5 tahun menikah, aku tak kunjung hamil. Hingga mertua dan mas Adam tak pernah menganggapku ada, dan dicap sebagai beban suami. Aku bangkit dari hinaan itu, dan berhasil membungkam mulut mereka. Akankah Mela memaafkan suami dan juga mertuanya? Memberi kesempatan atau memilih untuk terlepas dari mereka?
"Mela ... Mela!" Terdengar teriakan yang memenuhi ruangan, aku yang sedang memasak dengan terpaksa mematikan kompor gas, berlari menghampiri sumber suara.
Kulihat wajah seorang wanita paruh baya yang menatapku sinis, tangannya terlipat di depan dada.
"Iya Bu, ada apa?" tanyaku sedikit menundukkan pandangan.
"Kemana aja sih, di panggil dari tadi."
"Aku lagi masak, Bu."
"Alasan aja."
"Ibu perlu sesuatu?" tanyaku yang ingin mengakhiri suasana yang tak nyaman ini, hampir setiap hari aku mendapatkan perlakuan yang kurang mengenakkan dari ibu. Walau aku sudah menjadi menantunya selama lima tahun, dan berusaha mengambil hatinya, tetap saja dia tidak menyukaiku dan selalu salah dimatanya.
"Cuciin baju kotor Ibu, sudah menumpuk di keranjang!" titahnya yang membuatku sedikit terkejut.
"Baru kemarin aku cuci, masa sudah menumpuk lagi." Sedikit ada nada protes dan kesal pada ibu, pekerjaan apapun selalu saja komplain dan tidak pernah benar. Mencuci ulang sama saja memberikan tambahan pekerjaan padaku, padahal aku butuh sekali beristirahat karena tenagaku selalu diforsir.
"Kamu cucinya gak benar. Seharusnya pakaian itu siap dicuci wangi, tapi ini malah apek."
Aku menghela nafas, bagaimanapun aku protes tetap tak akan pernah menang melawan ibu mertuaku. "Iya Bu, nanti aku cuci. Sekarang aku masak dulu!"
"Bisa cuci pakaian sambil memasak, pakai mesin cuci sana!"
"Mesin cucinya lagi rusak Bu, belum diperbaiki," jawabku yang sudah tidak ingin berdebat, segera pergi dari sana dan kembali memasak sebelum suamiku pulang.
Aku tak memperdulikan perkataan ibu yang terus menyalahkan aku, sudah biasa membuatku kebal. Aku melakukan semuanya seorang diri, seorang istri tapi rasa pembantu. Aku mengabdikan diriku pada pada keluarga suamiku, tinggal satu atap dengan ibu mertua dan juga ipar sangatlah menyiksa. Sudah berulang kali aku meminta pindah, kontrak atau menyewa pada mas Adam. Tapi seakan dia tuli dan tidak ingin pernah mendengar permintaanku, katanya lebih menghemat biaya.
Semua pekerjaan rumah sudah aku selesaikan, inilah waktuku untuk beristirahat dan mandi sebelum kepulangan mas Adam.
Aku melihat Nisa yang baru pulang dari sekolah, melempar tas dan sepatu sembarang arah membuatku menghela nafas. Adik iparku itu selalu saja tak peka kalau aku sudah sangat capek dengan ulahnya. "Itu tempat sepatu dan gantung tasmu di kamarmu!" ucapku yang menunjuk rak sepatu.
Nisa menatapku dengan wajah yang dongkol. "Baru pulang sekolah sudah diceramahi, setidaknya aku pulang berikan minum atau makanan."
"Kamu itu anak gadis, seharusnya seusiamu sudah bisa berbenah dan meletakkan barang-barangmu sendiri pada tempatnya. Kalau minum ambil di dapur, kalau lapar ambil makan sendiri," balasku yang sudah muak dengannya.
"Stop Mbak, aku gak suka diceramahi. Kalau mau ceramah di masjid sana, bukan disini." Nisa berlalu pergi masuk ke dalam kamarnya, dengan sengaja menutup pintu dengan keras untuk memperlihatkan kemarahannya.
"Dasar gadis manja," lirih pelan ku sambil menggelengkan kepala. Aku sangat merindukan kehidupan dulu sebelum menikah, melakukan apapun yang aku inginkan. Setelah menikah, jangankan untuk bersenang-senang, tiada hari berbenah rumah, dan mengerjakan pekerjaan rumah layaknya seorang pembantu, melakukan kesalahan dicap tidak becus sebagai istri. Kadang aku berpikir, sebenarnya apa arti keberadaanku disini?
"Assalamu'alaikum," ucap seseorang yang langsung mengalihkan perhatianku.
"Wa'alaikumsalam," jawabku sambil meraih tas mas Adam dan mencium punggung tangannya dengan hormat.
"Kamu masak apa hari ini?" tanya mas Adam sambil melonggarkan dasi yang mencekik lehernya, melangkah masuk ke dalam rumah dan aku mengikutinya dari belakang.
