Unduh Aplikasi panas

Membaca ternyata suamiku petani kaya raya novel online gratis | Ulasan buku

Ulasan Buku Bakisah.com 2024-04-30 18:49:48 6

Membaca ternyata suamiku petani kaya raya novel online gratis | Ulasan buku

Dalam buku bertajuk "Ternyata Suamiku Petani Kaya Raya" yang ditulis oleh Maulina Fikriyah, kita disuguhkan dengan sebuah ironi dalam kata-kata sinis yang pernah terdengar bagi Delia: "Mending jadi perawan tua daripada menikah sama petani, Delia. Sudahlah miskin, gak punya masa depan, untuk apa kamu menghabiskan masa tua dengan pria seperti itu, bodoh!" Namun, keputusan menerima lamaran seorang anak petani malah mengubah hidup Delia secara tak terduga. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Intrik hubungan sosial dan kisah transformasi hidup Delia menjadi sorotan utama dalam cerita yang sarat dengan kejutan dan pertanyaan filosofis tentang kehidupan dan pilihan.

Bagian 1: Anda mungkin juga menyukai buku yang sejenis dengan ternyata suamiku petani kaya raya

Jika Anda menyukai novel roman cerita dewasa, saya merekomendasikan 6 buku mirip "ternyata suamiku petani kaya raya".

Sang Pengantin Pengganti: Membuat Kenangan Tentang Kita

Sang Istri Pengganti: Menikahi CEO Miliarder

Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati

Baca Sekarang

Baca Sekarang

Baca Sekarang

Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali

Baca Sekarang

Baca Sekarang

Baca Sekarang

Bagian 2 : Sinopsis Novel Lengkap "ternyata suamiku petani kaya raya"

"Mending jadi perawan tua daripada menikah sama petani, Delia. Sudahlah miskin, gak punya masa depan, untuk apa kamu menghabiskan masa tua dengan pria seperti itu, bodoh!" Menerima lamaran anak petani nyatanya membuat kehidupan Delia nyaris sempurna. Bagaimana bisa?

Bagian 3: Karakter utama ternyata suamiku petani kaya raya

Perempuan (Delia): Delia, dikritik karena menerima lamaran seorang petani, dianggap akan memiliki masa depan suram jika menikah dengannya. Namun, keputusannya tersebut membawa perubahan besar dalam hidupnya.

Bagian 4: Bab paling populer dari ternyata suamiku petani kaya raya

TERNYATA SUAMIKU PETANI KAYA RAYA Datangnya lamaran

"Apa pekerjaan kamu, Haikal?"

Haikal melirik Delia yang juga tengah menatapnya risau.

"Saya ... membantu Bapak dan Emak di sawah, Bu," jawabnya.

"Petani?" pekik Bu Sarah terkejut. "Kamu seorang petani, Haikal?"

Haikal mengangguk ragu sembari melirik Delia. Wajah Bu Sarah yang tetiba menegang membuat debar jantung Delia berdetak tak karuan. Wanita cantik dengan make up tipis itu menautkan sepuluh jemarinya. Risau. Delia  bisa menangkap jawaban yang akan Bu Sarah lontarkan melalui mimik wajah Sang Ibu.

"Ibu tidak menyangka kalau pria yang akan kamu kenalkan pada kami adalah seorang petani, Del." Bu Sarah menarik ujung bibirnya sinis. "Kamu ini sarjana, Delia, lulusan terbaik di Universitas Surabaya. Bisa-bisanya bawa calon suami yang ...." Perkataan Bu Sarah terhenti. "Astaga ... dia tidak punya pekerjaan, Delia!"

"Maaf, Bu ... tapi saya bekerja."

"Iya, tau! Bekerja sebagai petani kan?" Bu Sarah terkekeh. "Bagi keluarga kami, petani itu bukan pekerjaan, Haikal. Pekerjaan itu yang bergaji tinggi. Kalau cuma membantu di sawah, itu bukanlah pekerjaan. Gak ada duitnya," kata Bu Sarah sarkas.

"Bu ...."

"Ibu bicara benar, Del. Petani itu gak punya masa depan, mau jadi apa kamu kalau menikah sama Haikal?"

Haikal menatap Delia yang sedang menunduk menyembunyikan wajah. Cairan bening bergelayut di mata Delia, tidak menyangka jika Sang Ibu akan mempermasalahkan pekerjaan pria yang dicintainya.

"Tidak masalah meskipun petani, Bapak setuju," ucap Pak Handoko, berhasil membuat Delia mengangkat kepalanya. "Uang bisa mereka cari berdua, Bu. Bapak yakin kalau Haikal ini pria baik," imbuhnya.

"Baik saja tidak cukup,"sahut Bu Sarah ketus. "Jaman sekarang menikah butuh duit, Pak! Bapak mau Delia menikah secara sederhana karena calon suaminya yang tidak mampu?"

Pak Handoko menatap Delia lamat-lamat. Pria paruh baya itu paham sekali dengan sifat Delia. Tidak mungkin bungsunya itu membawa seorang pria tanpa pertimbangan yang matang. Pak Handoko mengerti, Delia tidak salah pilih.

