/0/3531/coverbig.jpg?v=72d3cabea25da2ff51c0cb0a8bec0cae)
"Aku mencintaimu Al, sejak saat itu... Saat pertama kita bertemu ketika aku dan orang tuaku datang untuk melamarmu" ucap laki-laki itu pada gadis yang kini sedang ia tatap. Keduanya dijodohkan oleh orang tua mereka, tanpa tahu dengan siapa dan dengan paksaan harus menerima. Apalagi Genta, yang saat itu masih memiliki beberapa pacar, sebagai pembenaran atas predikat play boy yang ia sandang. Namun siapa sangka saat Genta melihat gadis pilihan orang tuanya itu, untuk pertama kalinya ia langsung dibuat jatuh cinta. Tapi apakah sang wanita mampu menerima jodoh pilihan ayahnya? Yang tak lain adalah Genta Mackenzie. Dan ... apakah ungkapan dari laki-laki bule yang sedang duduk dihadapannya itu akan ia terima?
"Al! Besok kamu jangan ke mana-mana!"
Suara Ayah yang tiba-tiba itu, sontak mengagetkanku.
"Memang ada apa Yah?"
Tak biasanya seperti itu. Padahal tanpa di suruh pun, jika tak ada kelas maka aku akan diam saja di rumah.
Tapi pertanyaanku tidak disambut ramah. Ayah hanya memandang sekilas hingga akhirnya duduk tepat di depanku.
"Besok teman Ayah akan datang untuk melamar kamu." Ucapnya dengan muka datar. Namun tetap membuat kumis tipisnya ikut bergerak.
Mendengar itu bukan hanya bulu kudukku. Bulu ketek dan bulu hidung pun ikut berdiri mendengar jawaban itu. Otakku benar-benar ngeblank!
Jantung sudah lari maraton, sedang hati juga mulai resah menanti ucapan selanjutnya dari Ayah.
"Dan Ayah tak akan menolak lamarannya!"
Degh! Hatiku lemas, jantungku lelah. Badanku tak lagi mampu menopang bobot sendiri, dudukku pun seketika merosot.
"Benarkan ini? Bahkan keinginan berumah tangga saja aku tak memilikinya" Hatiku terus menduga-duga.
"Ini becanda kan Yah?!" Mungkin saja kan, Ayah tahu kejahilan anak jaman sekarang hingga ingin mempraktikkan pada anaknya sendiri.
"Ayah serius! Hal seperti ini tak pantas jika dijadikan bahan guyonan!"
Jika tadi hanya jantung dan hati yang lemas, kini empedu dan pankreas pun ikut tak terima mendengar ucapan Ayah. Sungguh malang nasibku, Mak!
"Mah ... " Aku menatap Mama dengan mata yang memerah. Ucapan Ayah memang sepertinya bukan guyonan, tapi otak masih berharap bahwa ini bukan kenyataan.
"Aku nggak mau nikah sama Om-om Yah. Aku nggak mau sama laki-laki tua!" Sesak yang kupendamkan beberapa detik ini akhirnya aku keluarkan.
Jelas! Siapa yang mau menikah dengan Om-om. Jika sudah saling kenal mungkin tak masalah, tapi ini? Bahkan seperti sedang membeli merpati yang masih terbang di awang.
"Kok tua?" gumam Ayah yang masih bisa terdengar olehku.
"Bukankah teman Ayah yang akan datang melamar aku?! Bisa disimpulkan kalau laki-laki itu sudah tua kan?!"
"Astaga! Al ... Bukan begitu."
Bukan meneruskan ucapannya. Tapi malah tawanya yang kemudian menggema. Tak ibakah pada aku, Anaknya ini.
"Teman Ayah memang datang untuk melamar kamu ... " ucapannya terjeda karena bibirnya seperti masih menahan tawa.
"Tapi, bukan untuk dirinya sendiri. Tapi untuk anaknya!"
Demi apa! aku ingin menangis. Mataku yang semula hanya berembun dan belum basah kini telah mengucur deras.
"Lah, Malah nangis. Ini gimana siih?"
Semakin aku kencangkan saja suaraku, kala mendengar suaranya itu. Sebagai aksi protes karena dengan sesuka hatinya, menjodohkan anaknya tanpa meminta persetujuan dulu.
"Kalau ngomong yang jelas dong, Yah. jangan setengah-setengah gitu. Jatuhnya jadi ambigu!"
Meski aku kecewa, namun masih belum melihat adanya celah untuk menolaknya. Biarlah aku pikirkan nanti.
"Tapi kan, bener ... " jawabnya dengan kekehan kecil di akhir kalimatnya.
Astaga! Tak ada ibakah di hati lelaki tua yang selalu aku agungkan itu? Kenapa masih bisa menertawakanku seperti itu!
"Aku kan masih muda Yah. Kenapa harus menjodohkanku segala" Aku mendesah pelan, kali ini.
