/0/21754/coverbig.jpg?v=e29f74a9f8c58d85624e900a00e279e8)
"Apakah semua yang terjadi pada diriku saat ini adalah takdirku? Jika ya, aku akan menerimanya, baik itu takdir baik maupun buruk, karena aku yakin ada hikmah di balik semuanya." Freya percaya bahwa setiap peristiwa dalam hidup memiliki tujuan, meski terkadang datang dalam bentuk luka. Perjalanan yang seharusnya menjadi momen romantis ke Venesia bersama kekasih berubah menjadi mimpi buruk saat ia menemukan pengkhianatan yang menyakitkan. Rasa sedih dan frustrasi menghantuinya, namun ia memutuskan untuk tetap berangkat. Ia butuh waktu untuk menyembuhkan dirinya sendiri-sendirian. Namun, hidup memiliki caranya sendiri untuk memberikan kejutan. Ketika Freya mencoba menikmati pagi yang damai di Venesia, ia tak sengaja menabrak seseorang di sebuah jalan kecil. Ice cappuccino latte yang ia genggam tumpah, membasahi bajunya, dan mempermalukannya di depan pria asing yang ternyata... sangat memikat. Awalnya, hanya obrolan ringan. Namun, seiring waktu, mereka berbagi cerita-tentang kehilangan, impian, dan bagaimana menemukan diri sendiri di tengah reruntuhan hati. Dalam kota yang penuh keajaiban dan keindahan, Freya perlahan menyadari bahwa perjalanan ini lebih dari sekadar pelarian. Venesia menjadi saksi bagaimana ia belajar memaafkan, membuka hatinya kembali, dan menemukan bahwa mungkin, takdir memang selalu punya rencana yang indah, meskipun awalnya terasa seperti mimpi buruk. Di tengah jembatan, kanal, dan gondola yang memantulkan cahaya matahari, akankah Freya menemukan cinta yang baru? Atau mungkin, cinta sejati yang sesungguhnya adalah saat ia mulai mencintai dirinya sendiri?
Bruuuk!
"Oh tidak!" Freya tersentak, merasa kaget saat cairan cokelat pekat itu terciprat mengenai bajunya. Tanpa berpikir panjang, ia buru-buru mengusap noda itu dengan tisu yang ada di tangannya. Namun, seperti yang sudah bisa ia duga, usaha itu sia-sia belaka. Noda itu masih tetap tampak jelas di atas blus putihnya.
"Maafkan saya, Nona," suara berat seorang pria terdengar dari depan, memecah kebingungannya.
Freya mendongak, dan di depannya berdiri seorang pria tinggi, mengenakan setelan jas yang tampak pas di tubuhnya, dengan wajah yang seakan diukir sempurna. Mata cokelat terang pria itu menatapnya penuh rasa bersalah. Rambut cokelat gelapnya yang sedikit berantakan justru menambah pesona di wajahnya yang sudah tampan.
"Saya tidak sengaja," ucap pria itu, kali ini dalam bahasa Indonesia.
Freya terkejut, matanya membelalak. Ia berada di Venezia, di tengah keramaian Piazza San Marco yang penuh dengan turis dari berbagai negara. Sejak ia tiba beberapa hari yang lalu, telinganya hanya dipenuhi dengan bahasa asing-Italia, Inggris, dan beberapa bahasa lainnya yang tidak ia mengerti. Namun, tiba-tiba mendengar bahasa Indonesia di tengah keramaian ini begitu mengejutkan, bahkan menghibur.
Namun, rasa terkejutnya segera sirna. Dengan sedikit gugup, ia menjawab, "Tidak apa-apa, Tuan. Saya juga kurang hati-hati."
Pria itu mengamati sejenak keadaan Freya yang tampak sedikit terkejut. Lalu matanya beralih ke noda kopi di bajunya, dan ia terlihat sedikit gelisah. Tanpa banyak bicara, ia melepas blazernya.
"Pakailah ini," katanya, sambil menyodorkan blazer tersebut.
Freya buru-buru menggelengkan kepala. "Tidak usah, Tuan. Saya punya jaket, kok," jawabnya, sambil menarik jaket tipis dari dalam tas. Ia tidak ingin terlihat merepotkan, meski sebenarnya tawaran pria itu cukup membuatnya terharu.
Pria itu tampak sedikit ragu, namun akhirnya mengenakan kembali blazernya. "Baiklah," ucapnya singkat. Namun, dari sorot matanya, Freya tahu bahwa ia masih merasa bersalah atas insiden tersebut.
