/0/4197/coverbig.jpg?v=20220214215816)
Karena putus asa akan istrinya yang tidak ingin hamil, Arkano Pawagra akhirnya diam-diam menyewa jasa Clara untuk memberinya keturunan dengan bayaran hidup Clara sepenuhnya akan dijamin oleh Arkano. Namun, siapa yang tahu bibit-bibit cinta mulai hadir di antara mereka meskipun Arkano secara terang-terangan menolaknya.
Arkano mengusap lembut rambut panjang wanita yang menyandar di dadanya. Ia tatap penuh sayang wanita cantik itu.
"Aku sayang sama kamu," bisiknya.
Arkano tersenyum tipis. "Iya.. aku juga." Balasnya.
"Kamu masih tetep cinta kan sama aku meskipun kita nggak punya anak?"
Arkano diam sejenak. Ia pikirkan pertanyaan yang terlontar dari mulut wanita yang merupakan istrinya itu. Arkano Pawagra dan Adeline sudah menikah selama 6 tahun, namun selama itu pula Adeline menolak untuk memiliki keturunan, alasannya karena belum siap ditambah karirnya sebagai seorang model yang memperkuat alasannya. Sebagai suami yang mencintai istrinya, Arkano menghargai keputusan Adeline bahkan menelan pahit keinginannya untuk memiliki anak bersama istrinya.
"Aku tetep cinta sama kamu, apapun yang terjadi." Ucap Arkano dengan pelan.
"Makasih, sayang. Makasih karena kamu mau ngertiin aku, kamu mau menghargai keputusan aku. Aku sayang kamu banget. Kamu janji kan ga akan nuntut keturunan dari aku?"
"Iya.. aku janji."
Adeline memeluk erat tubuh shirtless suaminya dan tersenyum dengan lebar.
Arkano sadar bahwa seharusnya ia tidak berbohong, seharusnya Arkano lebih berani untuk mengutarakan perasaannya dibanding menjaga perasaan sang istri, tapi Arkano tidak memiliki keberanian itu. Ia terlalu takut.
**
Arkano berjalan dengan santai menuju ruangannya. Ia sesekali tersenyum membalas sapaan staff kepadanya. Hari ini Arkano lebih luang dari biasanya, hari ini ia hanya perlu menghadiri 2 meeting penting, setelah itu ia tidak memiliki pekerjaan. Kebetulan, ayah-nya sedang berbaik hati untuk membantu meringankan pekerjaannya.
"Pagi, Pak Arkan. Di ruangan Bapak ada Pak Jo, katanya beliau ada urusan dengan Bapak."
Arkano mengangguk. "Makasih, Fika. Tolong anterin dua kopi sama cemilan ya."
"Baik, Pak."
Arkano membuka pintu ruangannya, tampaklah seorang pria dengan rambut berwarna blonde yang sedang berselonjoran di atas sofanya.
"Jo." Panggil Arkano.
Pria bernama Jo itu menoleh lalu memperbaiki posisinya menjadi duduk, sementara Arkano mendudukkan dirinya di sebuah single sofa yang berada di depan Jo.
"Kenapa, Jo? Udah datang aja pagi-pagi." Ucap Arkano.
Jo terkekeh pelan. "Tadinya gue mau mampir kesini pas jam makan siang, tapi kata PA lo, lo-nya sibuk jam segitu jadi pagi ini aja gue kesini."
"Haha.. iya, gue ada meeting sampe lunch nanti. Ada apa nih, Jo?"
Jo membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah kertas persegi cantik dari dalamnya. Ia sodorkan kertas itu Arkano dengan senyum yang sumringah.
"Widih, mantep. Mau nikah juga akhirnya lo!" Arkano berseru senang.
"Wah man, penuh perjuangan banget gue buat sampe ke tahap ini. Doain aja lancar."
"Amin, amin. Pasti lancar lah. Sabtu ini ya?"
"Iya, ajak istri lo ya, dah lama gue ga ketemu sama Lin."
"Kalo dia ga sibuk pasti gua ajak, soalnya jadwal kita bisa bentrok kadang-kadang. Sedih gue."
Jo tertawa dengan keras. "Sabar ye, lama-lama kayak duda lo, Kan."
"Bener lagi."
Arkano terdiam sejenak. "Jo,"
"Apa?"
"Lo setelah nikah kepikiran mau langsung punya anak atau engga?" Arkano bertanya dengan hati-hati.