"Tumis kangkung campur tahu dan teri, juga semur ayam campur jengkol." Aku memasak menu kesukaannya karena uang belanja di berikan kemarin, jadi aku bisa menyajikan menu terbaik.
"Pasti enak, aku sudah lapar."
Aku tersenyum dan menggiring mas Adam menuju meja makan, kupanggil Nisa dan ibu untuk ikut makan bersama.
Mereka sangat tergoda dengan menu masakanku, tapi ibu sepertinya tidak begitu. Ku perhatikan raut wajah ibu, dan sangat penasaran mengapa belum juga mengisi piringnya.
"Ayo makan, Bu!" tawarku.
"Mana rendang daging sapi sama dendengnya?" tanya ibu penuh harap.
Laparku seketika menghilang, permintaan tinggi yang tidak sanggup aku gapai. Keuangan kami memang cukup, tapi aku tak bisa selalu menyajikan menu yang diinginkan ibu. "Menu itu juga gak kalah enak kok Bu, lain kali aja ya." Aku berusaha membujuknya, berharap ibu mengerti dengan harga daging sapi yang mahal, tak mungkin setiap hari aku memasaknya.
"Ibu tidak mau makan!" tolaknya yang mendorong piring kosong itu, beranjak dari kursinya seraya berlalu pergi.
"Mbak harusnya masak makanan kesukaan Ibu," celetuk Nisa yang menatapku kesal.
"Setidaknya kita bisa makan, makan apa yang aku masak! Nanti kalau lapar Ibu juga pasti makan," balasku bernada tegas.
Gaji mas Adam empat juta, aku mengaturnya dengan baik. Satu juta untuk sekolah Nisa, dan sisanya untuk belanja dapur, juga biaya pengobatan ibu. Hanya tersisa sedikit, aku menabungnya tanpa ada yang tahu, uang yang nantinya di pergunakan di masa sulit.
Setelah makan, seperti biasa aku mencuci piring. Aku melihat mereka semua berada di ruang tamu, berbicara serius hingga aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan.
Sudah lima tahun menikah, aku belum juga dikaruniai seorang anak. Hal itulah membuat ibu tidak menyukaiku, namun aku selalu bersikap sabar dan sabar sambil mengharapkan garis dua. Aku sudah banyak melakukan upaya agar hamil, namun hasilnya selalu saja mengecewakan.
Aku iri dengan teman-temanku yang punya anak dan disayang mertua, jangankan keluarga suamiku, bahkan mas Adam juga cuek dengan kehadiranku yang seperti tak terlihat di rumah ini.
Di malam hari, aku menutup pintu kamar seraya naik ke atas tempat tidur. Aku melingkarkan tangan memeluk mas Adam, rasa lelahku menghilang dengan menghabiskan waktu dengannya.
"Ada yang ingin aku bicarakan!" ucap mas Adam yang menoleh ke arahku dengan serius.
"Iya Mas, katakan saja!"
"Bulan depan, semua gajiku akan di pegang ibu. Kamu tidak perlu mengatur pengeluaran lagi," katanya yang membuatku menautkan kening.
"Kamu bercanda, Mas?"
"Gak, aku serius."
"Gak bisa gitulah, Mas. Selama ini aku yang mengaturnya, mengapa tiba-tiba ibu yang memegang uang gaji kamu."
"Ibu tidak ingin kamu capek memikirkan pengeluaran, sekarang kamu tinggal membereskan rumah, dan mengerjakan yang lainnya."
"Terserah kamu aja, Mas." Aku tak ingin berdebat, membiarkan ibu memegang gaji mas Adam. Aku ingin lihat, bagaimana dia mengolahnya, yang bahkan aku sampai pusing. "Mas, kita program kehamilan lagi ya," bujukku.
"Kita selalu ikut program, tapi tidak ada hasilnya. Percuma ikut, hanya buang-buang uang." Mas Adam meninggikan suaranya membuat aku tersentak kaget, tak terasa air mataku menetes dengan sendirinya.
"Kita coba sekali lagi, kalau gagal? Aku pasrah."
"Kalau kita gagal, maka kamu harus mengizinkan aku menikah lagi!"
"A-apa?"
Semenjak kematian ibunya, Kenzo merawat ketiga adik perempuan atas usaha dan kerja kerasnya. Namun, dia paling menyayangi Aruna, adik bungsunya. Aruna meminta dia untuk menikah, demi menghilangkan kesepian, permintaan yang langsung di turuti Kenzo. Siapa sangka bila sang istri punya rahasia besar, tapi adiknya juga punya hal yang mengejutkannya. Kenzo yang bimbang memilih antara cinta dan juga adiknya. Apakah dia akan mengusir salah satu dari kehidupannya? Atau mencoba berdamai dengan keadaan?