"Eh, Tuan tidak apa-apa, kan? Apa ada yang kena?" tanya Freya sambil melirik pakaian pria itu, khawatir jika jasnya terkena noda kopi itu.
Matanya langsung membelalak saat melihat merek Armani yang tertera di jas pria itu. Dalam hati, ia mulai panik.
"Kalau dia minta ganti rugi, habislah aku! Tiket pulang saja sudah hampir habis, apalagi kalau harus mengganti jas semahal itu!" pikir Freya, mencoba menenangkan diri agar pria itu tidak mempermasalahkan insiden ini.
"Saya baik-baik saja," jawab pria itu dengan tenang. Ia melirik jam tangannya, terlihat sedikit terburu-buru.
Namun, sebelum pergi, pria itu mengeluarkan ponselnya dan mengetikkan sesuatu. Tidak lama kemudian, ponselnya berbunyi. "Itu nomor saya," katanya, sambil menyerahkan ponselnya kembali kepada Freya.
Freya mengerutkan kening, bingung dengan tindakan pria itu. Sebelum ia sempat bertanya, pria itu melanjutkan, "Kalau nanti ada yang perlu diganti atau saya perlu bertanggung jawab, hubungi saja nomor itu. Maaf saya harus pergi sekarang."
Tanpa menunggu jawaban, pria itu tersenyum tipis dan berbalik, meninggalkan Freya yang masih berdiri terpaku di tempatnya.
Freya menghela napas panjang. "Dia siapa, sih? Orang Indonesia? Tapi kenapa ada di Venezia?" gumamnya pelan, mencoba mencerna pertemuan yang baru saja terjadi.
***
Setelah berhasil membersihkan noda kopi di bajunya di toilet umum terdekat, Freya kembali ke penginapan kecil tempatnya menginap. Sambil merebahkan diri di atas tempat tidur, pikirannya kembali melayang ke insiden tadi.
"Kenapa aku malah memikirkan dia?" rutuk Freya pada dirinya sendiri. Ia mencoba mengalihkan pikirannya dengan memeriksa itinerary perjalanan yang sudah ia buat, namun bayangan pria itu terus mengganggunya.
"Apa dia benar-benar orang Indonesia?" gumamnya pelan. "Tapi kenapa dia ada di sini? Dan kenapa dia bisa semudah itu memberikan nomor teleponnya?"
Freya memutuskan untuk tidak terlalu memikirkan hal itu. Ia yakin, pertemuan tadi hanyalah sebuah kebetulan yang tidak akan terjadi lagi. Namun, di lubuk hatinya, ada rasa penasaran yang tak bisa ia abaikan.
***
Di sisi lain kota, Aideen duduk di sebuah ruang rapat hotel bintang lima. Di depannya terdapat beberapa rekan bisnis yang sedang membahas kontrak penting. Namun pikirannya terus melayang ke gadis yang tidak sengaja ia tabrak tadi.
Wajah gadis itu terbayang jelas di benaknya-ekspresinya yang bingung namun tetap ramah, serta caranya mencoba menghilangkan noda kopi dari bajunya. Aideen tersenyum tipis saat mengingatnya.
"Apa aku harus menghubunginya?" pikirnya. Namun ia segera menepis pikiran itu.
"Fokus, Aideen. Ini bukan waktunya memikirkan hal-hal yang tidak penting," gumamnya pelan, mencoba mengembalikan fokusnya pada pertemuan bisnis yang sedang berlangsung.
Namun, setelah pertemuan bisnis selesai, ia mendapati dirinya membuka daftar kontak di ponselnya. Nama yang baru saja ia masukkan tadi pagi terpampang di layar.
Ia ragu sejenak, namun akhirnya menekan tombol panggil.
***
Di penginapannya, Freya sedang mencoba memilih pakaian untuk dikenakan keesokan hari ketika ponselnya berbunyi. Ia mengambil ponsel itu dan melihat nomor asing yang menghubunginya.
"Halo?" jawab Freya, sedikit ragu.
"Halo, ini saya. Pria yang tadi menumpahkan kopi Anda," suara di ujung telepon terdengar hangat namun tetap formal.
Freya terkejut. "Oh, iya. Ada apa ya, Tuan?" tanyanya, berusaha terdengar santai.
"Saya hanya ingin memastikan bahwa Anda baik-baik saja," jawab pria itu. "Dan juga, saya ingin bertanya apakah ada sesuatu yang perlu saya ganti."
