/0/13987/coverbig.jpg?v=c695352a56d977328484dea27a4c3f1b)
"Bantu aku mengambil kembali Harmony's Jade yang telah dicuri." Kenath menyingkirkan tangan Valentina yang terus berkeliaran di lehernya. "Bagaimana jika aku menolaknya? Apa yang akan terjadi?" "Timbangan langit menjadi tidak stabil. Dan lapisan pelindung dua alam perlahan akan hancur, kemudian pertempuran antar umat manusia dengan makhluk bawah ... akan terjadi." ---- Rentetan hal-hal di luar nalar Kenath alami, semenjak pertemuannya dengan seorang vampire wanita di rumah lama kakeknya. Ditambah lagi, hilangnya batu permata hijau Harmony's Jade. Membuat dunia Alamiya dan Netheria berada diambang perpecahan. Mampukah Kenath membantu Valentina mengembalikan benda hijau tersebut?
Pemuda dengan gelang biru muda itu melintasi jalan-jalan kota dengan lincah. Dia melompat dari atap ke atap, menavigasi jalan-jalan sempit, dan meluncur melintasi pagar-pagar tinggi. Dia tak pernah melewatkan kesempatan untuk menggabungkan gerakan parkour yang indah dengan keindahan arsitektur yang ada di sekelilingnya. Dia dapat merasakan kebebasan yang tak terbatas dan adrenalin yang melonjak.
"Kenath!"
Kenath Avery Janson, pemuda itu menoleh kesumber suara dengan napas naik turun. Dia tersenyum lebar dan turun dari tempatnya kini.
"Hai, paman Harry," sapa Kenath.
"Kau masih melakukan itu?"
"Melakukan apa?"
Harry mendesah pelan. "Loncat loncat seperti ninja." Ucapan pria 37 tahun itu membuat Kenath tertawa.
"Mau bagaimana lagi?" Tangan pemuda itu merangkul pria yang tingginya lebih pendek dari dia.
"Kau sudah menemui ibumu bulan ini?" Keduanya berjalan beriringan di sepanjang jalan itu.
Kenath tersenyum memandang langit yang sedikit mendung. "Belum."
Harry melepaskan rangkulan pemuda itu. "Dengar dengar, kau ingin pindah?" tanya Harry, "ke mana?"
Kenath menoleh ke arah Harry lalu menjawab, "Astarasidhi." Pemuda itu tersenyum kembali. Namun tidak setinggi tadi. "Aku akan tinggal di rumah milik kakek."
"Apa masih layak dihuni?" Harry menatap Kenath tidak yakin. "Pasti sudah lama sekali tidak diurus."
Kenath kembali mengalihkan pandangannya. Kedua tangan pemuda itu dimasukkan ke dalam kantung celana. "Tidak apa-apa, aku pandai memperbaiki sesuatu."
Kenath tertawa kecil mendengar decihan dari Harry. Pria itu menatap Kenath penuh harap. "Aku harap kau dapat melawan perasaan itu."
"Hmm."
Langkah Harry terhenti di depan sebuah rumah sederhana berwarna biru. "Aku bersungguh-sungguh, Kenath."
"Semoga." Kenath tersenyum kecil.
"Kapan kau akan pindah?" tanya Harry.
"Besok mungkin."
Harry menghela napasnya. "Aku tidak dapat membantumu, besok ada perayaan ulang tahun sepupu Lidia."
Kenath tersenyum seraya menepuk-nepuk pundak Harry. "Tidak apa, aku bisa melakukannya sendiri. Berikan salamku untuk bibi Lidia."
"Iya, pasti." Tatapan pria itu mengarah pada langit ketika merasakan satu tetesan air di wajahnya. "Sepertinya sebentar lagi akan hujan, kau mau mampir dulu?" Terlihat jelas raut khawatir Harry. Orang yang dia khawatirkan justru menggeleng dengan senyum di wajahnya.
"Aku masih ingin berkeliling untuk terakhir kalinya di sini."
"Kau yakin?"
Kenath mengangguk, dan pergi meninggalkan pria itu dengan raut wajah cemas masih tergambar di sana.
Napas pemuda itu mulai tak beraturan, seiring angin kencang mulai menyapa pori-pori nya. Dia menghela napas berat, melepaskan segala beban yang menumpuk di jiwanya.
