Dara cukup sedih saat rumah mendiang Kakeknya pernah dicap sebagai rumah angker. Karena bagaimanapun juga rumah itu merupakan rumah masa kecil dara dan adik adiknya. Namun, ia pun tak bisa menampik kalau rumah itu memang sangat menyeramkan! 16 tahun berlalu kini Rumah Kakeknya telah berubah dan direnovasi. Akan tetapi, masih banyak teka teki yang tidak ia ketahui tentang rumah itu. "Sebenarnya, sosok apakah yang sering mengganggu kami saat kecil dirumah itu? Apakah sekarang 'mereka' masih ada disana? Haruskah aku kembali untuk mengungkap misteri tentang Rumah Kakek?"
Aku memandang kembali bangunan kokoh yang berdiri di hadapanku, kedua orang tuaku sudah mendahului dengan om Agung, tante Eva dan mamang Danu.
Rasanya cukup ragu untuk kembali memasuki rumah ini, setelah bertahun-tahun aku memiliki kenangan buruk mengenai tempat di mana nenek dan kakekku pernah tinggal.
"Dara, kok malah bengong?" sapa om Agung menghampiriku.
Aku tersenyum kecut dan mengangguk dengan segan. Gina, sepupuku segera menarik tangan untuk mengelilingi rumah yang baru saja direnovasi tersebut.
Adikku, Tasya dan Robi, entah sudah merambah hingga ke mana. Rumah besar berlantai dua ini memang sangat luas dan menjadi lebih mewah dari sebelumnya.
Om Agung menghabiskan uang yang tidak sedikit untuk memugar kembali menjadi bangunan baru dan tidak ada lagi kesan 'suram'.
"Dua belas tahun aku pernah di sini, kayaknya semua baru terjadi kemarin," gumamku sembari menebarkan pandangan ke seluruh ruangan, sementara berdiri di tengah, ruang keluarga.
"Emang bener, ya, Kak?" tanya Gina sembari berbisik.
Aku menoleh padanya. "Tentang?"
Gina menelan ludah dan merapatkan tubuhnya hingga memeluk lenganku.
"Kalo rumah ini angker?" ucapnya lirih.
Aku hanya melempar senyum samar. Jika kukatakan tentang berbagai pengalaman yang cukup meninggalkan mimpi buruk, pasti Gina, sepupuku, sudah hengkang kaki dan berteriak pada ibunya, meminta agar cepat pulang.
"Tergantung cara pandang kamu. Mungkin karena dulu aku penakut, makanya sering ngalamin kejadian konyol," jawabku terkesan diplomatis.
Gina meringis dan tidak begitu saja percaya dengan penyataanku.
Entah kenapa, meski sudah mengalami banyak perubahan, aku masih merasakan ada sesuatu yang tidak menyenangkan dan membuatku cemas sekaligus gelisah saat ini. Terdengar suara dari arah dapur, tante Eva, yang meminta kami melihat kamar di lantai dua.
Gina memohon kami semua untuk mengunjungi setiap ruangan. Dengan sedikit enggan, aku menaiki anak tangga, menyusul Gina yang sudah berlari lebih dulu.
Kakiku menapaki satu persatu, tapi bunyi derak aneh yang tidak seharusnya terdengar dari tangga yang terbuat dari batu dan semen, kini terdengar. Aku menoleh ke bawah, lalu kembali mendonggakkan kepala ke arah atas.
Aku benar-benar tidak ingin ke atas sana!
Bayangan itu masih melekat di kepalaku. Kini keringat dingin mulai muncul dan kakiku semakin berat melangkah.
Oh Tuhan, apa yang aku lakukan sekarang? Benarkah rumah ini tidak lagi menyimpan kengerian di masa lalu dulu?
Sebenarnya, banyak sekali perubahan pada rumah ini yang membuatku takjub. Walaupun sudah sah dimiliki oleh om Agung, aku tetap menyebut rumah ini sebagai Rumah Kakek. Entah mengapa, karena memori yang ada di rumah ini sangatlah kuat. Suka, duka bahkan hal menegangkan pun aku alami juga di sini.
Rumah ini benar-benar luas..
Garasinya bisa muat empat sampai lima mobil, walaupun area ruang tamu diperkecil, namun ruang keluarga kini diperbesar, ada pula dapur bersih dan kotor. Itu masih di lantai satu, belum lagi di lantai dua, ada lima kamar tidur di rumah ini. Ditambah dengan dua kamar kecil yang salah satunya untuk karaoke keluarga dan kamar untuk asisten rumah tangga.
"Hebat euy, Gung. Jadi keren begini rumahnya," ucap ayahku.
"Siapa dulu dong, Agung. Hahaha," balas om Agung berbangga diri.
"Walaupun fisik rumah ini sudah berubah, tapi kenangan di sini takkan pernah terlupakan, ya. Banyak kenangan orang tua kita disini," ibuku menambahkan.