"Nggak ada yang menjodohkan kamu Al ... Nggak ada!"
"Kalau nggak ada. Lalu ini apa namanya Yah?!" Astaghfirullah.
"Kan dia yang memang mau datang melamar. Ayah nggak ada niat sama sekali buat jodohin kamu"
Orang tua memang omongannya selalu benar. Jadi yang nggak mau disalahkan bukan hanya perempuan saja, tapi laki-laki juga, sama saja.
"Lalu tadi, Kenapa bilang akan menerima lamaran itu. Apa itu masih belum cukup dikatakan bahwa Ayah mau menjodohkan aku!" Perutku tiba-tiba lapar menghadapi masalah seperti ini, huh.
Dan, lagi! Kenapa Mama dari tadi hanya diam saja, kenapa tidak membelaku. Apakah ini merupakan hasil dari konspirasi keduanya?
"Dia pemuda yang baik, meski bukan makhluk alim, tapi dia tahu kondratnya sebagai hamba tuhan. Dan yang jelas lagi dia sudah mapan juga pandai mengurus kantor. Jadi kalau sewaktu-waktu ayah butuh bantuan di kantor, ia bisa diandalkan" Alasan macam apa itu,
"Huufft ... Oke baiklah. Semoga yang Ayah katakan memang benar" Hatiku memberikan sinyal, mungkin kali ini aku memang harus mengalah.
Bukankah perihal jodoh sudah ada aturannya, jika memang dia nantinya bukanlah jodohku pasti ada jalan untuk lari darinya. Benarkan?
"Namanya Genta. Genta Mackenzie!" Tanpa aku minta Ayah sudah menyebutkan nama pemuda yang katanya sudah mapan itu.
Optimis yang tadi sudah aku bangun, kini mendadak hilang entah ke mana. Hati yang sebelumnya sudah siap menerima, kini kembali luruh ingin menolak semuanya.
"Mah ... Aku nggak mau nikah sama dia Mah. Mendengar namanya saja aku sudah merinding."
Entah mengapa, saat mendengar namanya disebut, aku langsung terbayang satu karakter detektif cilik dalam komik detektif Conan. Apakah ... bentuknya mirip? Aku bergidik ngeri membayangkan itu. Lupa jika air mata saja masih belum kering dari wajahku.
"Memang ada apa dengan namanya Al? Apakah kamu tidak percaya dengan pilihan Ayahmu? Insyaallah laki-laki itu benar adanya. Seperti yang Ayahmu katakan tadi"
Fix, Mama sama Ayah telah berkonspirasi dan bersekongkol untuk perjodohan ini. Aku yakin itu!
"Kak! Sesuai titah sang Romo. Kakak harus turun sekarang!" Apa-apaan itu, adik tak punya akhlak. Mengagetkan empeduku saja!
Dua puluh empat jam ternyata secepat itu berlalu, kemarin aku masih protes untuk menolak lamaran ini, namun kini keluarga pelamar sudah datang. Harus dengan cara apa aku menolaknya?!
Dan lagi, kenapa aku harus dandan secantik ini? Pakai bedak, pakai perona bibir, pakai minyak wangi, pakai baju bagus, pakai, eh ... kenapa jadi ngelantur gini!?
"Kak! Cepetan!" Suara Agus Kembali menggema. Kembali membangunkan otakku yang masih bertapa di perenungan. Dan ini, kenapa otakku berdetak kencang, eh jantungku. Apakah aku grogi?
Masih dengan hati berdebar ... Eh, astaga jantung berdebar. Eh jantung apa dada yang berdebar? Intinya itu. Aku berjalan di belakang mengikuti Agus.
Meski dia lebih muda dariku, tapi jauh lebih tinggi. Tentu langkah kakinya juga lebih lebar. Membuat aku yang langkahnya memang kecil ini akhirnya tertinggal.
Dan sialnya. Saat aku melihat wajah-wajah asing yang baru aku lihat hari ini, aku terpukau dengan satu wajah "Masyaallah duplikatnya Song Kang"
"Apa duplikatnya Kukang?" Dengan dahi yang berkerut laki-laki yang kupandangi takjub itu bertanya dengan lirih.
Astaghfirullah! Suara yang kukira hanya aku ucap dalam hati, ternyata juga terucap bibir. Dasar bibir laknat.
"Kak kalau lihat ada cowok ganteng, bisa jaga image dikit nggak? Aku kan juga ganteng, tapi Kakak nggak pernah terpesona"
Astaga! Ucapan macam itu? Tidak mungkin juga jika aku terpesona dengan adikku sendiri kan? Iya kan?
Semua terkikik geli, termasuk pemuda itu. Ah, inikah kesan pertama yang aku berikan pada mereka!?
Sekilas, aku melirik Ayah. Pria setengah abad itu, sekarang memandangku dengan senyum tipisnya.
