/0/15098/coverbig.jpg?v=a1bdb9aa6a14c513bd3748ce2fbcbce1)
Masa tua adalah masa di mana tubuhku sudah tidak mampu lagi untuk bekerja. Tapi anak-anakku malah membuangku ketika aku telah berhenti bekerja. Sanggupkah aku menjalani hari tuaku dengan bahagia di saat anak-anakku malah berperilaku buruk padaku?
"Loh, sudah pulang, Buk?" tanya bungsuku yang sedang membersihkan motor kesayangannya di depan rumah.
Motor yang aku hadiahkan saat dia pertama bekerja. Saat itu aku pikir, jika aku memberikannya motor impiannya, dia akan semangat untuk bekerja. Tapi kenyataannya sungguh berbeda.
Aku tersenyum tipis, melangkah mendekat ke arahnya. "Iya, Mar."
"Kok tumben, Buk? Biasanya pulang jam empat sore," tanyanya lagi dengan kening berkerut.
"Iya, Mar. Hari ini ibu pulang cepat," jawabku.
"Memang kenapa pulang cepat, Buk? Ada masalah di pabrik?" tanya Damar lagi. Tampaknya dia penasaran dengan sebab aku pulang lebih cepat. Karena memang aku selalu pulang sore setiap hari.
Aku menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. Damar harus tahu jika aku berhenti bekerja mulai hari ini. Aku harus memberitahunya sekarang.
Sudah sejak anak-anak kecil aku bekerja. Aku sudah terlalu lelah. Kini aku sudah tua, sudah saatnya aku berhenti bekerja.
"Ada yang ingin ibu sampaikan padamu, Mar. Bisa kita bicara sebentar?" tanyaku padanya.
Damar menatapku dengan raut penuh tanya. Tapi tak urung juga dia menganggukkan kepalanya, lalu meletakkan kain lap di atas jok motornya. "Ada apa, Buk?"
"Kita bicara sambil duduk, Mar." Aku pun melangkah menuju kursi rotan yang ada di teras. Sedang Damar mengikutiku dari belakang.
Kami pun duduk berdampingan setelah sampai di kursi. Aku terdiam sejenak memandang dengan ragu ke arah bungsuku itu. Ada sedikit keraguan dalam hatiku saat ingin mengutarakan apa yang terjadi.
"Ada apa, Buk?" tanya Damar ketika aku belum juga membuka suaraku.
"Di mana Feni, Mar? Dia juga harus tahu apa yang ingin ibu sampaikan," tanyaku sebelum mengungkapkan apa yang ingin aku sampaikan.
"Dia sedang pergi arisan dengan teman-temannya, Buk. Ada apa sih, Buk? Jangan membuat Damar penasaran," sahut Damar mulai terlihat tidak sabar.
Aku menghela napas pelan mendengar jawaban Damar. Menantuku itu suka sekali ikut arisan dengan teman-teman sosialitanya.
"Mar, tolong dengarkan ibu baik-baik. Mulai besok, ibu sudah tidak bekerja lagi. Ibu sudah pensiun, Mar," tuturku, menatap Damar.
"Apa? Pensiun, Buk?" Damar tampak terkejut dengan apa yang aku ungkapkan.
"Iya, Mar. Usia ibu sudah tidak memungkinkan lagi untuk bekerja."
"Tapi kenapa Ibu tidak bicarakan dulu padaku, Buk? Harusnya Ibu meminta pendapatku terlebih dahulu. Bukan langsung main berhenti saja." Suara Damar sedikit meninggi.
Hatiku sedikit nyeri ketika mendengarnya. Kupikir Damar akan menerima keputusanku untuk berhenti bekerja. Aku sudah tua untuk terus bekerja. Terkadang aku sering sekali masuk angin di tempat kerja. Tubuhku yang sudah semakin tua, membuatku sering kecapekan dan berakhir dengan masuk angin.
"Ibu sudah tidak sanggup bekerja lagi, Mar. Ibu ingin fokus beribadah di sisa umur ibu yang tinggal sedikit ini, Mar," ucapkuu lirih sembari menundukkan kepala.
"Tapi, Buk. Bagaimana nasibku dan Feni jika Ibu sudah tidak bekerja lagi?"
Aku menatap nanar anak lelakiku itu. Ada rasa nyeri di hatiku ketika dia seakan tidak menginginkan aku untuk berhenti bekerja. Padahal aku sudah bekerja semenjak dia dan Dina masih kecil, karena suamiku meninggal saat itu. Aku pun harus terpaksa menggantikan perannya untuk mencari nafkah untuk anak-anakku.
Aku bekerja banting tulang untuk mereka. Aku bahkan tidak menikah lagi demi kebahagiaan mereka. Aku selalu menuruti keinginan mereka karena aku tidak mau membuat mereka kekurangan apapun setelah kehilangan ayah mereka.
"Ka-mu bisa mencari kerja lagi, Mar."
"Mudah sekali Ibu menyuruhku bekerja lagi. Nyari kerja itu nggak semudah yang Ibu katakan. Aku sudah mencari ke sana kemari, tapi nggak ada yang cocok buatku, Buk."