Ayah, Ibu, dan anggota keluargaku lainnya saling merangkul satu sama lain yang membuat suasana semakin haru. Mendengar ucapan ibu, aku jadi teringat saat aku berkunjung beberapa tahun lalu sebelum rumah ini direnovasi.
Masa kecilku banyak dihabiskan di sini sampai setidaknya aku menamatkan sekolah dasar di umur dua belas tahun. Tiap kali aku berkunjung setelah tak tinggal lagi di sini, salah satu temanku pernah berkata,
"Dara, sekarang rumah kamu terkenal angker di komplek ini, loba jurig!"
Jujur, mendengar ucapan itu aku cukup sedih karena bagaimanapun juga, ini rumah mendiang kakek dan nenek yang sangat kusayangi. Aku hanya bisa terdiam tanpa kata sembari memberi senyum kecut saat mendengarnya. Bagaimana bisa rumah ini jadi di kenal dengan rumah hantu?! Gumamku kesal.
Tapi, aku tidak pernah menyampaikan hal itu pada sepupu atau keluarga besarku. Yang tahu persis tentang kejadian-kejadian aneh di rumah ini hanyalah keluarga intiku saja. Karena, kami yang terakhir tinggal di rumah ini dengan rentan waktu yang cukup lama. Sebelum menjadi moderen seperti sekarang, sebenarnya bangunan dan model rumah ini tidaklah buruk atau menyeramkan. Hanya saja semua kejadian aneh muncul setelah sepeninggal kakekku.
Pamanku juga sempat tinggal sebentar bersama kami di rumah ini, namun karena kesibukanya kuliah, terkadang ia tak pulang ke rumah, ia adalah paman yang biasa ku panggil mang Danu.
Apakah dia tahu tentang sesuatu dirumah ini? Aku tak yakin, karena saat itu ia tak pernah berbicara apa pun mengenai rumah ini.
"Hayu, kita foto-foto dulu! Habis itu, Om traktir makan bakso mas Bejo deh!" ucap om Agung.
"Asyiiik! Aku rindu sekali bakso mas Bejo! Kira-kira, dia masih ingat denganku tidak, ya?"
"Tentu saja ingat, keluarga kita kan langganan bakso nya mas Bejo, Dara."
Selepas mendokumentasikan beberapa foto, kami keluar rumah dan bertemu para tetangga, mereka masih sama seperti dahulu. Baik, ramah dan peduli semasa aku masih tinggal di sini.
"Wah .... Wah pantas saja terdengar ramai sekali di luar. Ternyata ada rombongan keluarga Pak Sutrisno di sini," tutur pak Darman yang menyapa kami sesaat akan meninggalkan rumah.
Ia adalah tetangga yang rumahnya tepat bersebelahan dengan rumah kakek. Kedua rumah ini sama-sama di posisi yang menghadap ke jalan besar atau jalan utama. Jika dibayangkan, dua bangunan ini berada di persimpangan jalan yang berbentuk letter L. Kebanyakan orang menyebut rumah kakek dan pak Darman adalah rumah tusuk sate.
Yang konon katanya, posisi ini tidak baik untuk sebuah rumah karena akan mendatangkan hal-hal buruk nantinya. Jadi, selain sempat terkenal angker, nama Sutrisno yaitu nama belakang kakekku sempat menjadi buah bibir di komplek perumahan ini karena mitos tusuk sate tersebut.
"Apa kabar, Pak? Sehat?" tanyaku pada pak Darman.
"Sehat, kamu bagaimana? Sudah besar, ya. Tak terasa sudah lama tak bertemu tau-tau sudah sebesar ini, bapak jadi ingat saat kalian masih kecil-kecil," balasnya dengan tertawa kecil.
"Iya, Pak. Aku juga tak menyangka bisa melihat rumah ini lagi dengan pemandangan yang sudah berbeda."
"Sekarang, sudah tak terdengar lagi bunyi dan suara-suara aneh dari rumah kakekmu. Yang lalu biarlah berlalu. Yang penting sekarang rumah ini sudah nyaman dan aman kembali seperti saat pak Sutrisno masih ada," kata pak Darman sedikit berbisik padaku.
Perubahan rumah ini tak hanya membuat keluarga kami saja yang bahagia, para tetangga pun merasakan hal yang sama. Kini, rumah ini sudah siap ditempati kembali.
"Gina, aku rasa rumah ini sudah nggak ada hawa negatif lagi. Aku nggak tahu tapi hatiku berkata seperti itu."
"Baguslah kalau begitu, Kak. Tapi kalau Kakak diberi kesempatan untuk tinggal di sini lagi .... Apa Kakak mau?" tanya Gina padaku.
"Hmm .... Sepertinya tidak ."
"Loh mengapa begitu, Kak?"
"Nggak apa-apa, hanya saja walaupun secara fisik sudah berubah, namun kejadian-kejadian itu masih terbayang-bayang di pikiran dan takut mendatangkan sugesti buruk padaku, dan aku nggak mau itu terjadi."
Entah aku yang berlebihan atau memang begitu adanya. Memang benar, kalau kenangan di rumah ini sangat menyeramkan sampai menimbulkan trauma di usiaku yang sekarang sudah beranjak dewasa .