Sedangkan Mama, dia seperti menikmati obrolan dengan calon besan. Eh, ... Calon besan?
Kutepuk pelan bibirku beberapa kali. Kalau ditepuk kasar, sayang masih perawan. Wkwkwkw
Satu yang seharusnya Ayah ingat. Wajah rupawan tak bisa menjamin sebuah kebahagiaan. Uang banyak juga tak selalu bisa mengubah derita menjadi bahagia. Tapi Ayah, ... Apakah laki-laki yang bahkan kini masih kupanggil ayah itu paham akan kata hatiku?
Kemudian Andre membuka atasannya memperlihatkan dada-nya yang bidang, nafasku makin memburu. Kuraba dada-nya itu dari atas sampah kebawah melawati perut, dah sampailah di selangkangannya. Sambil kuraba dan remas gemas selangkangannya “Ini yang bikin tante tadi penasaran sejak di toko Albert”. “Ini menjadi milik-mu malam ini, atau bahkan seterusnya kalau tante mau” “Buka ya sayang, tante pengen lihat punya-mu” pintuku memelas. Yang ada dia membuka celananya secara perlahan untuk menggodaku. Tak sabar aku pun jongkok membantunya biar cepat. Sekarang kepalaku sejajar dengan pinggangnya, “Hehehe gak sabar banget nih tan?” ejeknya kepadaku. Tak kupedulikan itu, yang hanya ada di dalam kepalaku adalah penis-nya yang telah membuat penasaran seharian ini. *Srettttt……
Selama sepuluh tahun, Delia menghujani mantan suaminya dengan pengabdian yang tak tergoyahkan, hanya untuk mengetahui bahwa dia hanyalah lelucon terbesarnya. Merasa terhina tetapi bertekad, dia akhirnya menceraikan pria itu. Tiga bulan kemudian, Delia kembali dengan gaya megah. Dia sekarang adalah CEO tersembunyi dari sebuah merek terkemuka, seorang desainer yang banyak dicari, dan seorang bos pertambangan yang kaya raya, kesuksesannya terungkap saat kembalinya dia dengan penuh kemenangan. Seluruh keluarga mantan suaminya bergegas datang, sangat ingin memohon pengampunan dan kesempatan lagi. Namun Delia, yang sekarang disayangi oleh Caius yang terkenal, memandang mereka dengan sangat meremehkan. "Aku di luar jangkauanmu."
Pada hari pernikahannya, saudari Khloe berkomplot dengan pengantin prianya, menjebaknya atas kejahatan yang tidak dilakukannya. Dia dijatuhi hukuman tiga tahun penjara, di mana dia menanggung banyak penderitaan. Ketika Khloe akhirnya dibebaskan, saudarinya yang jahat menggunakan ibu mereka untuk memaksa Khloe melakukan hubungan tidak senonoh dengan seorang pria tua. Seperti sudah ditakdirkan, Khloe bertemu dengan Henrik, mafia gagah tetapi kejam yang berusaha mengubah jalan hidupnya. Meskipun Henrik berpenampilan dingin, dia sangat menyayangi Khloe. Dia membantunya menerima balasan dari para penyiksanya dan mencegahnya diintimidasi lagi.
Setelah tiga tahun menikah yang penuh rahasia, Elsa tidak pernah bertemu dengan suaminya yang penuh teka-teki sampai dia diberikan surat cerai dan mengetahui suaminya mengejar orang lain secara berlebihan. Dia tersentak kembali ke dunia nyata dan bercerai. Setelah itu, Elsa mengungkap berbagai kepribadiannya: seorang dokter terhormat, agen rahasia legendaris, peretas ulung, desainer terkenal, pengemudi mobil balap yang mahir, dan ilmuwan terkemuka. Ketika bakatnya yang beragam diketahui, mantan suaminya diliputi penyesalan. Dengan putus asa, dia memohon, "Elsa, beri aku kesempatan lagi! Semua harta bendaku, bahkan nyawaku, adalah milikmu."
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
Sebelum nikah, Sanny Chandra mengira dirinya adalah pajangan yang diletakkan di rumah. Ketika masa kontrak sudah habis, dia pun bisa bercerai. Setelah nikah, Jordan Wijaya yang dingin dan abstinen menjadi penggila cinta istri, ingin memanjakannya hingga ke langit. Akhirnya Sanny Chandra menyadari bahwa mudah untuk naik namun susah untuk turun! Sepakat untuk tidak menyentuhnya adalah palsu! Tidak hanya meminta dia melaksanakan kewajiban sebagai istri, juga bersikeras meminta dia melahirkan keturunan pewaris untuknya? Setelah hamil, Sanny Chandra frustasi, "Sudah sepakat kelak akan cerai, kenapa buat aku hamil anakmu? Kenapa kamu robek kontraknya?" Jordan Wijaya berkata dengan serius, "Istri yang aku nikahi dengan kemampuan sendiri, kenapa harus cerai?"