"Mending jadi perawan tua daripada menikah sama petani, Delia. Sudahlah miskin, gak punya masa depan, buat apa kamu menghabiskan masa tua dengan pria seperti itu, bodoh!" Suara Fatimah bagai belati yang menggores hati.

Delia melayangkan tatapan sengit pada kakak keduanya. Fatimah. Wanita berusia matang yang seharusnya sekarang sudah menikah. Namun sayang, terlalu pemilih membuatnya sulit mendapatkan pria yang bisa mendampingi hidupnya. Apalagi mulutnya yang pedas membuat beberapa pria memilih mundur sebelum cacian dan hinaan keluar dari bibir Fatimah yang merona.

"Saya akan bertanggung jawab penuh atas hidup Delia, Pak, Bu ... Insya Allah, saya akan berusaha membahagiakan dia, saya berjanji."

Bu Sarah mencebik sementara Fatimah terlihat sedang tertawa lirih. Geli mendengar janji yang Haikal lontarkan.

"Pokoknya Ibu tidak setuju!" ucap Bu Sarah lantang. "Bapak tidak bisa memaksa Ibu, sekali Ibu tidak merestui maka selamanya akan begitu."

"Amit-amit punya ipar petani, kalau Bapak terima lamaran dia, fix ... Bapak mau kita semua malu."

"Pekerjaan Haikal tidak hina, Nduk," ujar Emak Karti yang sudah terlalu lama diam. "Uang yang dia dapatkan juga halal," imbuhnya.

"Halal juga kalau sedikit gak bisa bikin bahagia," timpal Fatimah ketus.

Emak menggenggam jemari Haikal dengan sangat erat. Hatinya berdenyut nyeri, namun apa yang bisa ia lakukan, Haikal memanglah hanya seorang petani. Juga anak petani.

👉👉📕Klik di sini untuk membaca bab populer lainnya📖

TERNYATA SUAMIKU PETANI KAYA RAYA Membela calon suami petani?

"Ibu tidak mau menganggapmu sebagai anak jika kamu menerima lamaran Haikal, Delia. Pikirkan itu!"

"Jaga bicaramu, Bu!" Pak Handoko lagi-lagi menghardik. "Kedatangan Haikal dan keluarganya kemari dengan maksud dan tujuan yang baik. Tidak bisakah kamu menjaga sikap dan ucapan?"

"Menjaga sikap untuk anak petani, untuk apa, Pak?" Bu Sarah berseru marah. "Sampai kapanpun, Ibu tidak akan mengijinkan Delia menikah dengan pria miskin."

Delia dibuat geleng-geleng dengan sikap Ibunya yang angkuh. Harta dunia sudah membutakan mata hati Bu Sarah.

"Kalau saja Haikal dan keluarganya bukan orang baik-baik, mereka pasti tidak segan-segan menghardik balik kita semua, Bu," ucap Pak Handoko lemah. "Lagipula kita bukanlah keluarga kaya raya. Untuk apa menghina orang lain sementara hidup kita saja biasa-biasa saja begini?"

"Bapak sangat yakin jika Haikal adalah pria baik dan juga bertanggung jawab. Lihatlah, dari banyaknya kalimat hinaan dan cibiran yang Ibu lontarkan, mereka masih mampu menahan diri untuk tidak membalas kata-kata pedas kalian semua. Bapak malu, Bu ... Bapak sangat malu dengan kelakuan Ibu."

Bu Sarah melengos. Bibirnya mencebik mendengar sang suami begitu membela Haikal. Sementara Fatimah terlihat menguap, malas menanggapi lamaran dari pria miskin untuk adiknya.

"Lagipula apa yang salah dengan lamaran Haikal? Dia datang kemari bersama Bapak dan Ibunya. Berbicara sopan mengutarakan niat untuk melamar putri kita. Kenapa Ibu justru ...."

"Dengan dia datang kemari, itu sudah sangat salah, Pak," sela Jaka sengit. "Bapak kenapa sih, hah? Dia itu petani, Pak. Tidak punya pekerjaan, miskin, tidak memiliki masa depan. Kenapa kekeuh sekali mau menerima lamarannya untuk Delia? Bapak mau Delia hidup menderita lalu segala kebutuhan dia harus kita yang menanggung?"

"Dih, ogah banget!" sahut Meisya sinis.

"Kalau sampai Delia masih saja nekat mau menikah dengan pria kere itu, jangan harap aku dan istriku mau membantunya jika suatu hari nanti dia mengalami kesulitan. Haram duitku masuk ke dalam perut mereka!"

"Bagaimana jika keadaannya terbalik?" Delia berbicara setengah tersenyum sinis. "Bagaimana jika ternyata suatu hari nanti Mas dan Mbak Meisya yang mengalami kesulitan? Bolehkah aku juga mengatakan hal yang sama? Haram duit kami masuk ke dalam perut kalian. Bagaimana?"