Freya tersenyum kecil. "Tidak, Tuan. Saya sudah membersihkannya, dan semuanya baik-baik saja," jawabnya, merasa lega.
"Bagus kalau begitu," kata pria itu. Namun, ada jeda singkat sebelum ia melanjutkan, "Tapi mungkin, jika Anda tidak keberatan, saya ingin mentraktir Anda makan malam sebagai permintaan maaf."
Freya terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Tawaran itu terdengar tidak biasa, terutama dari seseorang yang baru saja ia temui.
"Mungkin saya pikir-pikir dulu, ya," jawab Freya akhirnya.
"Baik. Kapan pun Anda siap, Anda bisa menghubungi saya," kata pria itu sebelum menutup telepon.
Setelah percakapan itu berakhir, Freya menatap ponselnya dengan campuran rasa bingung dan penasaran.
***
Di hotel, Aideen menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi. Ia tahu bahwa tindakannya tadi cukup spontan, bahkan mungkin sedikit aneh. Namun, ia merasa ada sesuatu tentang Freya yang membuatnya ingin tahu lebih banyak.
"Dia berbeda," gumamnya pelan, sambil menatap ke luar jendela.
Meskipun pertemuan mereka singkat, Aideen merasakan sesuatu yang unik dari Freya. Gadis itu tidak seperti wanita lain yang pernah ia temui-terlihat polos, sederhana, namun memiliki daya tarik yang sulit dijelaskan.
"Mungkin aku hanya penasaran," pikir Aideen, mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Namun di dalam hatinya, ia tahu bahwa ini lebih dari sekadar rasa penasaran. Ia merasa seperti ada ikatan yang tidak bisa dijelaskan antara dirinya dan Freya, meskipun mereka baru bertemu sebentar.
Aideen pun kembali teringat pada senyum Freya yang ramah meski ia sedang mengalami kekacauan kecil. Senyum itu tetap memancar hangat, dan hal itulah yang membuat Aideen merasa tergerak untuk lebih mengenalnya.
"Aku harus menghubunginya lagi," pikir Aideen, meskipun hatinya sedikit ragu. Tetapi, dalam pikirannya, suara itu terus menguat.
-To Be Continue-
Side Story Of Accindentally Fall For You Camilio Danielle Osvaldo, seorang pria dengan IQ di atas 150, sangat berprestasi di sekolah dan dunia militer. Karena mengalami kekecewaan yang sangat mendalam, ditinggalkan oleh wanita yang paling dicintainya, membuatnya bergabung dan menjadi anggota inti Black Nostra, yaitu salah satu mafia terbesar di dunia. Seseorang mengulurkan tangannya dan menyambutnya dengan baik. Orang itu adalah Mike, dia adalah salah satu petinggi penting dari Black Nostra. Awalnya tentu saja Camilio tidak ingin bergabung, karena itu sangat bertolak belakang dengan hati nuraninya. Namun pandangan awal dirinay terhadap kelompok itu berubah saat ia mengetahui dan mengenal setiap anggota kelompok. Meski mereka bekerja dalam bidang yang melanggar hukum, namun kekeluargaan mereka sangat luar biasa.
21+ (Bijaklah dalam membaca, cerita mengandung adegan hanya untuk usia dewasa dan kekerasan) Arsenio Orlando Lazcano, muda, tampan, berkharisma dan sudah pastinya kaya raya. Tidak ada wanita yang tidak jatuh cinta kepadanya, bahkan dengan suka rela akan memberikan tubuhnya kepada CEO tampan pemilik Lazcano's corps itu. Namun dibalik itu semua ada hal yang di sembunyikan oleh seorang Arsen. Kehidupan gelapnya, yang siapapun tidak akan pernah mengiranya. Membunuh sudah menjadi hal yang biasa bagi seorang Arsen. Sebuah insiden mempertemukannya dengan seorang gadis yang membuat hidupnya berubah. Gadis lugu, polos dan baik hati. Sungguh sangat berbanding terbalik dengannya. Namun itulah yang membuat ia penasaran dan tertarik dengan gadis itu.