Jo yang paham dengan arah pembicaraan Arkano hanya mampu menarik nafas panjang. Jo ini memang sahabat kental Arkano sejak SMA, lika-liku nya pun Jo tau, karena memang pertemanan mereka seawet itu. Dan menyangkut soal anak, Jo sepertinya paham tujuan dari pertanyaan Arkano.
"Jujur, gue mau langsung kalo udah dikasih ya. Karena kan, gue perlu anak buat penerus gue nanti, Kan. Sebisa mungkin gue bicarain hal begini sama cewek gue, gue kasih dia pengertian dan beruntungnya, dia juga sama kayak gue."
Arkano jadi terdiam. Selama ini ia juga banyak memberikan pengertian pada Adeline betapa berarti kehadiran seorang anak baginya, tapi kenapa wanita itu tetap tidak siap? Kenapa ia tidak mau mengerti seperti kekasih Jo?
"Kan, lo mending omongin lagi hal ini sama Lin. Gue yakin, dia pasti setuju, lebih baik lo jujur aja ke dia."
Arkano hanya menganggukkan kepalanya. Bingung juga ingin merespon apa.
"Yaudah, Kan. Gue mau nganter undangan doang, gue mau mampir ke Kavin sama Reagan lagi abis ini."
"Ok, thank you, Jo."
"Yoo."
Sepeninggalnya Jo, Arkano jadi memikirkan kembali kata-kata dari temannya itu. Tapi, baru semalam mereka membahasnya, masa Arkano harus membahasnya lagi? Yang ada, hal itu akan memicu keributan antara ia dan Adeline. Dan baru semalam juga Arkano berjanji bahwa semuanya akan baik-baik saja tanpa anak. Hah.. Arkano mengacak-acak rambutnya yang telah tertanan rapi, memusingkan sekali rasanya, bahkan lebih memusingkan dari laporan acak-acakan buatan staff nya.
Sembari menunggu jam makan siang, Arkano pergi dari ruangannya menuju sebuah caffe yang berada di seberang kantornya. Arkano memesan segelas kopi americano beserta pancake untuk menemaninya hingga jam makan siang, Arkano memang berniat menunggu di caffe saja sampai waktu meeting tiba. Dari pada suntuk di ruangannya, kurang lebih begitu pikir Arkano.
Hampir 15 menit menunggu, akhirnya pesanan Arkano tiba. "Ini pesanannya, Mas."
"Thank you."
Arkano melirik pelayan yang mengantarkan pesanannya, seorang gadis yang masih muda dan cantik.
"Baru disini ya?" Tanya Arkano pelan.
Gadis itu mengangguk. "Saya baru disini, Mas. Baru masuk hari ini." Jawabnya sopan.
"Hm.. soalnya saya baru liat kamu disini, Ruri masih disini kan?"
"Masih, Mas. Tapi Mbak Ruri cuti seminggu."
"Kalo boleh tau, nama kamu siapa? Saya pelanggan caffe ini, pelanggannya Ruri sih lebih tepatnya." Ucap Arkano sembari tersenyum kecil.
"Clara, Mas."
"Oh.. ok, Clara. Saya Arkano, kantor saya di seberang."
Gadis bernama Clara itu menganggukkan kepalanya mengerti. Di seberangnya memang berdiri sebuah bangunan pencakar langit yang sangat terkenal. Rupanya Arkano berasal dari sana.
"Kalau begitu, saya pamit ke belakang dulu. Permisi."
Clara berlalu meninggalkan Arkano yang mulai menikmati hidangannya.
**
Arkano menyelesaikan meeting terakhirnya pada jam delapan malam. Saat ini ia masih diperjalanan menuju pulang ke rumah orangtua nya, tadi siang menelfon bahwa ia harus pergi selama beberapa hari dan menyuruh Arkano untuk menginap saja di rumah orangtua nya. Bukan pertama kalinya jika ditinggal sang istri Arkano akan menginap di rumah orangtua nya, tetapi sudah berkali-kali, pun jadinya orang rumag mengerti jika Arkano pulang ke rumah utama berarti istrinya sedang bepergian.
Arkano langsung memarkirkan mobilnya begitu tiba, ia langsung masuk ke dalam rumah mewah itu dan di sambut oleh pria muda yang bertubuh jangkung dengan kulit yang kelewat putih. Tapi bukan hantu.
"HALO BANG!" Ucapnya nyaring, mengejutkan Arkano yang baru ingin melangkah masuk.