Saat Kenath melewati sebuah halte bus, di kawasan sepi Kota Nebula. Tatapannya terkunci pada seorang gadis dengan rambut hitam panjang yang tak beraturan lagi.
"Kau tidak melihat berita?" tanya Kenath yang kini sudah berada di hadapan gadis itu, "halte ini sudah diberhentikan oprasionalnya perhari ini."
"Aku tahu."
"Lalu kenapa masih di sini?"
"Aku ingin di sini menunggu ajal menjemput."
Kenath terdiam sejenak dengan tatapan datarnya. Dia memandangi gadis itu dari atas sampai bawah, keadaannya sangat kacau sekali.
"Kenapa? Kau tidak takut dengan kematian dan neraka?"
Gadis itu menatap langsung ke mata coklat itu. "Kenapa harus takut? Hidupku saat ini sudah seperti neraka."
"Baiklah." Kenath mengangguk. "Akan ku percepat prosesnya."
.
.
.
"Hey, hey. Kau sudah mendengar berita itu?"
Sekumpulan ibu-ibu tengah bergerumung di depan sebuah rumah bercat hijau. Beberapa dari kumpulan ibu-ibu itu memakai jaket tebal, karena pagi ini cukup dingin karena langit yang mendung.
"Ada seorang gadis terbunuh dalam posisi terduduk di halte," ujar seorang wanita berambut panjang tergerai dengan dress polkadot yang dia kenakan, "kata suamiku, lehernya robek dibagian depan, dan darahnya keluar deras dari sana." Wanita itu memeluk dirinya sendiri seraya bergidik ngeri.
"Bagaimana mungkin seorang dokter spesialis kesuburan justru mandul?!" Felicia Hera adalah seorang dokter yang sudah berhenti bekerja semenjak menikah dan fokus mengabdi kepada suaminya. Namun, Felicia tidak kunjung dapat memberikan anak hingga suaminya berselingkuh dengan wanita lain. Dia bahkan menceraikan Felicia. Pada saat yang sama, Felicia kembali meniti karir kedokterannya dan pasien pertamanya justru mengajak Felicia untuk berhubungan demi membuktikan kesuburan Felicia. Hingga tepat setelah melakukannya, Felicia menghilang. Lima tahun kemudian, Felicia kembali ke tanah air membawa seorang anak perempuan yang cantik jelita. Hingga masalah datang saat ternyata direktur di rumah sakit barunya adalah ayah dari anaknya! Bagaimana Felicia menyembunyikan identitasnya? Tahukah dia, bahwa pria dingin itu telah memburu Felicia selama lima tahun terakhir?
Chelsea mengabdikan tiga tahun hidupnya untuk pacarnya, tetapi semuanya sia-sia. Dia melihatnya hanya sebagai gadis desa dan meninggalkannya di altar untuk bersama cinta sejatinya. Setelah ditinggalkan, Chelsea mendapatkan kembali identitasnya sebagai cucu dari orang terkaya di kota itu, mewarisi kekayaan triliunan rupiah, dan akhirnya naik ke puncak. Namun kesuksesannya mengundang rasa iri orang lain, dan orang-orang terus-menerus berusaha menjatuhkannya. Saat dia menangani pembuat onar ini satu per satu, Nicholas, yang terkenal karena kekejamannya, berdiri dan menyemangati dia. "Bagus sekali, Sayang!"
Kisah seorang ibu rumah tangga yang ditinggal mati suaminya. Widya Ayu Ningrum (24 Tahun) Mulustrasi yang ada hanya sebagai bentuk pemggambran imajinasi seperti apa wajah dan bentuk tubuh dari sang pemain saja. Widya Ayu Ningrum atau biasa disapa Widya. Widya ini seorang ibu rumah tangga dengan usia kini 24 tahun sedangkan suaminya Harjo berusia 27 tahun. Namun Harjo telah pergi meninggalkan Widy sejak 3 tahun silam akibat kecelakaan saat hendak pulang dari merantau dan karna hal itu Widya telah menyandang status sebagai Janda di usianya yang masih dibilang muda itu. Widya dan Harjo dikaruniai 1 orang anak bernama Evan Dwi Harjono
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Dokter juga manusia, punya rasa, punya hati juga punya birahi