"Kamu benar-benar sudah kehilangan akal, Del." Jaka tertawa lebar. "Kau pikir hal seperti itu mungkin terjadi?" Jaka menaikkan satu alis sambil menatap Haikal dengan tatapan remeh. "Coba saja terima lamaran pria itu, lalu buktikan apakah aku ... atau kamu yang akan menderita. Kau pikir enak menikah dengan orang miskin? Bodoh!"

Delia meraup udara dengan rakus. Cukup. Cukup sudah dia membiarkan Haikal dan kedua orang tuanya menerima banyak cacian dari keluarganya. Bukan ingin membangkang pada Ibu, namun pria yang Jaka rekomendasikan saat itu adalah pria yang sudah beristri. Kaya. Tapi bukankah jauh lebih bodoh dan gila lagi jika dia menerima lamaran pria yang sudah menikah? Delia bukan wanita murahan yang mau-mau saja dijadikan istri kedua. Sekalipun dengan iming-iming harta yang bergelimang.

👉👉📕Klik di sini untuk membaca bab populer lainnya📖

TERNYATA SUAMIKU PETANI KAYA RAYA Memperjuangkan Perasaan

"Jangan membangkang Ibu, Delia!" bentak Bu Sarah lantang. "Kau pikir pernikahan bisa bahagia tanpa restu Ibu, hah?"

"Bapak merestui dan menerima lamaran Haikal," sahut Pak Handoko tegas. "Kalau Ibu menolak memberi restu, itu bukan salah Delia. Keputusan Bapak sudah final, lamaran Haikal Bapak terima."

Emak Karti dan Pak Gani mengusap wajah tua mereka sembari mengucap syukur. Beruntung Pak Handoko sangat membela Haikal sehingga pasangan yang usianya sudah renta itu sedikit merasa tenang.

"Pak, jangan keterlaluan ...."

"Bapak tidak mau berdebat lagi, Bu," sela Pak Handoko. "Kalau Ibu tidak setuju dengan keputusan Bapak, jangan berada disini, masuklah ke dalam kamar!"

Bu Sarah mencebik. Geram. Di depan orang asing Pak Handoko mempermalukan dirinya. Fatimah dan Meisya saling sikut. Dua wanita yang usianya tidak terpaut itu jauh itu sama-sama mengedikkan bahu. Merasa aneh dengan keputusan yang Pak Handoko berikan.

"Bapak yakin? Aku ingatkan lagi, Pak ... dia cuma petani loh," kata Jaka remeh. "Cuma pe--ta--ni!"

Pak Handoko tidak memperdulikan ucapan Jaka. Sebaliknya, pria paruh baya itu terlihat merengkuh bahu Delia dan tersenyum teduh di depan putri bungsunya. Merasa diabaikan, Jaka membuang muka. Kesal karena perkataannya tidak diindahkan di depan banyak orang.

"Kami sungguh berterima kasih, Pak. Sangat-sangat berterima kasih karena sudah menerima lamaran Haikal, putra kami," ujar Pak Gani. "Kalau tidak keberatan, bolehkah kami datang lagi satu minggu ke depan, kami ingin membicarakan rencana pernikahan Haikal dan Delia. Apa menurut Bapak itu terlalu cepat?"

"Benar-benar gak tau malu," gerutu Jaka lirih. "Seharusnya mereka pergi setelah kita permalukan, tapi lihat ... satu keluarga benar-benar tidak punya harga diri."

"Ngotot sekali ingin punya menantu dari kota," imbuh Meisya sinis. "Kebanyakan orang kampung memang begitu, Mas, gak tau diri!"

Pak Handoko menoleh dan melayangkan tatapan tajam pada Meisya. Menantu sulung di keluarganya itu terlihat menunduk menyembunyikan wajahnya yang memucat.

"Kami hanya sedang memperjuangkan perasaan Haikal, Nduk. Andai saja dia menyerah dan memilih melepaskan Delia, Emak dan Bapak juga akan pergi." Emak Karti berbicara dengan begitu tenang. Namun siapa yang tahu dalamnya hati manusia? Wanita tua itu sebenarnya menyimpan perih yang teramat dalam karena hinaan dan cibiran yang keluarga Delia berikan. "Andaipun Pak Handoko menolak lamaran Haikal, tentulah kami juga akan pergi dengan baik-baik. Emak bersyukur sekali karena kedatangan kami mendapat jawaban yang melegakan. Kami memang orang miskin dan tidak berpunya, tapi untuk membalas hinaan dan cacian orang lain, tidak perlu lah membuang-buang energi sebab Allah tidak menutup mata. Setiap perbuatan buruk akan mendapat balasan yang sama, begitupula sebaliknya."

"Oh, jadi kamu nyumpahin anak saya, iya?" Bu Sarah melotot. "Kalau saja suamiku ini tidak bodoh, sudah kuusir kamu semua dari rumah ini!"

"Ibu!"

Tubuh Bu Sarah dan anak-anaknya berjingkat kaget. "Tutup mulutmu!" desis Pak Handoko. Rahangnya mengatup rapat. Emosinya siap meledak jika saja tidak ada tamu di rumahnya.

👉👉📕Klik di sini untuk membaca bab populer lainnya📖