Selin begitu mencintai suaminya, hingga tak sengaja melihat Edward yang menghabiskan waktu di pusat perbelanjaan bersama dengan wanita lain. Dia sangat patah hati dan juga kecewa, tapi tetap mempertahankan rumah tangga yang baru berjalan lima tahun. Mampukah dia bertahan dengan merubah penampilan lebih menarik dari sang pelakor? Ataukah berhenti berjuang demi harga diri yang sudah di injak sang suami?
Novel ini berisi kumpulan beberapa kisah dewasa terdiri dari berbagai pengalaman percintaan panas dari beberapa tokoh dan karakter yang memiliki latar belakang keluarga dan lingkungan rumah, tempat kerja, profesi yang berbeda-beda serta berbagai kejadian yang diaalami oleh masing-masing tokoh utama dimana para tokoh utama tersebut memiliki pengalaman bercinta dan bergaul dengan cara yang unik dan berbeda satu sama lainnya. Suka dan duka dari tokoh-tokoh yang ada dalam cerita ini baik yang protagonis maupun antagonis diharapkan mampu menghibur para pembaca sekalian. Semua cerita dewasa yang ada pada novel kumpulan kisah dewasa ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga menambah wawasan kehidupan percintaan diantara insan pecinta dan mungkin saja bisa diambil manfaatnya agar para pembaca bisa mengambil hikmah dari setiap kisah yan ada di dalam novel ini. Selamat membaca dan selamat menikmati!
Setelah tiga tahun menikah, Becky akhirnya bercerai dengan suaminya, Rory Arsenio. Pria itu tidak pernah mencintainya. Dia mencintai wanita lain dan wanita itu adalah kakak iparnya, Berline. Suatu hari, sebuah kecelakaan terjadi dan Becky dituduh bertanggung jawab atas keguguran Berline. Seluruh keluarga Arsenio menolak untuk mendengarkan penjelasannya, dan mengutuknya sebagai wanita yang kejam dan jahat hati. Rory bahkan memaksanya untuk membuat pilihan: berlutut di depan Berline untuk meminta maaf, atau menceraikannya. Yang mengejutkan semua orang, Becky memilih yang terakhir. Setelah perceraian itu, Keluarga Arsenio baru mengetahui bahwa wanita yang mereka anggap kejam dan materialistis itu sebenarnya adalah pewaris keluarga super kaya. Rory juga menyadari bahwa mantan istrinya sebenarnya menawan, cantik, dan percaya diri dan dia jatuh cinta padanya. Tapi semuanya sudah terlambat, mantan istrinya tidak mencintainya lagi .... Namun, Rory tidak menyerah dan tetap berusaha memenangkan hati Becky. Apakah Becky akan goyah dan kembali ke sisinya? Atau akankah pria lain masuk ke dalam hatinya?
Warning !! Cerita Dewasa 21+.. Akan banyak hal tak terduga yang membuatmu hanyut dalam suasana di dalam cerita cerita ini. Bersiaplah untuk mendapatkan fantasi yang luar biasa..
ADULT HOT STORY 🔞🔞 Kumpulan cerpen un·ho·ly /ˌənˈhōlē/ adjective sinful; wicked. *** ***
Nadia Pamungkas saat ini sedang mengenyam bangku kuliah di Jakarta, dia pikir ide kedua orang tuanya menyuruh tinggal bersama kakak Tasya bukanlah suatu ide buruk. Namun ternyata Ini merupakan malapetaka besar bagi dirinya juga keluarganya terutama kak Tasya. Tasya menikah dengan Aldo pria blasteran Indo Jerman, karena dulu Tasya kuliah di Jerman keduanya akhirnya bertemu kemudian menikah. Kini keduanya sama-sama bekerja di salah satu perusahaan besar di Jakarta. Awalnya tampak biasa, Nadia pun merasakan tidak ada yang janggal dengan suami kakaknya dia begitu baik dan perhatian beda dengan kakaknya yang selalu sibuk, namun semakin lama Aldo berubah dia menunjukkan ketertarikannya pada Nadia, hingga pada akhirnya mereka melakukan satu kesalahan besar. Bagaimana kisah selanjutnya?
"Tanda tangani surat cerai dan keluar!" Leanna menikah untuk membayar utang, tetapi dia dikhianati oleh suaminya dan dikucilkan oleh mertuanya. Melihat usahanya sia-sia, dia setuju untuk bercerai dan mengklaim harta gono-gini yang menjadi haknya. Dengan banyak uang dari penyelesaian perceraian, Leanna menikmati kebebasan barunya. Gangguan terus-menerus dari simpanan mantan suaminya tidak pernah membuatnya takut. Dia mengambil kembali identitasnya sebagai peretas top, pembalap juara, profesor medis, dan desainer perhiasan terkenal. Kemudian seseorang menemukan rahasianya. Matthew tersenyum. "Maukah kamu memilikiku sebagai suamimu berikutnya?"