, lebih baik banyak belajar saja.
Aku menggeleng sekilas seraya mengangkat bahu tak acuh dan samar. Buat apa aku jadi pusing memerhatikan bocah ingusan? Aku masih harus kembali ke butik dan menyelesaikan bebera desain gaun formal yang Bu Rahma tugaskan padaku. Tiga bulan lagi butik tempatku bekerja akan mengikuti acara tahunan dan Bu Rahma sedang ingin mengeluarkan koleksi baju formal yang bisa dipakai untuk pesta atau bekerja. Pangsa pasar busana formal sedang bagus saat ini. Kate Middleton membuat beberapa wanita menyukai gaun formal karena dirasa berkelas tanpa harus tampil berlebihan.
Ponselku berdenting. Aku melirik sekilas pada layar dan kudapati pesan dari Mona.
Ratih, Bu Rahma minta tolong jam tujuh ketemu tamu beliau ya. Ada yang mau pesan gaun katanya. Bu Rahma gak bisa hadir karena ada urusan mendadak.
Aku menaikkan satu alisku dan mengangguk. Aku tahu, Mona tak mungkin bisa melihat responsku. Aku tak perlu menjawab pesannya, karena setelah ini aku pasti kembali ke butik dan menghabiskan malam di sana, seperti biasa.
Yah, apa lagi yang bisa kuperbuat untuk mengisi kekosongan hari? Hanya butik tempatku menghabiskan waktu dan menggali banyak penghasilan. Hidupku tak pernah mudah. Sungguh, urusan lembur setiap hari dan terus menggambar hanyalah satu dari sekian hal kecil yang kunikmati. Masih banyak berat dan menyedihkan yang terasa memberatkan pundakku setiap kali melangkah. Beban tak kasat mata ini, bahkan mampu membuatku sulit bernapas.
"I love you, sayang!"
Ya, nikmatilah masa indah ini, anak kecil. Hamburkan saja kata cinta itu sesuka hatimu hingga mulut dan telingamu lelah sendiri. Aku hanya berharap, kelak kamu tak akan menyesali dan menangisi apa yang terjadi sore ini bersama pria yang hanya fokus menghabiskan sisa burger yang tak mampu perutmu tampung.
Mengambil kembali drawing pen, aku melanjutkan sketsa gaun anak beserta tuksedo yang bisa dipasangkan. Menjahit membuatku memiliki kepuasan batin tersendiri. Aku seperti mampu mengubah imaginasiku menjadi nyata. Hidupku tak semudah dan seindah harapan juga bayanganku. Jadi, ketika aku berimajinasi dan menuangkan semua itu di atas kertas, lalu bekerja keras hingga aku bisa menyentuh bentuk nyatanya dalam genggaman, aku merasa bahwa masih ada dalah hidup ini yang bisa kita perjuangkan. Meski hanya beberapa potong baju dari hasil ide dan kreatifku.
Berbeda dengan hidupku sendiri yang tak lagi bisa kuperjuangkan apalagi dijadikan indah seperti gaun toska berenda yang kurancang untuk anak usia tujuh tahun ini. Soal hidup, baiknya semua kulupakan saja dan kembali melangkah meski terkadang bayang beban itu terasa sulit kulepas pergi.
Gerak tanganku berhenti saat kusadari jika gelas sodaku tak lagi berisi. Kosong, bahkan tak ada lagi sisa es batu karena sudah mencair dan kusedot hingga habis. Sepasang anak ingusan itu pun sudah tak ada lagi. Mungkin orangtuanya menghubungi dan meneriaki mereka untuk lekas berada di rumah. Kasihan, anak ingusan itu belum tahu pentingnya aturan dan norma ketat. Orang tua bersikap keras bukan berarti mereka jahat. Orangtua mereka, kuyakin tahu yang terbaik dan merayakan hari jadi ke berapa hari tadi? Enam jam? Ah, berapapun pendeknya masa itu, bukanlah hal yang akan mereka banggakan atau syukuri kelak.
Percaya padaku!
Aku membereskan buku sketsa dan beberapa kertas juga pen gambar ke dalam tasku. Sudah waktunya kembali ke butik karena Mona harus pergi sebelum jam lima sore. Teman kerjaku itu sedang menjalani kuliah kelas karyawan yang membuatnya harus ada di kelas setiap malam. Berbeda dengan aku yang tak memiliki keinginan untuk mengenyam bangku kuliah. Memiliki kemampuan menjahit dan menggambar desain baju sudah cukup bagiku. Bu Rahma mengarahkanku hingga kemampuan yang enam tahun lalu hanya sekadar menggambar pola, jadi bisa merancang dengan baik dan benar. Ini saja sudah cukup. Aku tak mau merepotkan banyak orang dan mengambil banyak hal dari hidup mereka.
Aku melajukan motor matikku kembali menuju butik. Saat sampai sana, Bu Rahma tengah bersiap di ruangannya. Beliau memintaku untuk bertemu dengan pelanggan baru yang ingin membuat baju.
"Cukup gambarkan aja sketsa kasar model yang dia mau. Berikan katalog contoh bahan dan keterangan kelebihan juga kekurangan bahan itu serta cara perawatannya. Nanti, setelah dia memutuskan, baru saya lanjutkan rancangan itu dan membuatkan untuk dia." Bu Rahma memberiku banyak pesan hingga langkah wanita itu sudah berada di samping sedan mewahnya. "Bisa, ya, Tih?"
Tentu. Aku mengangguk tegas dan antusias. "Saya rencana di sini sampai jam sepuluh malam, Bu. Mau potong pola untuk furing baju yang harus saya jahit besok."