"Bukan susah, Mar. Tapi kamu yang suka pilih-pilih kerja."
Damar memang suka berganti-ganti kerja. Dia sering tidak betah di tempat kerjanya. Katanya gajinya yang kurang, perkerjaannya berat, atau bahkan karena lingkungan kerja yang tidak nyaman untuknya. Damar paling lama bertahan di tempat kerja hanya tiga bulan dan itu pun dia keluar karena menikah dengan Feni yang juga bekerja di tempat yang sama dengannya saat itu.
"Ah, sudah! Ibu banyak sekali bicara. Kalau Ibu benar-benar berhenti bekerja, Damar mau Ibu memberikan Damar modal untuk usaha, seperti Mbak Dina. Enak sekali Mbak Dina, Ibu berikan modal untuknya usaha," sungut Damar.
"Tapi ibu memberikan yang sama pada kalian, Mar. Ibu tidak membedakan kalian berdua. Kamu juga ibu beri uang untuk modal usaha. Tapi kamu malah membeli mobil dengan uang itu."
"Aku tidak mau tahu, Buk. Pokoknya Ibu harus menyediakan uang untukku!" Damar berdiri dari duduknya, kemudian dia berlalu masuk ke dalam rumah, meninggalkanku sendiri dalam kesedihan.
Aku hanya bisa menatap nanar punggung tegap milik bungsuku itu. Aku tidak menyangka jika Damar akan semarah itu hanya karena aku berhenti kerja.
Ya Allah ....
Niat hati aku ingin lebih dekat dengan-Mu di sisa umurku ini, tapi putraku sendiri malah seperti itu.
Aku mengelus dada, mencoba bersabar atas semua perilaku bungsuku itu. Aku tidak mau do'a yang jelek keluar dari bibirku untuknya. Aku teramat sangat menyayanginya. Putra satu-satunya yang kumiliki.
Aku berdiri dari duduk, kuputuskan untuk masuk ke dalam kamar. Waktu Dzuhur sudah tiba. Aku harus segera menunaikan kewajibanku.
***
Brakk.
Aku menoleh ke arah pintu ketika mendengar pintu dibuka dengan kasar. Aku sedang berbaring di ranjang setelah menunaikan Sholat, saat mendengar suara pintu terbuka.
"Ibu ... apa maksud Ibu berhenti bekerja?" Feni tiba-tiba masuk setelah pintu terbuka dengan lebar.
Aku mendesah pelan. Menantuku itu sangat tidak sopan. Dia tidak mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk ke kamar mertuanya.
"Ada apa, Fen?" tanyaku sembari bangkit dari pembaringan dan duduk di tepi ranjang.
"Kata Mas Damar, Ibu berhenti bekerja?" tanyanya dengan suara keras sekali.
"Iya, Fen. Ibu berhenti bekerja mulai hari-."
"Kenapa? Kenapa Ibu berhenti bekerja?" buru Feni memotong ucapanku.
Aku menatap Feni dengan terkejut, selama ini dia tidak pernah memotong ucapanku seperti ini. Dia selalu bersikap lembut padaku. Tapi kenapa sekarang dia berubah? Apa hanya karena aku tidak bekerja lagi hingga dia merubah sikapnya padaku? Apa ini sikap aslinya yang sebenarnya?
Ya Allah ... aku hanya bisa mengelus dada melihat menantuku itu berani kepadaku hanya karena aku berhenti bekerja. Padahal selama ini dia tidak pernah berani padaku. Dia selalu bersikap manis padaku.
Apa memang aku salah jika aku berhenti bekerja? Apa di usiaku yang sudah tidak lagi muda ini masih harus dipaksa untuk bekerja?
Diremehkan ipar? Keluarga Jihan terlalu sering diremehkan oleh kakak iparnya. Dia pun tidak diam saja saat istri dari kakak laki-lakinya itu meremehkannya
Baru beberapa hari menikah Laras sudah ditinggal oleh suaminya untuk selama-lamanya membuat Laras menyandang status janda. Fitnah pun datang silih berganti menghampirinya. Akankah Laras sanggup menghadapi fitnah yang datang karena statusnya itu?
Tak tahan hidup miskin membuat Mas Hilman tega mengkhianatiku, menghadirkan madu di pernikahan suci kami. Dengan teganya dia menikahi seorang putri dari keluarga kaya raya. Sanggupkah aku menahan kesedihan karena pengkhianatan suami yang sangat aku cintai itu?
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.
Setelah menyembunyikan identitas aslinya selama tiga tahun pernikahannya dengan Kristian, Arini telah berkomitmen sepenuh hati, hanya untuk mendapati dirinya diabaikan dan didorong ke arah perceraian. Karena kecewa, dia bertekad untuk menemukan kembali jati dirinya, seorang pembuat parfum berbakat, otak di balik badan intelijen terkenal, dan pewaris jaringan peretas rahasia. Sadar akan kesalahannya, Kristian mengungkapkan penyesalannya. "Aku tahu aku telah melakukan kesalahan. Tolong, beri aku kesempatan lagi." Namun, Kevin, seorang hartawan yang pernah mengalami cacat, berdiri dari kursi rodanya, meraih tangan Arini, dan mengejek dengan nada meremehkan, "Kamu pikir dia akan menerimamu kembali? Teruslah bermimpi."