"Memangnya, semenyeramkan itukah untuk Kak Dara sampai kaka tidak mau lagi tinggal di sini?"
Ketika Nadia mengumpulkan keberanian untuk memberi tahu Raul tentang kehamilannya, dia tiba-tiba mendapati pria itu dengan gagah membantu wanita lain dari mobilnya. Hatinya tenggelam ketika tiga tahun upaya untuk mengamankan cintanya hancur di depan matanya, memaksanya untuk meninggalkannya. Tiga tahun kemudian, kehidupan telah membawa Nadia ke jalan baru dengan orang lain, sementara Raul dibiarkan bergulat dengan penyesalan. Memanfaatkan momen kerentanan, dia memohon, "Nadia, mari kita menikah." Sambil menggelengkan kepalanya dengan senyum tipis, Nadia dengan lembut menjawab, "Maaf, aku sudah bertunangan."
Mengandung adegan dewasa 21+ Raisa Anastasya mengalami kematian tragis, tertabrak truk, setelah melabrak tunangannya yang tengah berselingkuh. Bukannya mati dan kembali ke alam baka, Raisa malah masuk ke tubuh perempuan lain yang juga bernama Raisa, seolah semesta memberikan kesempatan kedua padanya. Sembari memanfaatkan paras cantik tubuh barunya, Raisa mulai menjalankan rencananya untuk balas dendam. Tapi tiba-tiba Zefan, direktur perusahaannya yang terkenal punya sifat sangat dingin, menarik Raisa ke salah satu kamar. Di bawah pengaruh alkohol, dia merenggut keperawanan Raisa karena mengira wanita itu adalah Raisanya yang lama. Setelah menghabiskan malam-malam menggairahkan bersama direktur, Raisa selalu terbayang saat mereka melakukan hubungan dan dibuat ketagihan oleh sang direktur, sehingga bimbang untuk melanjutkan balas dendamnya. Bisakah Raisa tetap fokus pada rencana utamanya di saat direktur terus menghantui melalui godaan sentuhan yang begitu menggairahkan? Dan apakah Raisa bisa menemukan benang takdirnya yang sebenarnya? Ngobrol sama author di Instagram dan TikTok @hi.shenaaa ya~
Pada hari Livia mengetahui bahwa dia hamil, dia memergoki tunangannya berselingkuh. Tunangannya yang tanpa belas kasihan dan simpanannya itu hampir membunuhnya. Livia melarikan diri demi nyawanya. Ketika dia kembali ke kampung halamannya lima tahun kemudian, dia kebetulan menyelamatkan nyawa seorang anak laki-laki. Ayah anak laki-laki itu ternyata adalah orang terkaya di dunia. Semuanya berubah untuk Livia sejak saat itu. Pria itu tidak membiarkannya mengalami ketidaknyamanan. Ketika mantan tunangannya menindasnya, pria tersebut menghancurkan keluarga bajingan itu dan juga menyewa seluruh pulau hanya untuk memberi Livia istirahat dari semua drama. Sang pria juga memberi pelajaran pada ayah Livia yang penuh kebencian. Pria itu menghancurkan semua musuhnya bahkan sebelum dia bertanya. Ketika saudari Livia yang keji melemparkan dirinya ke arahnya, pria itu menunjukkan buku nikah dan berkata, "Aku sudah menikah dengan bahagia dan istriku jauh lebih cantik daripada kamu!" Livia kaget. "Kapan kita pernah menikah? Setahuku, aku masih lajang." Dengan senyum jahat, dia berkata, "Sayang, kita sudah menikah selama lima tahun. Bukankah sudah waktunya kita punya anak lagi bersama?" Livia menganga. Apa sih yang pria ini bicarakan?
Novel Ena-Ena 21+ ini berisi kumpulan cerpen romantis terdiri dari berbagai pengalaman romantis dari berbagai latar belakang profesi yang ada seperti CEO, Janda, Duda, Mertua, Menantu, Satpam, Tentara, Dokter, Pengusaha dan lain-lain. Semua cerpen romantis yang ada pada novel ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga bisa sangat memuaskan fantasi para pembacanya. Selamat membaca dan selamat menikmati!
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?
Andres dikenal sebagai orang yang tidak berperasaan dan kejam sampai dia bertemu Corinna, wanita yang satu tindakan heroiknya mencairkan hatinya yang dingin. Karena tipu muslihat ayah dan ibu tirinya, Corinna hampir kehilangan nyawanya. Untungnya, nasib campur tangan ketika dia menyelamatkan Andres, pewaris keluarga yang paling berpengaruh di Kota Driyver. Ketika insiden itu mendorong mereka untuk bekerja sama, bantuan timbal balik mereka dengan cepat berkembang menjadi romansa yang tak terduga, membuat seluruh kota tidak percaya. Bagaimana mungkin bujangan yang terkenal menyendiri itu berubah menjadi pria yang dilanda cinta ini?