Bu Rahma tersenyum manis dan simpul kepadaku. Wajahnya menyiratkan aliran semangat yang tinggi, meski matanya menatapku dengan binar sendu. Aku tahu arti tatapan itu kepadaku. Selalu begitu, sejak enam tahun lalu, saat pertama kali aku diberi belas kasihan berupa kesempatan untuk menjahit dan berkembang di sini hingga saat ini.
"Jangan terlalu lelah, Ratih. Kamu juga harus memikirkan kebutuhan dan hidupmu." Wanita itu berkata lirih sebelum masuk ke dalam mobil bersama supir yang mengantarnya ke mana pun ia pergi.
Dari area parkir ini, aku hanya tersenyum getir memindai kepergian sedan itu hingga menghilang di persimpangan. Bu Rahma bilang apa tadi? Kebutuhan? Hidupku? Aku tak lagi butuh apapun di hidupku yang sudah runyam enam tahun lalu. Bagiku, menjalani hari sendiri dalam sepi seperti ini jauh lebih baik dan menentramkan, daripada harus berteriak marah dan menangis hingga tertekan batin sendiri. Menghabiskan energi dan waktu untuk meranjang baju dan menjahit bagus untuk batinku yang terguncang sejak enam tahun lalu. Jadi, aku tak butuh apapun lagi, selain tugas merancang busana dan pesanan gaun pesta anak yang kukerjakan di kontrakanku sendiri.
*******
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.
WARNING 21+ !!! - Cerita ini di buat dengan berhalu yang menimbulkan adegan bercinta antara pria dan wanita. - Tidak disarankan untuk anak dibawah umur karna isi cerita forn*graphi - Dukung karya ini dengan sumbangsihnya Terimakasih
Setelah diusir dari rumahnya, Helen mengetahui bahwa dia bukanlah putri kandung keluarganya. Rumor mengatakan bahwa keluarga kandungnya yang miskin lebih menyukai anak laki-laki dan mereka berencana mengambil keuntungan dari kepulangannya. Tanpa diduga, ayah kandungnya adalah seorang miliarder, yang melambungkannya menjadi kaya raya dan menjadikannya anggota keluarga yang paling disayangi. Sementara mereka mengantisipasi kejatuhannya, Helen diam-diam memegang paten desain bernilai miliaran. Dipuji karena kecemerlangannya, dia diundang menjadi mentor di kelompok astronomi nasional, menarik minat para pelamar kaya, menarik perhatian sosok misterius, dan naik ke status legendaris.
Kayla Herdian kembali ke masa lalu dan terlahir kembali. Sebelumnya, dia ditipu oleh suaminya yang tidak setia, dituduh secara salah oleh seorang wanita simpanan, dan ditindas oleh mertuanya, yang membuat keluarganya bangkrut dan membuatnya menggila! Pada akhirnya, saat hamil sembilan bulan, dia meninggal dalam kecelakaan mobil, sementara pelakunya menjalani hidup bahagia. Kini, terlahir kembali, Kayla bertekad untuk membalas dendam, berharap semua musuhnya masuk neraka! Dia menyingkirkan pria yang tidak setia dan wanita simpanannya, membangun kembali kejayaan keluarganya sendirian, membawa Keluarga Herdian ke puncak dunia bisnis. Namun, dia tidak menyangka bahwa pria yang dingin dan tidak terjangkau di kehidupan sebelumnya akan mengambil inisiatif untuk merayunya: "Kayla, aku tidak punya kesempatan di pernikahan pertamamu, sekarang giliranku di pernikahan kedua, oke?"
Selama dua tahun, Brian hanya melihat Evelyn sebagai asisten. Evelyn membutuhkan uang untuk perawatan ibunya, dan dia kira wanita tersebut tidak akan pernah pergi karena itu. Baginya, tampaknya adil untuk menawarkan bantuan keuangan dengan imbalan seks. Namun, Brian tidak menyangka akan jatuh cinta padanya. Evelyn mengonfrontasinya, "Kamu mencintai orang lain, tapi kamu selalu tidur denganku? Kamu tercela!" Saat Evelyn membanting perjanjian perceraian, Brian menyadari bahwa Evelyn adalah istri misterius yang dinikahinya enam tahun lalu. Bertekad untuk memenangkannya kembali, Brian melimpahinya dengan kasih sayang. Ketika orang lain mengejek asal-usul Evelyn, Brian memberinya semua kekayaannya, senang menjadi suami yang mendukung. Sekarang seorang CEO terkenal, Evelyn memiliki segalanya, tetapi Brian mendapati dirinya tersesat dalam angin puyuh lain ....
Tinggal di sebuah kampung pedesaan di daerah Cianjur, JawaBarat. Membuat dia masih polos karena jarang bergaul dengan teman sebayanya, dari sebelum menikah sampai sekarang sudah menikah mempunyai seorang suami pun Sita masih tidak suka bergaul dan bersosialisasi dengan teman atau ibu-ibu di kampungnya. Sita keluar rumah hanya sebatas belanja, ataupun mengikuti kajian di Madrasah dekat rumahnya setiap hari Jum'at dan Minggu. Dia menikahpun hasil dari perjodohan kedua orangtuanya. Akibat kepolosannya itu, suaminya Danu sering mengeluhkan sikap istrinya itu yang pasif ketika berhubungan badan dengannya. Namun Sita tidak tahu harus bagaimana karena memang dia sangat amat teramat polos, mengenai pergaulan anak muda zaman sekarang saja dia tidak tahu menahu, apalagi tentang masalah sex yang di kehidupannya tidak pernah diajarkan sex education. Mungkin itu juga penyebab Sita dan Danu belum dikaruniai seorang anak, karena tidak menikmati sex.