Untuk memenuhi keinginan terakhir kakeknya, Sabrina mengadakan pernikahan tergesa-gesa dengan pria yang belum pernah dia temui sebelumnya. Namun, bahkan setelah menjadi suami dan istri di atas kertas, mereka masing-masing menjalani kehidupan yang terpisah, dan tidak pernah bertemu. Setahun kemudian, Sabrina kembali ke Kota Sema, berharap akhirnya bertemu dengan suaminya yang misterius. Yang mengejutkannya, pria itu mengiriminya pesan teks, tiba-tiba meminta cerai tanpa pernah bertemu dengannya secara langsung. Sambil menggertakkan giginya, Sabrina menjawab, "Baiklah. Ayo bercerai!" Setelah itu, Sabrina membuat langkah berani dan bergabung dengan Grup Seja, di mana dia menjadi staf humas yang bekerja langsung untuk CEO perusahaan, Mario. CEO tampan dan penuh teka-teki itu sudah terikat dalam pernikahan, dan dikenal tak tergoyahkan setia pada istrinya. Tanpa sepengetahuan Sabrina, suaminya yang misterius sebenarnya adalah bosnya, dalam identitas alternatifnya! Bertekad untuk fokus pada karirnya, Sabrina sengaja menjaga jarak dari sang CEO, meskipun dia tidak bisa tidak memperhatikan upayanya yang disengaja untuk dekat dengannya. Seiring berjalannya waktu, suaminya yang sulit dipahami berubah pikiran. Pria itu tiba-tiba menolak untuk melanjutkan perceraian. Kapan identitas alternatifnya akan terungkap? Di tengah perpaduan antara penipuan dan cinta yang mendalam, takdir apa yang menanti mereka?
"Meskipun merupakan gadis yatim piatu biasa, Diana berhasil menikahi pria paling berkuasa di kota. Pria itu sempurna dalam segala aspek, tetapi ada satu hal - dia tidak mencintainya. Suatu hari setelah tiga tahun menikah, dia menemukan bahwa dia hamil, tetapi hari itu juga hari suaminya memberinya perjanjian perceraian. Suaminya tampaknya jatuh cinta dengan wanita lain, dan berpikir bahwa istrinya juga jatuh cinta dengan pria lain. Tepat ketika dia mengira hubungan mereka akan segera berakhir, tiba-tiba, suaminya tampaknya tidak menginginkannya pergi. Dia sudah hampir menyerah, tetapi pria itu kembali dan menyatakan cintanya padanya. Apa yang harus dilakukan Diana, yang sedang hamil, dalam jalinan antara cinta dan benci ini? Apa yang terbaik untuknya?"
Yahh saat itu tangan kakek sudah berhasil menyelinap kedalam kaosku dan meremas payudaraku. Ini adalah pertama kali payudaraku di pegang dan di remas langsung oleh laki2. Kakek mulai meremas payudaraku dengan cepat dan aku mulai kegelian. “ahhhkkk kek jangannnhh ahh”. Aku hanya diam dan bingung harus berbuat apa. Kakek lalu membisikkan sesuatu di telingaku, “jangan berisik nduk, nanti adikmu bangun” kakek menjilati telingaku dan pipiku. Aku merasakan sangat geli saat telingaku di jilati dan memekku mulai basah. Aku hanya bisa mendesah sambil merasa geli. Kakek yang tau aku kegelian Karena dijilati telinganya, mulai menjilati telingaku dengan buas. Aku: “ahhkkk ampunnn kek, uddaahhhhh.” Kakek tidak memperdulikan desahanku, malah ia meremas dengan keras payudaraku dan menjilati kembali telingaku. Aku sangat kegelian dan seperti ingin pipis dan “crettt creettt” aku merasakan aku pipis dan memekku sangat basah. Aku merasa sangat lemas, dan nafasku terasa berat. Kakek yang merasakan bila aku sudah lemas langsung menurunkan celana pendekku dengan cepat. Aku pun tidak menyadarinya dan tidak bisa menahan celanaku. Aku tersadar celanaku sudah melorot hingga mata kakiku. Dan tiba2 lampu dikamarku menyala dan ternyata...
Dua tahun lalu, Regan mendapati dirinya dipaksa menikahi Ella untuk melindungi wanita yang dia sayangi. Dari sudut pandang Regan, Ella tercela, menggunakan rencana licik untuk memastikan pernikahan mereka. Dia mempertahankan sikap jauh dan dingin terhadap wanita itu, menyimpan kehangatannya untuk yang lain. Namun, Ella tetap berdedikasi sepenuh hati untuk Regan selama lebih dari sepuluh tahun. Saat dia menjadi lelah dan mempertimbangkan untuk melepaskan usahanya, Regan tiba-tiba merasa ketakutan. Hanya ketika nyawa Ella berada di tepi kematian, hamil anak Regan, dia menyadari, cinta dalam hidupnya selalu Ella.