"APA-APAAN LO?!" Semprot Arkano karena terkejut.
"Hehe.. welcome home abang ga duda tapi kayak duda."
"Kurang ajar, sini lo!"
Arkano mengejar pria yang kini lebih dulu berlari masuk kedalam berteriak-teriak memanggil orangtua nya.
- bersambung
Livia ditinggalkan oleh calon suaminya yang kabur dengan wanita lain. Marah, dia menarik orang asing dan berkata, "Ayo menikah!" Dia bertindak berdasarkan dorongan hati, terlambat menyadari bahwa suami barunya adalah si bajingan terkenal, Kiran. Publik menertawakannya, dan bahkan mantannya yang melarikan diri menawarkan untuk berbaikan. Namun Livia mengejeknya. "Suamiku dan aku saling mencintai!" Semua orang mengira dia sedang berkhayal. Kemudian Kiran terungkap sebagai orang terkaya di dunia.Di depan semua orang, dia berlutut dan mengangkat cincin berlian yang menakjubkan. "Aku menantikan kehidupan kita selamanya, Sayang."
Aku, Sonia, seorang wanita berusia 23 tahun, terjebak dalam masalah keuangan yang parah akibat hutang pengobatan anakku yang mengidap Thalassemia dan harus menjalani perawatan medis yang sangat mahal dan berkelanjutan. Hidupku yang penuh kesulitan berubah drastis ketika aku bekerja dengan Mr. Wei, seorang CEO sukses berusia 45 tahun. Di tengah kemelut keuangan dan tekanan emosional, aku menemukan pelarian dalam pelukan Mr. Wei. Kehangatan dan dukungan yang dia berikan membuatku merasa dihargai dan dicintai, sesuatu yang telah lama hilang dalam pernikahanku. Namun, kebahagiaan kami tidak lepas dari konflik; suamiku mulai curiga dan berbagai rintangan muncul, menguji keteguhan hati kami. Cerita ini menggambarkan dinamika cinta yang penuh gairah dan sakit hati, pengkhianatan yang menyakitkan, serta pencarian jati diri dan pengampunan. Dengan latar belakang kehidupan kami yang kontras, aku dan Mr. Wei harus menghadapi pilihan-pilihan sulit dan mempertanyakan nilai-nilai yang kami anut. Akankah cinta kami mampu mengatasi semua rintangan? atau akankah kami terperangkap dalam lingkaran drama dan penderitaan?
Kisah Daddy Dominic, putri angkatnya, Bee, dan seorang dosen tampan bernama Nathan. XXX DEWASA 1821
Zara adalah wanita dengan pesona luar biasa yang menyimpan hasrat membara di balik kecantikannya. Sebagai istri yang terperangkap dalam gelora gairah yang tak tertahankan, Zara terseret ke dalam pusaran hubungan terlarang yang menggoda dan penuh rahasia. Dimulai dengan Pak Haris, bos suaminya yang memikat, kemudian berlanjut ke Dr. Zein yang berkarisma. Setiap perselingkuhan menambah bara dalam kehidupan Zara yang sudah menyala dengan keinginan. Pertemuan-pertemuan memabukkan ini membawa Zara ke dalam dunia di mana batas moral menjadi kabur dan kesetiaan hanya sekadar kata tanpa makna. Ketegangan antara kehidupannya yang tersembunyi dan perasaan bersalah yang menghantuinya membuat Zara merenung tentang harga yang harus dibayar untuk memenuhi hasratnya yang tak terbendung. Akankah Zara mampu menguasai dorongan naluriahnya, atau akankah dia terus terjerat dalam jaring keinginan yang bisa menghancurkan segalanya?
Kisah seorang ibu rumah tangga yang ditinggal mati suaminya. Widya Ayu Ningrum (24 Tahun) Mulustrasi yang ada hanya sebagai bentuk pemggambran imajinasi seperti apa wajah dan bentuk tubuh dari sang pemain saja. Widya Ayu Ningrum atau biasa disapa Widya. Widya ini seorang ibu rumah tangga dengan usia kini 24 tahun sedangkan suaminya Harjo berusia 27 tahun. Namun Harjo telah pergi meninggalkan Widy sejak 3 tahun silam akibat kecelakaan saat hendak pulang dari merantau dan karna hal itu Widya telah menyandang status sebagai Janda di usianya yang masih dibilang muda itu. Widya dan Harjo dikaruniai 1 orang anak bernama Evan Dwi Harjono
WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?