Bagi dirinya Dayana Ekavira Sanjaya sudah tidak ada, begitu ia meninggalkan Jakarta. Yang ia inginkan adalah pergi menjauh ke tempat yang tidak ada satupun orang yang mengenal dirinya, meninggalkan suami dan keluarga suaminya yang sudah memperlakukannya dengan buruk. Dalam pengasingannya, katakanlah begitu Aya--nama panggilannya menyebutnya. Ia akan hidup dengan nama baru Kana Zanitha. Kana pergi ke sebuah tempat yang cukup jauh dari hiruk pikuk kota, di mana ia yakin suami dan keluarganya tidak akan menemukannya. Sayangnya tidak ada tujuan yang pasti untuk dirinya, celakanya dalam pelariannya tersebut ia jatuh pingsan di sebuah kebun dekat villa. Pemilik villa menemukannya tergeletak di bagian belakang villa nya, Elvan Ravindra Dewangga. Seorang pria introvert dengan tatapan tajamnya. Karena luka di tubuhnya dan menyebabkan dirinya demam, Kana tidak bisa langsung meninggalkan tempat tersebut begitu saja. Meski awalnya ia takut pada pria itu, sayangnya keduanya mulai terjerat perasaan yang tidak biasa. Suami dan keluarganya menemukan keberadaannya, apa yang harus Kana lakukan? Kembali kabur atau menghadapi mereka?
Shella memiliki masalah serius ketika keluarganya mencoba memaksanya untuk menikah dengan pria tua yang mengerikan. Dalam kemarahan, dia menyewa gigolo untuk berakting sebagai suaminya. Dia kira gigolo itu membutuhkan uang dan melakukan ini untuk mencari nafkah. Sedikit yang dia tahu bahwa pria tersebut tidak seperti itu. Suatu hari, dia melepas topengnya dan mengungkapkan dirinya sebagai salah satu orang terkaya di dunia. Ini menandai awal dari cinta mereka. Pria itu menghujaninya dengan semua yang dia inginkan. Mereka bahagia. Namun, keadaan tak terduga segera menjadi ancaman bagi cinta mereka. Akankah Shella dan suaminya berhasil melewati badai? Cari tahu!
WARNING 21+ !!! - Cerita ini di buat dengan berhalu yang menimbulkan adegan bercinta antara pria dan wanita. - Tidak disarankan untuk anak dibawah umur karna isi cerita forn*graphi - Dukung karya ini dengan sumbangsihnya Terimakasih
Zara adalah wanita dengan pesona luar biasa yang menyimpan hasrat membara di balik kecantikannya. Sebagai istri yang terperangkap dalam gelora gairah yang tak tertahankan, Zara terseret ke dalam pusaran hubungan terlarang yang menggoda dan penuh rahasia. Dimulai dengan Pak Haris, bos suaminya yang memikat, kemudian berlanjut ke Dr. Zein yang berkarisma. Setiap perselingkuhan menambah bara dalam kehidupan Zara yang sudah menyala dengan keinginan. Pertemuan-pertemuan memabukkan ini membawa Zara ke dalam dunia di mana batas moral menjadi kabur dan kesetiaan hanya sekadar kata tanpa makna. Ketegangan antara kehidupannya yang tersembunyi dan perasaan bersalah yang menghantuinya membuat Zara merenung tentang harga yang harus dibayar untuk memenuhi hasratnya yang tak terbendung. Akankah Zara mampu menguasai dorongan naluriahnya, atau akankah dia terus terjerat dalam jaring keinginan yang bisa menghancurkan segalanya?
21+ !!! Harap bijak memilih bacaan HANYA UNTUK DEWASA. Untuk menguji kesetiaan pasangan masing-masing akhirnya Arga dan rekan-rekan sekantornya menyetujui tantangan gila Dako yang mengusulkan untuk membolehkan saling merayu dan menggoda pasangan rekan yang lain selama liburan di pulau nanti. Tanpa amarah dan tanpa cemburu. Semua sah di lakukan selama masih berada di pulau dan tantangan akan berakhir ketika mereka meninggalkan pulau. Dan itu lah awal dari semua permainan gila yang menantang ini di mulai...
Hari itu adalah hari yang besar bagi Camila. Dia sudah tidak sabar untuk menikah dengan suaminya yang tampan. Sayangnya, sang suami tidak menghadiri upacara tersebut. Dengan demikian, dia menjadi bahan tertawaan di mata para tamu. Dengan penuh kemarahan, dia pergi dan tidur dengan seorang pria asing malam itu. Dia pikir itu hanya cinta satu malam. Namun yang mengejutkannya, pria itu menolak untuk melepaskannya. Dia mencoba memenangkan hatinya, seolah-olah dia sangat mencintainya. Camila tidak tahu harus berbuat apa. Haruskah dia memberinya kesempatan? Atau mengabaikannya begitu saja?
Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."